1. Hai Kau yang Di Sana

56 6 3
                                    

Pertama kali aku melihatmu Senin Maghrib itu. Kau hanya kuanggap pejalan kaki biasa, bukan makhluk penting yang perlu kupedulikan. Sampai sekarang pun masih sama saja, hanya saja Kau selalu melintas di depan Toko alat musik yang aku jaga.

Pertama kali, kau bukanlah siapa-siapa, senin berikutnya Kau berjalan sambil memegang Helm di tangan. Setelahnya kau juga bukan siapa-siapa, dengan jilbab merah, gamis jeans biru, dan sandal jepit, melewati tokoku. Hari Senin setelahnya Kau hanyalah gadis pejalan kaki biasa, berkacamata persegi, memakai tas kecil putih dengan slempang rantai silver, dengan jilbab bunga-bunga berwarna merah memakai kaos lengan panjang dan rok warna hitam. Hanya ada ponsel di tangan kananmu.

Hari Senin itu dengan biasa Kau berjalan kaki dari arah utara menuju selatan. Tapi Kau berhenti tepat di seberang jalan tokoku, dengan rok berwarna abu-abu seperti warna abu-abu SMA memakai jilbab warna ungu. Memasuki konter pulsa dan meletakkan helm yang saat itu Kau pegang di meja kaca. Tak sampai lima menit keluar lagi dengan santai berjalan ke selatan.

Satu minggu kemudian Kau absen dari jalan depan tokoku. Entahlah, aku hanya sekedar penasaran, apa Kau diantar sesorang sehingga tidak melewati tokoku. Karena kadang Kau membawa helm, apakah itu menunggu seseorang yang tak datang?

Ataukah Kau memilih rute jalan lain hari itu? Atau mungkin Kau sakit? Ah, itu tidak penting juga untukku, Kau hanyalah gadis berkaca mata yang selalu melewati jalan depan tokoku tiap Senin sore. Apa kau terlambat? Ah, sudahlah.

Senin, seminggu kemudian, tidak biasa Kau melewati tokoku lebih awal dari arah berlawanan. Saat itu jam setengah empat sore, persis satu meter dari tokoku kau berjalan ke arah utara, aku berhenti sesaat, tak sampai sepuluh detik kemudian melanjutkan membersihkan gitar yang kupegang. Dari dekat bisa kulihat kaca mata frame hitam yang kau pakai membuatmu kelihatan seperti orang tanpa ekspresi, kau hanya melihat ke depan. Malamnya sekitar jam enam kau berjalan ke selatan seperti biasa, berjalan pelan kadang menengok jam tangan di tangan sebelah kiri.

Hari-hari berikutnya aku bekerja seperti biasa, kau juga berjalan seperti biasa, hanya saja aku melihatmu lebih sering. Hari Minggu pun kau sekarang melewati tokoku, tiga puluh menit lebih awal dari hari senin. Sekarang kau tak pernah memegang helm yang kadang kau bawa dengan tangan kanan itu.

Apa tak ada yang mengantarmu bepergian sekarang? Apa kau tak lagi menunggu seseorang? Entah itu teman atau keluargamu. Jaman sekarang jarang sekali aku melihat orang bepergian dengan berjalan kaki. Apa kau tak punya motor roda dua umum yang sering lalu lalang di jalan? Atau mungkinkah kau tak bisa mengendarainya? Atau memang kau lebih suka jalan kaki?

Ah, jika kita saling mengenal, kau minta, aku pasti mau mengantar. Tenang saja ibuku yang 65 kilo itu selalu aku yang antar kemanapun, apa lagi kau yang pasti terbang jika ada angin besar datang.

******

Minggu, seharian dari pagi mendung, lumayan gelap sinar matahari sebagian tertutup awan. Sore itu hujan normal, tanpa angin kencang, jalanan lebih padat dari biasanya, mobil, motor merayap lambat.

Ternyata kau masih seperti biasa melewati jalan depan tokoku. Payung kecil berwarna merah muda kau pegang sangat dekat menutupi kepalamu dari penglihatanku. Tapi kau terlambat, sore itu jam empat lebih lima menit kau berjalan dari selatan. Biasanya dari selatan sekitar jam setengah empat.

Sebenarnya apa yang kau lakukan? Apa kau melakukan sesuatu, menghadiri sesuatu di utara dan pulang ke selatan? Atau sebaliknya? Aku hanya sedikit penasaran. Jika aku bertanya padamu apakah kau akan melihatku seperti orang gila? Karena orang asing tiba-tiba datang bertanya padamu tentang aktivitasmu pasti kau anggap gila kan?

Tapi tenang saja, aku masih normal, tidak mungkin aku berani menanyaimu. Siapa aku? Hanya penjaga toko alat musik biasa, yang bahkan mungkin tidak pernah kau lihat di jalan apalagi kenal. Eh, apa kau pernah melihatku selintas di sini? Apa mungkin kau melihatku selintas saat aku tidak memperhatikan? Apakah mungkin kau tahu aku selalu melihatmu melintasi tokoku? Atau sebenarnya kau tahu tapi berpura-pura tidak tahu? Ah, aku rasa itu tidak mungkin, aku hanya orang asing biasa di jalan seperti orang asing lain yang mungkin melihatmu.

Aku hanya orang asing yang tidak penting bagimu. Orang asing yang selalu membersihkan alat-alat musik dengan kain lap sambil melirik sedikit ke arahmu. Orang asing yang dimarahi pelanggan karena lupa tidak memberi uang kembalian, tidak konsentrasi karena melihat dan menanti kapan kau akan lewat lagi. Oh, aku bahkan hanya orang asing yang tidak tahu siapa namamu, apa pekerjaanmu, di mana rumahmu, siapa teman-temanmu, apa kau sudah memiliki pasangan atau tidak.

Ah, tunggu, tunggu sebentar. Itu tidak penting, kita dua manusia berbeda yang tak pernah bahkan bertatap muka apalagi bertegur sapa. Hai kau yang di sana, tahukah kau ada orang tidak penting yang selalu melihatmu di sini.

Selalu melihat wajah serius tanpa ekspresimu, apakah kau tak bisa tersenyum sedikit? Pasti akan sedikit manis. Ah, aku sudah gila, mana ada orang normal berjalan sambil tersenyum sendirian, akupun pasti menganggapnya gila.

Gila. Begitu gilakah diriku sampai hampir keluar mengikutimu, penasaran kemana sebenarnya kau akan pergi. Jika hanya berjalan kaki pasti tidak terlalu jauh dari sini. Ah, terimakasih pelanggan, datang tepat waktu mengakhiri kegilaan sesaatku.

Oh Tuhan, siapa yang bilang sesaat. Aku melihat koleksi foto di ponselku, diam-diam dari berbagai sudut. Saat kau berjalan ke utara, saat kau ke selatan, dari depan, belakang, samping. Saat kepalamu tertutup payung, saat kau melihat jam tangan, meskipun tak jelas wajahmu, tapi inikah kegilaan sesaat?

Haruskah aku menghapusnya? Ah, tapi ini foto yang biasa, tidak ada unsur sara dan pornografi, juga tidak merugikan siapapun. Jika aku tidak menghapusnya akankah aku dianggap penguntit yang terobsesi yang pantas dilaporkan ke polisi? Ah, pasti tidak, ini hanya koleksi biasa, tidak kugunakan untuk hal merugikan apapun, hanya untuk ku lihat.

Ah, kenapa kau hanya seminggu dua kali lewat. Pasti akan kuhapus saat itu juga jika kau tiap hari melintasi jalan ini.


NOTE:

ini bukan cerita bersambung, dan tidak ada kelanjutannya. Hanya melintas di otakku, dan selalu terpikir jika tidak ditulis hehe sebagai bahan latihan nulis

PIKIRAN (On Hold)Where stories live. Discover now