"Permisi pak, maaf saya mau bikin KTP, saya harus ke mana ya?" Susi dengan gugup masuk ke kantor polisi yang sedang sepi.
".....," seorang polisi muda yang berjaga terbengong melihat susi di depannya. "Mbak cari KTP di Kecamatan bukan di sini."
"Oh.., oh, maaf maaf, maksud saya SIM pak, saya sudah punya KTP." Dengan malu Susi membenarkan kaca mata minusnya.
".....," polisi itu terdiam sebentar memandangi susi yang jauh lebih pendek darinya, tak sampai sebahu. "Oh, tadi bilang KTP, oke antri sebentar di sana mbak, dua orang yang duduk itu juga antri SIM."
Susi berjalan menuju antrian, diam, masih malu karena kebodohannya.
Di tempat duduk satu orang wanita muda, berambut hitam panjang, memakai celana jeans super ketat dan hem longgar yang dimasukkan ke celana. Satunya pria sekitar tiga puluhan, dengan rambut panjang diikat ke belakang.
"Mau cari SIM mbak?" Si wanita dengan santai bertanya pada Susi.
"Iya, mbak juga?"
"Iya, harus bikin SIM, gara-gara ditilang kemarin, saya takut ditilang lagi." Si wanita muda itu mendekati Susi dan memelankan suaranya, "habis dimarahin sama polisi tadi mbak? Aihh, cakep-cakep judesnya, saya tadi tanya-tanya eh malah didiemin, kurang cantik apa saya coba?"
"Nggak kok mbak, saya tadi cuma salah ngomong KTP, hehe, seumur-umur belum pernah ke kantor polisi, nervous." Susi membenarkan kaca matanya lagi sambil menjawab dengan pelan.
"....., aneh-aneh aja mbak! Ah! Kalau ke sini mah saya sering, cuma baru kali ini cari SIM, biasanya lapor kehilangan atau cuma gaya-gaya mampir sholat di masjid sini." Wanita itu bercerita sambil mengeluarkan cermin kecil dari slingbag nya.
".....," dengan sedikit penasaran Susi memandanginya.
"Jangan heran mbak, yang hilang cuma hal-hal sepele. Jujur, menurut mbak saya ini apa kurang cakep?" Si wanita meletakkan kembali cermin kecil dan dengan antusias melihat wajah Susi.
"Cantik sih mbak, hehe dibanding saya." Jujur Susi menjawab, wanita itu memang cantik parasnya, badannya tinggi seperti model, rambut hitamnya halus seperti iklan sampo TV.
"Banyak juga yang bilang gitu mbak, tapi nggak tahu kenapa polisi satu itu tiap kali saya datang pasti dicuekin. Jujur saja mbak, dia itu sebenarnya temen SMA saya dulu, kebetulan juga tetangga rumah sekarang."
".....," Susi diam mendengarkan curhatan si wanita yang duduk sebelahnya, maklum teman kuliah jarang ada yang mengajaknya bicara masalah-masalah pribadi.
"Intinya mbak, kita berdua ini kan saling kenal, diajak ngobrol kek, disapa, yang penting jangan dianggurin lah!" Wanita itu mengomel pada Susi yang hanya duduk mengangguk-anggukkan kepala.
"Mbak suka ya sama polisi itu?"
"Dulu SMA suka, dia gonta-ganti pacar berapa kali tetep banyak yang ngefans, saya salah satunya. Tapi sekarang, no way lah! Tiap kali saya mampir ke rumahnya maminya bilang nggak ada. Ah! Paling-paling dia males ketemu saya." Si wanita menyandarkan badannya ke belakang dan menyilangkan kedua tangan.
"Eh, udah gilirannya mbak!" Susi mengingatkan teman bicaranya yang keasyikan mengobrol.
"Eh iya, saya duluan mbak." Wanita yang Susi tak sempat menanyakan namanya itu bergegas berdiri dan melambaikan sedikit tangannya.Ini hari selasa mendung yang tidak biasa bagi Susi. Setelah dua bulan lebih berlatih sepeda motor maticnya, dia memutuskan mengambil tes SIM ke kantor polisi. Setelah wanita cantik ramah itu selesai dia mengambil giliran memasukkan berkas-berkas dan menyelesaikan semua ketentuan. Dan sesuai dugaan, Susi tidak lolos tes mengendara.
YOU ARE READING
PIKIRAN (On Hold)
РазноеBukan sebuah novel atau cerita bersambung. Hanya cerita super pendek hasil pikiran selintas atau imajinasi yang terbayang di kepala, dan sayang jika dilewatkan. Sebagai bahan latihan menulis amatiran.