1

457 75 5
                                    

"H-hiks... Ibu guru! Hiks, uang jajanku hilang!"

Terlihat seorang bocah sedang menangis. Matanya tidak kunjung berhenti mengucurkan air mata dengan tangan yang sedaritadi menghapusnya.

Badannya terus meronta-ronta. Teman-teman seumurannya tentu bingung harus berbuat apa.

"Hiks, IBU GURU! UANG JAJANKU HILANG!" Suara rengekannya terus terdengar di kelas, sayangnya guru yang diharapkan sedang ke toilet menemani seorang siswa.

Saat kelas dipenuhi hawa canggung dan suara tangisan, tiba-tiba ada seorang anak bernama Justin mendekatinya.

"Hei, Seonho! Aku rasa aku tahu siapa yang menghilangkan uang jajanmu!" Temannya menepuk-nepuk bahunya. Isakan Seonho mulai mereda walau tidak seberapa.

Seonho mengucek matanya yang bengkak. "Siapa...?"

"Itu pasti Minhyun! Dia, kan, tidak punya orangtua!"

Minhyun yang sedaritadi menonton di pojokan terperanjat. Orang-orang di kelas mulai berbisik-bisik dan menatapnya sinis.

"T-tapi hanya karena aku tidak punya bukan berarti itu alasan kalau aku mencurinya..."

Cicitan Minhyun kecil tentu tidak terdengar. Kelasnya sudah ribut dengan ejekan-ejekan yang dilempar kepadanya.

"Minhyun, kan, tidak punya Mama! Pasti dia mencurinya karena tidak diberi uang saku!" Justin menunjuk Minhyun seolah-olah ia adalah hewan liar yang tersesat.

Sekelas kecuali Minhyun mengangguk setuju.

Minhyun kecil mencengkram baju seragamnya sampai mengkerut. Matanya sudah berkaca-kaca. Ingin sekali ia marah dan membanting meja tetapi yang ada ia akan dilaporkan ke guru.

Seharusnya mereka lanjut belajar.

Bukan menuduh-nuduh temannya yang tidak bersalah.

Kriet...

Suara pintu itu berderit. Menampakkan seorang guru yang di usia 20-an mengantar seorang siswa yang terlihat lega sehabis buang air.

Menyadari suasana yang tegang. Guru itu membuka suara, tetapi ada yang menyelanya.

"Ibu guru ibu guru! Hukum Minhyun, Bu! Ia telah mencuri!" Justin menarik-narik gemas ujung baju gurunya.

"Justin, kamu tahu, kan, anak yang baik tidak boleh menuduh orang sembarangan." Gurunya terlihat menjawab dengan tenang. Ia sudah biasa dengan kelakuan usil mereka karena maklum saja mereka masih di taman kanak-kanak.

"Tidak, Bu! Ia betulan mengambilnya! Buktinya uang jajan Hoho hilang, Bu!" Seonho ikut-ikut menarik baju gurunya.

Gurunya hanya geleng-geleng kepala. Tidak mungkin anak seperti Minhyun mencuri. Ia menghela nafas dan menatap Minhyun yang langsung bergidik ngeri karena takut dimarahi

Ia berjalan dan mengelus surai hitam Minhyun. "Minhyun, apa benar kamu mengambil uang Seonho?"

"Ng-Nggak, Bu!" Minhyun menggeleng kuat. Air matanya sudah mengalir.

Gurunya mengusap air mata Minhyun dengan sayang. Lalu ia menatap seisi kelas. "Lihat? Minhyun tidak mencuri uang Seonho. Kalian ingat, kan, apa kata Ibu?"

"Kita harus jadi anak yang baik, Bu!" Sekelas serempak menjawab kecuali Justin dan Seonho yang menatap kecewa karena Minhyun tidak jadi dihukum.

Gurunya bertepuk tangan pelan dengan senyum yang merekah di wajah.

Inilah yang paling Minhyun suka di sekolahnya. Ibu gurunya adalah seorang yang baik, ia sayang kepada semua muridnya.

Dan Minhyun juga ingin seperti ibu guru.

-

Minhyun kecil berjalan pelan dari sekolahnya menuju ke panti asuhan tempat tinggalnya.

Iya, kata-kata tentang orangtua Minhyun itu benar. Tetapi ia tidak tahu apakah ia betulan seorang anak yatim atau bukan.

Katanya, sih, orangtuanya meninggal karena kecelakaan mobil. Tetapi mengapa ia masih hidup? Itu adalah pertanyaan Minhyun kecil yang tidak dijawab kakak-kakaknya di panti.

Minhyun bersenandung pelan sambil menendang-nendang batu kerikil karena bosan. Akhir-akhir ini kakak-kakak yang di panti tidak bisa menjemputnya karena alasan yang tidak Minhyun mengerti.

Kuliah lah, pacar lah, skripsi, dan bla bla bla. Bahkan Minhyun pusing memikirkannya!

Padahal anak seumuran Minhyun harusnya ditemani oleh seorang dewasa setidaknya saat berjalan pulang seperti ini.

Ia menggenggam tali tasnya erat-erat karena jalan tercepat menuju panti adalah lewat gang. Gang tersebut sangat membuat Minhyun takut.

Gang disana sangat bau dengan lalat yang bertebaran karena sampah yang berserakan, sering juga terdengar suara orang yang bertengkar karena masalah sepele, dan hal buruk lainnya yang tidak bisa Minhyun jawab.

Tetapi sekarang berbeda.

Ada sesuatu yang Minhyun takutkan tetapi ia tidak tahu itu apa.

Kali ini saat ia berjalan pulang, sedaritadi ada seorang berbaju serba hitam yang tidak kunjung berhenti menguntitnya. Ia tidak tahu itu siapa. Kakak-kakaknya tidak mungkin pulang awal karena mereka kuliah sampai sore.

Minhyun mulai berjalan cepat, tetapi kedua kakinya itu tidak memadai karena kecil sekali. Ia sedikit menoleh ke belakang, dan figur hitam tersebut juga mulai berjalan lebih cepat, bahkan tepat 2 meter dibelakangnya.

Kapan saja ia bisa menangkapnya.

Karena ketakutan dengan sang figur, Minhyun kecil otomatis berlari. Nafasnya mulai tidak karuan dan isi tasnya mungkin sudah berantakan karena terguncang.

Ia menoleh ke belakang lagi. Figur hitam itu mendekat. Mendekat. Dan mendekat. Membuatnya tidak memerhatikan jalan karena tangan sang figur mulai mencoba menangkapnya.

Minhyun kecil bahkan tidak bisa memanggil bantuan karena, hei, ini sebuah gang. Jarang ada orang yang melewatinya.

Sudah capek ia berlari tetapi sang figur tetap segar bugar. Orang dewasa memang hebat. Dengan keringat yang bercucuran membasahi pelipis dan nafas yang ngos-ngosan, ia tetap berlari. Orang itu seram sekali, ia ingin cepat-cepat pulang.

Matanya sudah mulai berkunang-kunang karena lelah.

Bruk!

Kakinya yang lemas terantuk batu dan ia jatuh tersungkur dengan luka yang baru.

Permainan kejar-kejaran mereka berakhir dengan Minhyun kecil yang terjatuh.

Lalu semuanya gelap.

sugar °minhyunbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang