Kau tahu apa yang aku kagumi dari hujan? Ia tetap melaksanakan tugasnya walau ia tahu betapa sakitnya jatuh berkali kali.
Jika kau hujan, maka biarkan aku menjadi pelangi yang muncul dengan segala keindahannya setelah kau sakit karena jatuh berkali kali.
..
Langit tampak berwarna kelabu, angin yang tadinya bertiup sepoi sepoi membelai kening setiap insan yang basah karena keringat kini telah berubah mengganas dan menerbangkan butiran debu kesana kemari. Suasana didalam kelas begitu hening, semua siswa sibuk berkutat dengan lembar soal masing masing dan Bu guru mengawasi didepan dengan teliti. Matanya yang tajam terus memperhatikan gerak gerik para siswa yang mencurigakan. Test kemampuan mata pelajaran matematika tengah berlangsung.
"Yang sudah selesai boleh pulang."
Celetuk Bu Guru disela sela keheningan. Para murid langsung diserang kepanikan. Panik karena waktu yang sudah semakin sore, panik karena langit yang akan segera turun hujan, panik karena masih ada yang belum terisi jawaban, adapula yang panik karena belum selesai menyalin jawaban teman. Semua beradu padu mengeluarkan bunyi desisan, bisikan, suara sobekan kertas atau apapun. Harmoni yang indah. Hanya Tuhan yang mampu membuat suara suara biasa tadi menjadi harmoni yang enak didengar di kala senja.
Satu persatu murid yang merasa pintar dan sudah mengumpulkan lembar jawabannya mulai berjalan keluar meninggalkan kelas. Tak banyak memang, perlahan tapi pasti. Dari sekian banyak murid yang masih mengerjakan soal. Sunggyu lah yang terlihat paling menonjol, ia sudah dua kali ditegur oleh bu guru untuk tidak berdiskusi atau menanyakan jawaban dan mengancam untuk mengurangi nilainya. Dua kali itu pula ia hanya menjawabnya dengan cengiran tanpa dosa andalannya. Gadis bergigi depan mirip hamster itu kini sibuk melancarkan aksinya; Menyalin jawaban temannya. Entah itu teman yang berada didepan, belakang, kanan ataupun kiri. Dia tidak akan melewatkan kesempatan emasnya.
Sunggyu bilang, ia menyalin jawaban— garis miring mencontek—karena ia belum siap menghadapi test kemampuan yang diadakan secara mendadak tanpa ada kesempatan belajar. Padahal jika ia diberi kesempatan untuk belajar terlebih dahulu, pasti ia tidak akan menyiakan jawaban temannya juga. Berhubung besok juga masih ada test kemampuan mata pelajaran fisika, menurut teman sekelasnya lebih baik untuk diadakan sekarang saja daripada besok mengahadapi test kemampuan berkali kali dan itu membuat kepala pusing tujuh keliling. Anak muda jaman sekarang.
"Pssst… Yujin-ah, bisakah kau tuliskan nomer 9 untukku? Aku mohon."
Bisik sunggyu pada gadis bernama Yujin yang berada didepan mejanya. ia mengandalkan Aegyo mematikannya dan itu sukses meluluhkan hati Yujin. Gadis itu tersenyum dan segera menuruti perintah sunggyu. Sunggyu menunggu beberapa menit sampai Yujin berbalik badan dan menyerahkan kertas yang sudah ditulis jawaban olehnya.
"Terimakasih Yujin-ah, kau baik sekali." Sunggyu berkata dengan semanis mungkin.
"Sama sama."
Tik tok tik tok tik tok.
Waktu terus berputar, langit terlihat semakin kelam dan siap memuntahkan isi perutnya. Angin makin bertiup dengan ganas. Murid yang sudah selesai pun semakin banyak dan kelas hampir separuh kosong.
"Sedikit lagi…."
"Dan, selesai." Sunggyu memekik dengan melayangkan tinjunya di udara. Dengan santai, ia berjalan menuju meja Bu Guru. Rok pendek motif kotak kotak berwarna merah yang mengamankan bagasi bagian belakang sunggyu itu bergoyang mengikuti irama lenggokan kakinya.
Lorong sekolah mulai ramai. banyak murid yang berjubel untuk mengantri untuk bisa keluar dari sekolah. Satu lagi suara paduan antara derap langkah dan tentu saja ocehan yang tiada henti keluar dari mulut para murid itu menjadi harmoni yang enak didengar dikala senja yang hanya bisa diciptakan oleh kuasa Tuhan.