Part 4

1.7K 8 1
                                    

"Kau yang singgah tapi tak sungguh.."

Terbangun di hari Sabtu dengan begitu semangat. Itulah yang sedang kulakukan sekarang. Aku memegangi pipi Dewa sambil menikmati sinar matahari yang menyentuh kulitku. Sinar mentari yang masuk melewati jendela kamarku membuat ruangan menjadi sangat terang.

Dewa menyejukkan.

Ia tertidur dengan lelah namun, masih saja terlihat tampan.

Ku arahkan jari-jariku ke hidungnya yang mancung, bibirnya, kelopak matanya, dan bagian kesukaanku,

Rambutnya.

Dia bukan laki-laki yang sering keramas ataupun mandi. Ia adalah laki-laki malas yang selalu terlihat menakjubkan.

Sedekil apapun Dewa, selelah apapun dirinya, ia akan selalu terlihat menawan.

gifted.

Aku memainkan jariku ke lehernya, sesekali aku tersenyum karena ia terlihat risih dalam tidurnya.

Kuturunkan jariku ke arah dadanya, ini juga bagian kesukaanku. Dadanya bidang, ia juga memiliki abs. Seperti apa yang sering ku katakan. Dewa itu sempurna.

Aku menggigit telinganya dengan pelan. Lalu aku menaruh kepalaku di atas dadanya.

Posisi ternyaman.

Aku memainkan jariku di sekitar telapak tangannya sambil perlahan memejamkan mataku.

"Ehm.." Gumam Dewa sambil bergerak sedikit tidak menentu.

Aku langsung memeluknya sambil pura-pura tertidur.

Aku rasakan tangannya menyentuh puncak kepalaku yang berada di atas dadanya.

Aku tersenyum. Entah kenapa, ia selalu tahu cara membuatku merasa terlindungi.

"Selamat pagi, sayang." Gumam Dewa sambil mengelus rambutku.

Aku tidak ingin terbangun. Aku tidak mau melewati moment ini. Aku sangat sangat mencintainya. Aku bahkan tidak tahu lagi kata-kata yang sanggup untuk menyatakan seberapa besar cinta dan kasih sayang yang aku berikan untuknya.

Akan tetapi, aku tahu Dewa hanya sekedar mencintaiku. Ia tidak mencintaiku sebesar aku mencintainya karena ia lebih mencintai istrinya.

Dewa bukan rumahku.
Dewa bukan rumahku.

Tidak peduli seberapa sering kalimat itu muncul di benakku, aku akan tetap disini, menemani dan mencintainya dengan sepenuh hati.

Kelemahanku. Aku memang lemah untuk meninggalkannya.

Bagaimana bisa kalian berhenti mencintai seseorang yang sudah kalian anggap sebagai 'rumah' ?

Bagaimana bisa kalian pergi disaat sesuatu sedang terjadi begitu indah?

Dewa memainkan jariku yang berada di telapak tangannya.

Tangannya menyentuh jariku, pelan, perlahan, dan terasa lembut.

Aku tidak bisa berpura-pura lagi.

Aku menggenggam tangannya.

"Nakal." Ucap Dewa sambil mencium puncak kepalaku.

Aku tertawa kecil, "Biarin." Ucapku dengan singkat.

Aku mencium pipinya sambil memegang kedua bahu Dewa.

Posisiku hampir berada diatasnya. Aku mencium rambutnya, kelopak matanya, perlahan.

Dewa memegang punggungku dengan kedua tangannya.

"It's my life
It's now or never
I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive.."

Aku menghembuskan nafasku dengan kasar.

Dewa melihat ke arah nakas lalu menatapku.

Setelah itu aku bangun dan duduk di pinggir ranjang.

"Sudah sering aku bilang, jangan pakai nada dering itu." Ucapku dengan ketus.

Aku menatapnya yang sedang berusaha mengambil handphonenya di nakas, "Ngagetin tau gak?" Ucapku lalu aku tinggal Dewa pergi.

Aku langsung menuju ke kamar mandi. Sedikit menguping pembicaraan Dewa, aku berusaha menetralkan pikiranku.

Istrinya sedang menelfon. Itu haknya dan Dewa memang berkewajiban untuk menjawab panggilan dari istrinya. Itu hal wajar yang dilakukan oleh suami istri.

Aku tidak bisa melakukan apa- apa. Aku tidak bisa melarangnya ataupun marah.

Memang, aku siapanya?

Aku Bukanlah Wanita PenggodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang