PROLOG

66 46 33
                                    

"Nggak nyangka gue bisa ketemu lo disini."

Sambil menghisap sebatang rokok, aku mendaratkan bokongku di samping cowok beraroma peppermint yang sangat familiar di rongga hidungku.

Aku yakin cowok ini adalah dia.

Cowok itu tampak terkejut, walaupun hanya sedetik. Ia dapat dengan mudah mengubah mimik wajahnya menjadi setenang mungkin. Tangan kekar yang tiap jarinya terpasang sebuah cincin bermerek meraih gelas kecil yang telah di isi bartender beberapa menit yang lalu. Kemudian menenggaknya sampai tak bersisa.

Ketika dia memalingkan wajahnya ke arah lain, dapat kulihat sebuah tato terukir di lehernya. Dan juga tindik di telinga kirinya.

Ingatanku kembali berputar.

"Tato, tindik, cat rambut isn't my style. Kamu harus tahu."

Aku menyeruput mie kuah mendengarkannya. Pura-pura tidak peduli. "Terus?" Sahutku tanpa menatapnya.

Cowok itu berdecak. "Kamu 'kan nanya!" Kemudian memukul belakang kepalaku dengan bantal sofa. Aku tersendak kuah. Memukul-mukul dadaku, aku meraih kotak pensil lalu bangkit dan berbalik.

Tanpa pikir panjang, aku balas memukul kepalanya dengan kotak pensil berkali-kali. "Bacot lo anjir."

Aku tersentak begitu musik yang semula beralunan slow dan nyaman di dengar diubah menjadi kencang dan berisik. Komposisi bass yang nggak beraturan dan terdistorsi sempat membuatku terhanyut. Para penghuni klub malam itu meninggalkan gelasnya dan mulai bersorak dan menggerakkan tubuhnya.

Menoleh ke kanan, aku baru menyadari kalau cowok itu telah menghilang.

Lantas aku berdiri, mencari-cari sosok cowok bertindik itu di setiap pelosok klub malam.

Begitu pandangan mataku menuju ruang utama, tempat DJ memainkan vinyl atau piringan hitam, aku melihatnya. Kulit pucat dan rambut kemerahannya tampak mencolok di antara para penjoget itu.

Dia benar-benar telah berubah.

·

Baru prolog, kalo responnya bagus w lanjutin. I hope you enjoy it.

Btw cover seadanya dulu ya hehe.

3 April 2018

Iridescent BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang