Mulanya

2.5K 520 46
                                        












"Gak gitu, contohku kamu minum cola setiap hari. Gempal. Gendut, obesitas lalu pulang keatas. Ngerti?"

Namjoon saat ini ada diposisi sebagai anak yang tidak tahu harus reaksi apa. Melihat wajah Seokjin yang serius depan mata jadi tidak tega untuk interupsi sekedar koreksi.

Lolipop strawberry, kesukaan jadi mengecil dan menghilangkan kesan Namjoon yang seolah memperhatikan. Fokusnya teralih pada gigitan lolipop, sementara Seokjin didepannya membawa buku tebal dipampang lebar cukup mengganggu hati.



"Namjoon,"

"Ya,"

"Dengar aku?"

"Setiap saat,"


Pukulan halus di dahi, Namjoon berhasil terkekeh. Seokjin mengerang kesal dan bahkan buku besar tadi diletakkan diatas meja kembali.

Posisi saat ini diruang tengah, dengan kotak pizza yang terletak berantakan. Cola lalu beberapa kaleng bir, serta kotak rokok milik Namjoon yang dirapikan Seokjin.

Penjelasan tentang apa, Namjoon bahkan tidak menangkap maksud dari segala materi Seokjin yang diberikan padanya semata-mata untuk semangat masuk universitas.

Umur boleh lewat dua puluh, tapi Namjoon butuh pendidikan.

"Iya, aku gak mengerti sama sekali."

"Bahkan dari dua jam tadi? Serius, Nam?"

"Gak pernah gak serius,"


Otak berdenyut, Seokjin nyaris hilang akal sehat. Marah meledak, "Lalu apa guna iq 148 mu gila,"

"Angka. Berguna buat nikah sama orang. Biar papanya nanti bangga ㅡwah mantuku iqnya tinggi."

"Banyak omong,"

Buku dilempar kepangkuan. Namjoon terkekeh dan Seokjin beranjak berdiri ketika pintu apartemen diketuk pelan bersamaan dengan bel.

"Wah, belajar ya?"

Wanita di usia senja, dengan senyuman lembut memikat. Syal coklat melilit leher kurusnya, tas kecil dipegang erat tangan keriput dan kurusnya.

Memperhatikan Namjoon yang membalas senyumannya sedikit senang, "Halo mama."

"Halo, sayang. Apa kabar?"

"Baik sekali,"


Namjoon bangun, membantu wanita itu duduk diatas sofa. Seokjin menutup kepalanya dengan tudung hoodie abu, ikut membantu perlahan.

"Mama kesini kenapa?"

Pertanyaan polos, wanita itu sedikit menyipitkan mata. Menatap Seokjin dan Namjoon yang ada didepan mata, lalu menghela nafas sejenak.

"Mau mengatakan sesuatu, sayangku."

"Apa itu?"

"Tentang Namjoon,"

"Oh, aku?"


Wanita itu tersenyum kecil, mengetuk tongkat yang dipegangnya dengan telunjuk. Memperhatikan Namjoon lamat-lamat. Seolah berpikir, tentang sesuatu yang tidak keduanya tau.

Seokjin meletakkan teh hangat yang baru saja dibuatnya, gumaman terima kasih membuatnya tersenyum. Manis, Namjoon sempat melirik.

"Namjoon diterima di universitas online untuk sarjana di konsulat Amerika. Rencanakan, selamat. Anakku."

Namjoon menaikkan alis sebelah, memiringkan kepalanya sejenak. "Maksudmu?"

"Urus pendaftarannya. Pergi sana. Dan kamu lulus dari yayasan, panti milikku berhasil muntah calon manusia sukses sekali lagi."


Ucapan wanita itu membuat keduanya terdiam. Senyuman lembut wanita yang merawat mereka selama belasan tahun kini menenangkan hati, selalu lembut dan entah dilema apa.

Seokjin berhasil tersenyum saat itu, Namjoon melihat dari ujung mata. Dan mengalihkan pandangan, menyadari ada sesuatu yang aneh dalam diri.

Aneh, dalam artian manis.



























ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Anyone got it? Hahahahahaha :^)
terima kasih untuk kalian, ayo semangat untuk esok hari ヽ(`Д´)ノ

Timing ㅡknj x ksjTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang