Lamunan

47 2 0
                                    

Katamu, senja kemarin saat jingga dan kelabu menyatu, esok adalah rahasia.
Katamu, jangan bilang siapa-siapa.
Katamu, jika aku tahu dan mengerti maka cukuplah diam dan datang ke pelukanmu dipenghujung hari.

Aku meraba dalam butanya malam. Apa maksud dari kalimatmu itu? Hal ini meracau dalam benakku. Esok memanglah rahasia milik Tuhan, dan itu adalah suatu yang mutlak.

Namun, kurasa bukan itu yang hendak kau haturkan padaku.

Semenit sudah setelah jam dinding berdenting pertanda tengah malam. Aku terjaga, menoleh kesamping kananku melihat rupamu yang terlelap nyenyak. Lelahmu menguar disetiap suara yang kau keluarkan, meski terkadang itu cukup menggangguku. Lengan kananmu mengait kuat dipinggangku, memeluk erat dalam alam bawah sadar.

"Khiar, Khiar. Dalam berjuta lelah, mengapa kau masih kuat untuk sekedar memelukku dalam tidurmu?." aku mengelus pipinya, kini kuhadapkan seluruh tubuhku kearahnya. Tempias sinar rembulan merambat melewati punggungnya.

Ternyata sedang purnama.

"Ah, pertanyaan bodoh apa ini. Pasti kalau kamu mendengarnya akan langsung mencubit pipiku ya," aku terkekeh, memang sebal jika dicubit namun lain jika pelakunya adalah Khiar atau kedua orang tuaku.

Detik jam mengisi ruangan 5×5 meter ini. Sudah pukul satu dini hari namun mataku tidak mau terpejam. Aku sudah tidak memikirkan lagi tentang kalimat suamiku kemarin. Kini yang memenuhi kepalaku hanya bagaimana caraku melipur lelahnya.

Jam kerja nya saat ini sedang sibuk-sibuknya. Hari ini saja ia baru pulang, tepat jam 11 malam. Katanya selekas pulang tadi,"Bos benar-benar kebangetan, sayang. Kesalahan siapa, tapi yang terkena marah Pak Briwa. Duh, benar-benar ya haha" sambil melepas kemeja nya yang kemudian kugantung di belakang pintu.

"Lalu? Akhirnya bagaimana?" tanyaku,

"Untung saja Pak Briwa itu, sekretaris nya orang yang sabar ya haha. Ya, memang bukan sekali sih tapi beliau dibentak didepan pegawai yang lain." Khiar menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tapi pegawai yang lain tahu kan? Kalau semua itu bukan salah Pak Briwa?" aku mengikuti dirinya naik ke atas ranjang. Bersender di atas dipan dan mengikuti topik pembicaraannya lebih jauh.

"Ya pastilah, habisnya ya emang Bos ku tuh... Ya gitu hehe," Khiar menatap kearahku sambil terkekeh sendiri. Aku mengerutkan dahiku tanda tak paham.

"Keras kepala, dan hal negatif lainnya. Ya paling yang baik itu beliau akan selalu memberikan bonus bagi yang rajin atau lembur. Itu saja," Khiar, suamiku itu mengendikan bahunya. Menempatkan posisinya mendekat ke arahku.

"Kau lapar? Mau kuambilkan sesuatu? Atau sup? Tidak mandi dulu? Mau kusiapkan air hangat?" tanyaku bertubi-tubi padanya, kantung matanya bertambah besar, aku hanya ingin mengurangi lelahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOVE STORY[DRABBLE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang