Bayangan Aneh

12 0 0
                                    

<Dear bayangan, jangan salahkan aku jika kembali mencarimu. Karena itu yang kamu mau.>

***

Lelah rasanya jika harus naik turun dari lantai 2 ke lantai 1. Memang si hanya lantai 1, tapi jika dalam satu hari kamu akan melewatinya berulang tentu akan merasakan lelah juga. Tubuhku memang kecil, tapi seperti kata tetanggaku 'Nanda' tenagaku juga kecil alias gampang cape. Ini adalah ketiga kalinya aku harus naik turun tangga, dan parahnya lagi aku harus ke ruang guru yang berada jauh dari kelasku. 

"Ada yang bisa Bapak mintain tolong untuk mengambil buku pekerjaan kalian di kantor saya?"

"Tolong satu anak menghadap Ibu di kantor, selepas ini."

"Tolong salah satu dari kalian ambil patungan kuno di ruangan saya."

Please, jangan pernah katakan 'tolong' jika ada aku. Entah kenapa, aku hampir tak pernah bisa untuk tidak melakukannya. Jika kata 'tolong' itu diucapkan. Kata itu seperti sebuah perintah yang spontan aku akan mengacungkan jari atau menawarkan diri untuk membantunya. Beruntungnya, selama semester awal aku sekolah disini, tak ada yang menaruh curiga atau mengetahui hal tersebut.

Jarak yang jauh selain membuatku lelah, patung kuno yang saat ini aku bawa juga cukup berat. Ya, saat ini memang tengah berlangsung mata pelajaran seni budaya, mengenai seni patung.

"Tak adakah satu orang pun yang bisa membantuku membawa ini, huuf" aku menghempas nafasku berat. Merasa lelah aku berhenti sejenak, dan mengamati sekililing berharap ada seseorang yang bisa membantuku.

Tapi anehnya, sekolah terasa begitu sepi. Sepertinya semua siswa begitu rajin, tidak ada seorang pun yang berkeliaran dijam pelajaran. Entah itu ke wc, menyelinap ke kantin, atau ke perpustakaan.

"Kalau kayak gini si aku butuh doraemon, buat pinjam alat yang bisa kecilin berbagai macam benda yang besar."

Aku mulai berimajinasi yang tidak-tidak. Setetes dua tetes keringatku mulai mengalir. Sepertinya aku tak sanggup membawanya ke atas, lebih baik aku panggil anak cowok di kelasku.

Aku menepikan patung kuno ini, di dekat dinding. Kemudian meninggalkannya untuk pergi ke kelas. Namun ketika hendak naik anak tangga pertama, tiba-tiba aku melihat sebuah bayangan. Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan bayangan tersebut. Hanya saja entah kenapa aku tertarik untuk melihatnya. Bayangan itu muncul di dekat ruang penyimpanan peralatan olahraga.

"Hey, ada orang di sebalah situ." Aku berkata keras, namun tak ada jawaban. Hanya saja bayangan itu nampak bergerak.

"Pak Tono ya, atau Pak Jarwo?." Aku menerka, siapa tahu pak Tono penjaga gerbang atau Pak Jarwo juru kunci sekolah ini.

Masih tak ada jawaban, aku menghentikan langkahku saat posisi bayangan itu begitu dekat. Rasa penasaran dan debaran jatungnku saling beradu. Sebenarnya ini salah satu hal yang membuang-buang waktu, tapi rasa penasaranku mendorong untuk melihatnya.

"Halooo, siapa di situ? Orang atau hantu, atau jangan-jangan kamu kucing, atau kambing, atau kecoa." Bodoh, aku menepuk jidadku sendiri. Jelas-jelas itu adalah bayangan orang.

Satu langkah, dua langkah aku mulai mendekat kembali, dan....

"Waaaaaaaa!"
"Ngapain pakai teriak segala." Kedua tangannya berdecak pinggang, alisnya memicing sebelah.

Aku masih dengan posisi kaget, dengan sedikit mulut yang terbuka. Mataku melolot, dan nafasku memburu. Tiba-tiba saja bayangan itu, muncul dengan mendadak. Rambutnya benar-benar berantakan untuk kategori seorang pelajar, bajunya jangan ditanya sangat tidak rapi. Kalian pasti bisa menebak siapa yang saat ini ada di hadapanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

COME TO METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang