2|Unpredictable Meeting

2 1 1
                                    



Hal yang paling menyebalkan sekaligus merepotkan bagi seorang Kim Taeyong adalah dipilih menjadi pengurus kelas. Sialnya ia disuruh menjadi bendahara menggantikan Lee Han-Byul yang sudah berhari hari tidak masuk karna terkena demam tinggi.

"Tenang saja Taeyong-ah, hanya sementara." Ujar ketua kelas sembari menepuk nepuk pundaknya.

Walaupun sementara tetap saja menyebalkan! Seru Taeyong kesal, dalam hati tentunya.

Menjadi bendahara sementara. Kenyataan itulah yang membuat wajahnya masam sepanjang hari. Dan satu lagi, Kim Hyejin yang notabene kekasihnya terus saja menertawakannya alih alih menenangkan atau memberinya semangat.

"Hei, sudahlah. Anggap saja ketua kelas kita percaya padamu. Jangan jadikan beban, Taeyong-ah. Lagipula jika wajahmu masam terus, bisa bisa aku disangka sedang bicara dengan jeruk." Taeyong tetap saja menggerutu kesal, membuat Hyejin juga ikut kesal dibuatnya. "Lagipula menjadi bendahara sementara tidak terlalu buruk kok."

Dan sebagainya. Rusak sudah anggapan Taeyong kalau semester kali ini merupakan semester yang paling tenang dan santai. Yah, siapa yang tau kalau anggapan itu hanya akan bertahan selama 1 minggu?

"Bagaimana kelas tambahan kemarin?" Taeyong mencoba mengalihkan pembicaraan.

Bibir Hyejin mengerucut. "Membosankan tanpa dirimu."

Taeyong tertawa kecil. "Itu balasan untukmu yang membiarkanku kebosanan saat liburan kemarin."

Kim Hyejin mendecak, memasang raut cemberut, "Aku tidak tau kalau kau itu tipe lelaki yang pendendam, Taeyong-ah."

Lagi lagi Taeyong tertawa. Namun tawanya seketika terhenti saat melihat Kang-Rin berjalan melewati bangkunya. Ia sadar baru kali ini melihat gadis itu dikelasnya. Apa mungkin benar yang dikatakan gadis itu kalau Taeyong hanya peduli dengan dunianya saja?

"Kau kenapa?" tanya Hyejin dengan nada yang masih jengkel. Taeyong menjawabnya dengan gelengan. Namun tatapannya kembali pada Kang-Rin yang sudah membaca buku di tempatnya.

~

Taeyong meregangkan tubuhnya yang terasa pegal. Dilihatnya Han Kang-Rin yang masih tekun membaca buku tebal, bahan untuk makalah tugas sejarah mereka. Ini kali kedua mereka duduk di perpustakaan kota untuk menyelesaikan tugas kelompok.

"Kau tidak lelah?" Kang-Rin menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca. Taeyong menghela nafas lalu kembali mengetik kalimat yang sudah ditandai oleh Kang-Rin di laptopnya.

Terlalu sunyi, batin Taeyong. Disumpalnya kedua telinga dengan headset. Segera saja suara serak Shawn Mendes yang diiringi gitar akustik mengalun membuat kepalanya bergerak seirama dengan musiknya. Bukankah sebelumnya sudah dibeberkan kalau lelaki itu sangat benci suasana dingin dan kaku?

Taeyong menoleh ketika headset di telinga kanannya dicabut. Matanya menatap Kang-Rin dengan arti tatapan kenapa?

"Ini bahan terakhir yang kita perlukan. Kau ketik saja semua, nanti akan kukirimkan kesimpulannya." 2 buah buku tebal disodorkan padanya, ia hanya bisa mengangguk angguk pasrah menerima buku itu dengan perasaan agak kesal. Kenapa banyak sekali yang harus diketik, sih? Rutuknya. "Hari ini kita selesai."

"Eh? Selesai? Ini baru jam 6 sore."

"Aku harus kerja." Han Kang-Rin membereskan peralatan tulisnya dengan terburu buru. Melihat itu, Taeyong juga ikut membereskan barangnya. "Kau mau pulang?" tanya Kang-Rin heran.

"Yap. Aku tidak tahan duduk manis di tempat begini. Seperti mau mati saja, ish." Ditutupnya laptop miliknya dan dimasukkan kedalam tasnya. Ia bangkit bersamaan dengan Kang-Rin. "Ayo,"

You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang