4|Belief

2 1 1
                                    


"Han Kang-Rin, kau dipanggil Oh ssaem di ruang guru."

Kang-Rin bergegas keluar kelas dengan perasaan gugup untuk menemui wali kelasnya. Ada apa? Apakah ia melakukan kesalahan yang fatal? Rasanya tidak. Jika tidak ada yang salah maka seharusnya ia tidak merasa gugup, bukan?

Namun seketika sebuah pikiran terlintas di kepalanya. Apakah ia belum membayar uang bulanan sekolah? Astaga, kalau begitu akan sangat gawat sekali. Gaji bulan ini sudah ia gunakan untuk membayar sewa flat dan obat neneknya. Selebihnya hanya ada uang untuk makannya dua minggu kedepan. Kang-Rin mendesah saat ia menyadari bahwa hidupnya tidak seharusnya semenyedihkan ini.

Dadanya kembali bergemuruh ketika ia sudah berada tepat di depan pintu ruang guru. Dengan perlahan dibukanya pintu itu dan masuk dengan tubuh membungkuk pada guru yang melihatnya. Matanya mencai meja Oh ssaem. Ia tidak pernah masuk ke ruang guru, jadi Kang-Rin sama sekali tidak tau kemana ia harus bertanya.

"Han Kang-Rin, kemarilah." Rupanya Oh ssaem melihat muridnya yang sedang kebingungan mencari dirinya. Han Kang-Rin pun langsung saja menghampiri Oh ssaem.

"Ada apa ssaem?" tanya Kang-Rin gugup. Dilihatnya Oh ssaem sedang memperhatikan selembar kertas di tangannya. Kang-Rin sangat yakin jika kertas yang sedang dipegang oleh gurunya itu adalah tagihan biaya sekolahnya. Atau paling tidak itu berhubungan dengannya.

"Saya sedang memeriksa formulir untuk kegiatan study tour," mendengar itu, Kang-Rin merasa sedikit lega. "Kenapa formulirmu kosong? Apa kau tidak ikut?"

"Ne, ssaem. Aku memutuskan untuk tidak ikut." Jawab Kang-rin dengan nada sedikit menyesal di dalamnya.

"Ssaem boleh tau alasannya?"" tanya Oh ssaem hati hati.

Di helanya nafas terlebih dahulu sebelum mengutarakan jawabannya. "Saya tidak punya uang, ssaem. Lagipula nenek saya sedang sakit dan tidak ada yang menemaninya."

Wali kelasnya yang memiliki rambut coklat gelap itu mengernyit bingung. "Memangnya orangtuamu kemana?"

Deg. Ini kedua kalinya di minggu yang sama ia mendapat pertanyaan yang sama. Pertama Taeyong dan kedua Oh ssaem. Dan ia benci, terlalu benci untuk sekedar mendengar pertanyaan itu. Jadi ia terdiam, memikirkan jawaban yang tidak akan membutuhkan penjelasan.

Oh ssaem rupanya sadar jika anak didiknya satu ini merasa risih atas pertanyaan yang di lontarkannya tadi. Apalagi mereka sekarang sedang berada di ruang guru yang penuh karna sekarang sedang waktunya istirahat.

Oh ssaem berdeham, membuat Kang-Rin mengangkat pandangannya yang tadi ia arahkan pada sepatu sekolahnya yang berwarna hitam. "Mau istirahat bersama?" tawar Oh ssaem. Kang-Rin mengernyit, tak kunjung menjawabnya karna bimbang. Namun akhirnya ia mengangguk, lalu mengikuti langkah Oh ssaem menuju ruang bimbingan konseling.

~

Siapa sangka Kang-Rin akan masuk ke dalam ruang bimbingan konseling dua kali pada hari ini? Mungkin yang pertama ia masih bisa menjelaskan alasannya. Namun yang kedua? Ia benar benar tidak tau tentang itu.

Han Kang-Rin terus menunduk dibawah tatapan tajam Oh ssaem. Bagi guru itu, ini juga kedua kalinya duduk berhadapan dengan muridnya yang pendiam hari ini.

"Sebenarnya ssaem sedikit tidak percaya kalau kau yang melakukannya." Perkataan Oh ssaem membuat Kang-Rin mengangkat kepalanya dan memandang guru di depannya dengan mata berair.

Tangannya dingin dan berkeringat. Ia takut. Kang-Rin ingin menangis sekarang, namun ia tidak boleh menangis ataupun takut karna dia tidak melakukan kesalahan apapun. "Ssaem, saya bersumpah tidak melakukannya. Sungguh, ssaem. Tolong percaya pada saya,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang