0.1

26 3 0
                                    

'Jangan menilai sesuatu hanya dari satu pertemuan tapi, kenali lebih dalam maka kamu akan merasa nyaman.'

—R. Heart Archer

[Susu Vanilla]

Sebuah motor ninja merah tampak mengebut membelah jalanan kota Bandung. Dada bidang beserta otot perut sang pengendara pun tercetak jelas dibalik seragam putih yang tertabrak kencangnya hembusan angin, jaket jeans yang memang sengaja tak dikancingpun bergerak melambai mengikuti alur sang angin.

Jam tangannya telah menunjukan pukul enam lewat dua puluh tiga menit, artinya ia hanya memiliki waktu tak sampai sepuluh menit untuk tiba disekolah tanpa hukuman.

Jaraknya menuju sekolah sebenarnya hanya beberapa belas meter lagi, namun itu masih tak dapat menghentikan bibirnya untuk mengumpat karena kemacetan.

Berbelok, Raziel segera mempercepat motornya saat melewati dua orang satpam yang tengah mendorong gerbang besar berwarna hitam milik sekolah.

"Astagfirullah, kapan murid yang suka kekebutan berkurang? Seneng pisan bikin kejut jantung." Satpam bernama Asep itupun mengusap dada, sementara partnernya yang bernama Komarudin hanya komat- kamit berdzikir agar jantungnya senantiasa kuat ketika mendapati seseorang mengebut melewatinya.

•••

Raziel melepaskan helm fullface-nya, menghirup oksigen sebanyak mungkin dengan jemari yang menyisir rambutnya kebelakang. Kemudian kaki jenjangnya bergerak lari, segera menuju ketempat absensi finger print sebelum bel benar- benar berbunyi.

Ini pertama kalinya ia terlambat, dan ini semua dikarenakan adik kecilnya yang tiba- tiba jatuh sakit disaat kedua orangtua mereka diluar kota. Bersyukurlah Raziel karena tetangganya dengan berbaik hati mau dititipi adiknya yang demamnya mulai turun saat subuh menjelang.

Kini Raziel masih berlari menelusuri lorong untuk sampai kekelas, kadang ia bingung sekaligus takjub, karena sekolahnya sangat besar seperti komplek perumahan.

Di tengah kakinya yang terus bergerak cepat, dari lorong disebelah kanannya tiba- tiba muncul gadis dengan topi baseball putih yang sama berlarinya. Tabrakan diantara keduanya tak terelakan dan Raziel tau dengan pasti bahwa tubuh gadis itu terbanting keras karena menabrak tubuhnya yang lebih besar.

"Auh, sakit amat sih." Gadis itu melenguh pelan, merapihkan roknya yang sedikit tersingkap kemudian mulai membenahi rambutnya agar kembali tersimpan rapih didalam topinya.

Raziel hanya memperhatikan tanpa niat membantu, bodoh memang. Tapi memperhatikan gadis didepannya sangat menyenangkan, ekspresi bingung dan cemasnya begitu lucu dimata Raziel.

Gadis itu bangkit berdiri, mengusap bokongnya yang terasa berdenyut akibat pertemuan tak terduganya dengan lantai. Matanya membelalak, dan sesegera mungkin ia melepas ransel hitamnya yang ternyata basah akibat susu yang ia bawa tumpah.

"Arghh, susu gue juga tumpah," Ia merengek sembari mengeluarkan semua barang dari ranselnya, beruntungnya ia karena buku- bukunya selamat sentosa.

Semakin lama diperhatikan, Raziel baru sadar bahwa gadis ini terasa asing. Ya, baru pertama kali Raziel melihat adanya siswi SMU Arthapura yang memiliki kulit sangat putih—nyaris pucat— dengan rambut merah tembaga yang tampak begitu kontras dengan wajahnya yang jelas bukan seperti orang Asia.

Raziel menatap badge name gadis itu, sebelum akhirnya berteriak karena kaki kecil berbalut sepatu converese menginjak kakinya cukup kuat.

"Kurang ajar! Gue jatoh bukannya ditolongin malah cuma nonton, terus sekarang lo malah liat- uhm li-liatin dada gue! Dasar cowok mesum!"

Raziel membulatkan mata, kemudian gelagapan, bingung hendak menjawab apa. Oh Tuhan, bantulah Raziel lepas dari kebodohan. Pemuda tujuh belas tahun ini berlagak seperti seseorang yang benar- benar tertangkap basah setelah menatapi aset berharga milik seorang gadis. Benar- benar bodoh.

"Gue gak bermaksud buat li—"

"Bullshit!"

Gadis yang Raziel ketahui bernama Harsha Raquella P. itu berlari menjauh, meninggalkan ia yang tengah berfikir dengan lamban. Tentu bukan memikirkan apa singkatan dari huruf P dari nama gadis itu, tapi ia memikirkan tindakan apa yang akan dilakukannya sekarang.

Menarik rambutnya frustasi, Raziel hendak membalikan tubuhnya untuk pergi kekantin karena sepertinya kegiatan belajar mengajar telah berjalan. Namun niatnya surut seketika, karena guru dengan wajah menyeramkan tengah menatap tajam padanya yang baru saja berbalik.

"Bagus sekali, bertengkar dikoridor, menumpahkan minuman dan sekarang kamu mau kemana? Kelas sebelas Mipa tiga arahnya tepat dibelakang kamu, seandainya kamu memang lupa." Guru itu tersenyum, atau lebih tepatnya menyeringai bengis.

"Saya mau ambil pel-an kok pak, suudzon itu dosa pak." kalau seandainya bapak lupa, lanjutnya dalam hati. Raziel benar- benar merasa sial hari ini.

"Yasudah cepat ambil dan bersihkan, kemudian segera turun kelapangan untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan keterlambatanmu."

Raziel mengangguk lesu, kemudian mulai berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil pel-an milik sekolah yang biasanya memang tersedia ditiap kamar mandi.

'Nista banget hidup lo El, kayak padi yang tumbuh disawah'

•••

Tbc♥️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Raziel Pramoedya [HAS#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang