25 | Sebuah Pengakuan

126 11 0
                                    

Suasana sekretariatan ormawa FE sangat ramai. Masuknya Juna di area itu, membuat semuanya bersorak. Sepertinya, kemenangannya kemarin sudah menjadi trending topic di FE. Dari awal ia melangkah mendekat ke area manusia manusia tak tau waktu ini, banyak yang memberikan selamat untuknya. Kemenangan Juna sudah seperti ia memenangkan pemilu presiden saja.

"Huaaa bapak presma gue anjir," teriak Devo ketika Juna baru saja melepas sepatunya di sofa lantai 2.

Juna hanya menggelengkan kepalanya, rasa ngantuknya lebih mendominasi sekarang. Bodo amat dengan kehebohan temannya, saat ini, ia butuh sekretnya untuk memejamkan mata sebelum jam mata kuliah.

"Makan makan ada lah Jun," ucap Steven, si biang keroknya BEM FE.

"Anjir, ini anak masuk masuk molor."

Iya, Juna sama sekali tidak menanggapi apa yang teman - temannya todong ke dirinya. Fokusnya saat ini hanya menenangkan sel - sel ngantuk di matanya.

"Cafe gue habis magrib," ucap Juna sebelum ia benar benar terlelap.

Suara sorakan dari teman - temannya membuat ia sedikit tersenyum di balik tidurnya. Nyatanya, keluarga BEM FA sangat menakjubkan. Ia belajar banyak hal dari organisasi ini. Rasanya, untuk meninggalkanya sangat menyedihkan. Apa yang bersamanya satu tahun ini harus rela ia tinggalkan.

Kalau boleh ia meminta dan egois, ia akan tetap bekerja di dua organisasi yang beda status dan kedudukan itu. Tapi, bisa pecah otaknya kalau mengurusi dua organisasi yang naungannya sama sama besar itu.

Tak ada sorakan lagi, semuanya fokus dengan kegiatannya masing - masing. Ada yang ngegame, ngurusin laporan, copy paste tugas kuliah, atau bahkan yang nyusul Juna tidur. Memang benar, karpet BEM FE gravitasinya sangat tinggi, walau ruangannya berantankan sekalipun, tetap saja tidur di sekret sangat enak.

"Permisi." Suara seseorang membuat kegiatan para manusia di sekret BEM FE mendadak mengalihkan pandangannya.

"M- Kak Juna ada?" tanya seorang gadis dengan balutan kardigan hitam yang di padukan dengan kaos putih dan jeans biru itu berdiri canggung di ambang pintu sekret.

"Astagaa bidadari siapa nyasar ke sini?" teriak Steven dari lantai 2.

Devo yang mendekat hanya tertawa mendengar ucapan temannya itu. Steven memang gak tau malu, sepertinya wibawa anak ormawa hilang gara - gara Steven. Nama boleh bule, tapi sikap rada rada.

"Cari siapa?" tanya Devo.

"Ngambil laptopnya Mas Juna," ucap Dena. Iya, Dena sudah mengetahui kalau Devo sudah tau mengenai hubungannya dengan Juna. Setelah kejadian dengan Novan waktu itu, sudah tidak ada lagi hal yang di tutupi dari mereka. Hanya saja, masih ada satu hal yang belum Juna ceritakan. Tentang, siapa Andreass dan perempuan yang di sebut Andreass berkali - kali ketika dirinya di culik oleh manusia tak beradab itu.

Devo mengangguk dan mengahadap ke arah Juna yang tertidur tanpa mau melangkah mendekat ke arahnya.

"Jun! Di cariin pacar lo!" teriak Devo yang membuat Dena membelalakkan matanya. Mati sudah dia saat ini.

Devo ya seperti itu, dia bisa menjaga rahasia tapi tidak dengan mulut lucknut nya itu. Untung masih pacar yang di sebut, bukan keceplosan teriak istri, bisa gempar warga FE.

Banyak mata yang menatap Devo, seolah menunggu penjelasan lebih lanjut dari Devo tentang apa yang baru saja manusia itu ucapkan.

Devo menatap satu - satu temannya. "Apa? Tanya sama pelakunya sendiri," ucap Devo sembari menarik tubuh Juna hingga lelaki itu terbangun. Memang sahabat lucknut ya hanya Devo. Membangunkan orang udah kayak ngebangunin kucing aja main angkat.

My Lovely Senior Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang