Apa kau bisa percaya denganku?
Kadang kala aku begitu sulit untuk bisa bersamamu. Ah, bukan kadang lagi, namun akhir-akhir ini aku begitu sulit untuk bersamamu.
Layakkah aku mendapat kepercayaanmu?
Di saat aku dengan lantangnya mengatakan bahwa aku akan membuatmu bahagia. Di saat aku dengan angkuhnya mengatakan ingin membuatmu tak terluka lagi. Di saat aku dengan cepat dan beraninya mengundangmu ke dalam duniaku. Namun semakin lama aku begitu melupakan keberadaanmu. Masihkah aku layak mendapatkan kepercayaanmu?
Yang selalu aku katakan "percayalah padaku, aku akan membuatmu bahagia, aku tak akan membuatmu terluka. Bahkan jika kau mengalami kesulitan, ceritakan segalanya padaku." Aku menyadari kesalahan itu. Aku menyadari jika saat ini aku acuh tak acuh terhadapmu. Bukankah aku begitu jahat? Setelah banyak mengumbar janji, nyatanya aku tak mampu merealisasikannya. Aku hanya pembohong.
Di saat kau terluka, aku tahu, tapi aku mengabaikannya. Bukankah aku orang terbrengsek yang pernah kau kenal?
Kenapa kau masih bertahan denganku?
Tidakkah waktu satu bulan bersamaku telah menjawab segalanya? Namun mengapa kau masih berada di sisiku?
Tidak. Aku tidak menyalahkanmu. Hanya saja aku menyalahkan diriku sendiri terhadap apa yang kau alami kini.
Kian hari kau begitu menyedihkan. Kau semakin diam. Kau semakin mengurung dirimu.
Aku, aku takut jika kau pergi meninggalkanku. Pergi jauh seperti kedua orangtuaku yang begitu aku sayangi. Aku takut karena kesalahanku, karena keberadaanku, karena kau mengenalku, kau akan pergi meninggalkanku. Tak bisakah kau berbagi kisah denganku?
Jadi ku mohon, katakan apapun yang ingin kau katakan. Ceritakan semua yang ingin kau ceritakan. Jangan sembunyikan lagi semuanya. Jangan tunda lagi mengatakannya.
.
.
.
.
.
"Lu..." memanggil nama yang satu bulan ini sudah begitu jarang ia sapa. Begitu jarang ia ajak bercengkeraman. Begitu jarang ia ajak bercanda tawa seperti saat mereka masih berusia lima hingga sepuluh.
Yang dipanggil pun menoleh dan sedikit berdehem tanda atas jawaban dari panggilan itu. Tak ada kata lain lagi sampai Sehun terpaku menatap Luhan selama dua menit. Hingga pikirannya sendiri yang menyadarkannya.
"Lu, apa kau sakit?" Bodohnya dirinya yang bertanya demikian. Ia begitu tahu keadaan Luhan kini namun ia masih bertanya hal yang sudah ia tahu. Sekedar memastikan? Itu hanyalah kalimat bodoh yang selanjutnya akan menuntunmu ke jurang begitu gelap.
"Tidak, aku baik-baik saja" senyuman dipaksakan terbentuk. Diikuti dengan mata menyipit. Namun mata itu pula yang seolah memberi tahu segalanya. Memberi tahu betapa menyakitkannya hal-hal yang sudah Luhan lalui.
Tatapan yang begitu menyiratkan kehampaan dan seolah begitu lelah dengan apa yang ia alami. Semuanya tidak baik-baik saja. Ya semuanya, hingga kedekatannya dengan Sehun. Ia anggap sudah retak.
"Kau tak perlu mengkhawatirkanku. Aku tahu kau sudah cukup lelah dengan beban kantor dan yah...kau tak usah memusingkan tentangku, aku bisa mengurus diriku sendiri karena aku tak mungkin selalu bergantung dengan orang lain. Bukankah aku akan menjadi anak manja jika seperti itu?" Sambil tertawa renyah dan membuat Sehun yang berdiri di hadapannya mengerutkan alisnya. Semua yang Luhan ucapkan memang benar adanya, namun kenapa hatinya terasa sakit saat mendengarnya? Begitu berdenyut saat mendengar semua kata itu begitu bebasnya keluar dari mulut pucat Luhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave Me Alone (HunHan) | ✔
FanfictionI will protect you until whenever... If you leave me, maybe I can't live anymore Please, don't even thing like that, Lu Aku begitu takut kau pergi meninggalkanku, aku lebih memilih pergi ke tempat yang jauh dibandingkan harus merasakan bagaimana sak...