Tatapan Awal

59 10 5
                                    

       Keadaan sekolah tak seperti biasanya, waktu memutar dengan cepat. Tak ada suara di setiap lorong kelas, hanya ada suara gesekan kaki para guru yang menjaga.
Hari ini ujian kenaikan kelas, gerombolan cowo  yang terkenal sangat nakal sejagat sekolah pun tidak petakilan seperti biasa. Meski ada saja hal yang membuat gatal tangan para guru, untuk memukul mereka.


Cowo XI-5 SMK Mahadika 1, yang memang menjagat kenakalannya. Kali ini terdiam, kaku dikurisnya.
  Telunjuknya terus mengetuk-ngetuk meja, bersuara selaras dengan pulpennya. Dia menggaruk pundaknya yang tidak sama sekali gatal , otaknya memutar-mutar. Logika bercampur dengan tekanan rumus Biologi yang tepat didepan matanya.

      Mampus gua!! Gak tau lagi rumusnya, shit!.  Batin Rion seketika membuat lengkungan yang sulit untuk diluruskan. Melemparkan arah keadaan, yang tidak biasa di hadapan matanya.

Telunjuknya berhenti, seraya melihat seorang pria berpostur tubuh tinggi. Menatap tajam, dengan pupil coklat yang pekat. Matanya melotot "Kamu ngapain? Cepet kerjakan!"
Ini mimpi buruk bagi Rion, hanya ada pensil, penghapus dan kertas ujian yang menemaninya.

"Hehehe, lagi mikir Pak"  Tawanya santai, tanpa merasa bersalah dengan apa yang barusan, dia lakukan. Membuat konsentrasi 1 kelas buyar dengan ketukan jemarinya.

"He-he-he-he! Jangan banyak omong kamu, ini sudah setengah jam dan Kamu baru mengerjakan 6 soal. Cepat!"
Bentak Pak Randi, yang terkenal dengan kumis tebal, tatapan tajam, gebrakan meja, dan ke- killer annya.

       ***

Kerinduan menyelumbung masuk memberontak, tanpa memberikan isyarat. Tidak peduli siapa yang ia berontak. Kesendirian yang membuat tubuh gemetar, dilanda kepedihan.
Itulah yang di rasakan cewe 16 tahun, yang duduk di kursi taman. Menyendiri, membungkam semuanya, menepis sedikit angin yang melewati sekujur tubuhnya.

      Tatapan miris di tunjukkan, air mata mulai membendung dan membentuk hujan kecil di pipi mungilnya.
"Sanggi!! Kak Sanggi Larasatya lo dimana?" Cewe itu menoleh, telinganya bergetar mendengar siapa yang memanggilnya dengan kencang. Air mata yang jatuh, segera dia usap dengan punggung tangannya.

"Ada apa?" Cewe yang bernama Sanggi itu beranjak dan mulai menatap adik sepupunya.

"Dimana buku pr--gua? Tadi kan lo yang naruh di sofa"

"Gak tahu. Lagian tadi lo yang minta buat di taruh di sofa. Yaudah gua taruh, Bibi kali yang beresin"

"Sanggi! Plisss bantuin gua nyari!. Itu penting banget, besok harus ada karna kalo gak ada abis gua sama Bu Nasila"

"Liontin Biru" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang