Chapter 1

95 14 1
                                    

Disaat aku berumur 6 tahun, ibu mendaftarkan aku sebagai murid disalah satu sekolah. Aku sangat senang mendengarnya karena bersekolah adalah cita -cita ku pada saat itu. Aku berharap dengan sekolah aku tidak akan kesepian lagi karena setelah kaki ku yang sering sakit, ibu memutuskan untuk menitipkanku di rumah nenek yang mempunyai kontrakan yang biasa kupanggil " mbah ningsih " walaupun si mbah sangatlah baik kepadaku namun aku sangatlah bosan disana karena tidak ada mainan ataupun teman yang mau bermain denganku.
Pada suatu siang saat ibu ku pulang menjualkan lontong sayurnya aku mendengar percakapan ibuku dan mbah ningsih mengenai sekolahku. Awalnya aku sangat senang bahwa ibu akan mendaftarkan aku di sekolah YPAC, Namun, setelah mendengar penjelasan terkait sekolah tersebut aku sangatlah sedih karena sekolah tersebut adalah salah satu sekolah khusus yang diperuntukkan bagi mereka para penyandang cacat. Aku sungguh kecewa terhadapnya bagaimana bisa ibu menyekolahkan aku di tempat seperti ini. Ibu benar - benar tega kepadaku. Setelah mendengarnya aku menjadi sosok yang lebih pendiam dan pemurung. Menyadari hal tersebut ibu lebih berusaha untuk menghiburku dengan membelikan makanan kesukaanku setelah pulang dari menjual lontong sayur yaitu kerak telor kang asep yang merupakan salah satu penjual kerak telor terlezat dan terkenal di daerahku.

Namun, tampaknya ibu menyadari bahwa sepertinya hal tersebut tidak mengurangi kesedihanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namun, tampaknya ibu menyadari bahwa sepertinya hal tersebut tidak mengurangi kesedihanku. Beliau sangat bingung atas perubahan sikapku yang berubah. Maka dari itu, pada saat sebelum tidur ia memeluk sambil mengusap kepalaku seraya bertanya
" Ada apa denganmu putriku? Mengapa kau tampak sangat sedih dan murung? " Tanya ibu sambil memegang pipiku dengan kedua tanganya
" Aku tak percaya bahwa ibu akan menyekolahkan aku di YPAC " Jawabku sambil menunduk dan berusaha untuk menahan air mataku
" Apakah kamu tidak menyukainya? " Kata ibu sambil menatap mataku
" Iya, aku tidak menyukainya. Apakah aku tidak pantas untuk sekolah ditempat layaknya orang normal bersekolah? " Tanyaku
" Tidak, bukan seperti itu. Kamu pantas untuk sekolah disana. Hanya saja ibu ingin putriku yang cantik ini selalu dekat dengan ibu. Sekolah YPAC itu tidak terlalu jauh dari sini jadi ibu dapat dengan mudah menjemput dan menemuimu jika ibu rindu. Apakah kamu mau jika berjauhan dengan ibumu ini?" tanya ibu padaku sambil berusaha tersenyum simpul
Aku menjawabnya dengan gelengan kepala yang cepat sehingga membuat ibuku tertawa seraya berkata
" Apa yang ibu lakukan saat ini semuanya adalah untuk kebaikanmu. Ku mohon janganlah murung dan bersedih! Karena Ibu tak ingin melihatmu begitu. Kau adalah satu -satunya harta berharga dihidupku saat ini " jelas ibuku sambil menitikkan air matanya dan memeluku
"Aku sayang ibu" balasku sambil memeluknya dan menghirup aroma tubunya yang menenangkan hingga tanpa sadar aku pun tertidur

--00000--
Sekarang, aku paham mengapa ibu mendaftarkan aku di sekolah ini selain alasanya yang tidak ingin berjauhan denganku ternyata ada hal lainya yaitu ia tidak ingin aku merasa berbeda. Pada awalnya aku tidak menyadarinya namun saat aku bersekolah disana aku belajar banyak hal seperti rasa bersyukur dan menghargai apa itu artinya perbedaan. Karena ditempat ini aku menemukan teman-teman yang sangat luar biasa. Mereka dengan segala ketidaksempurnaanya berjuang menghadapi takdir yang telah digariskan dengan semangat dan kegigihan yang luar biasa. Hal inilah yang membangkitkan semangatku dan menyadarkan aku bahwa menjadi berbeda itu istimewa.
Aku bersyukur atas karunia yang telah diberikan tuhan kepadaku karena setidaknya aku lebih beruntung dibandingkan temanku yang lainya karna aku masih dapat mengikuti kegiatan sekolah dengan baik tanpa halangan apapun karena ada beberapa murid yang sangat sulit mengikuti pelajaran bahkan Butuh kesabaran ekstra untuk mengajarkannya. Aku cukup pintar dari teman - temanku yang lain sehingga guru - guru pun sangat menyayangiku. Tak jarang aku disuruh untuk mengajarkan teman-temanku yang belum mengerti pelajaran dengan baik sehingga aku pun mempunyai banyak teman.
Sungguh bodoh jika membayangkan apa yang selama ini telah aku lakukan. Seharusnya aku tak menyesalinya. Ternyata, kondisi yang aku alami tidak seburuk mereka. Anggota tubuhku masih lengkap walaupun kaki kiri ku tumbuh tidak sempurna namun dibandingkan dengan mereka kondisinya sangatlah jauh. Mereka ada yang tidak memiliki anggota tubuh yang lengkap, panca indera yang baik bahkan mental yang baik untuk menunjang berbagai aktivitasnya.
Aku malu dengan mereka yang tak pernah mengeluh akan kondisinya. Selalu berusaha mengerjakan sesuatu dengan sendirinya tanpa meminta bantuan kepada orang lain. Cara pendidik dalam mengajarkan murid disana pun jauh berbeda dari biasanya. Karna disini kami dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan kekurangan yang kami miliki. Karena kondisiku yang seperti ini maka dari itu aku dimasukan ke dalam kelas " melati " yang terdiri dari beberapa murid yang memiliki kecacatan fisik namun panca indera nya dapat berfungsi dengan baik.
" selamat pagi semuanya. Bagaimana kabarnya hari ini??"kata bu sinta dengan riang kepada murid di kelas
" Alhamdulillah, luar biasa, allahu akbar. " Jawab semua murid
" Baiklah pada hari ini kita akan belajar mewarnai. Nanti ibu akan memberikan kertas gambar serta pensil warna yang telah dipersiapkan " jelas ibu sinta
" baik buu " ujar para murid
Guruku membagikan sebuah kertas berisi gambar buah mangga kepada masing - masing murid serta membantu kami dalam menyiapkan berbagai peralatan yang akan digunkan dalam proses mewarnai gambar tersebut. Ku lihat mereka sangat menyukai pelajaran tersebut. Karena nampaknya teman-temanku yang lain sangat serius dan terlihat asyik ketika mereka mengerjakanya. Aku teringat satu hal, terdapat salah satu temanku bernama helen yang saat ini tidak mempunyai kedua tanganya. Akupun mencoba mencari dia untuk menolongnya dengan menanyakan kepada bu sinta dimana keberadaanya. Ibu sinta pun menujuk di sudut belakang ruangan dimana aku melihat helen yang saat itu ditemani guruku yang lain bernama pak agus sedang duduk dilantai dengan senyum di wajahnya dan berusaha mewarnai gambarnya dengan menempatkan pensil warna disela - sela jemari kakinya. Akupun heran dan berusaha untuk mendekati mereka berdua.
" Hei Shella kemarilah! Mengapa kau berdiri di situ. apakah kau sudah selesai mewarnai gambarnya?" Tanya pak agus sambal tersenyum kepadaku.
Mendengar namaku dipanggil aku pun tersadar dari lamunan dan berusaha menguasai diri dengan menjawabnya dengan gugup
" hmmmm itu pak...aku belum menyelesaikanya. Maafkan aku " jelasku sambil memegang leherku yang merupakan kebiasaanku disaat sedang gugup
" Mengapa kau tidak menyelesaikanya?" tanya pak agus lagi kepadaku
" tadi aku sedang mengerjakanya namun aku teringat helen dan ingin menolongnya. Lalu aku pun mecari dan menanyakannya kepada bu sinta sehingga aku melihat dia sedang bersama bapak saat ini. Setelah aku melihatnya, aku langsung berpikir apakah helen tidak sulit mewarnai gambar tersebut dengan kakinya itu?"
" aku biasa melakukanya dan aku senang " jelas helen sambil tersenyum riang kepadaku
" apakah kau tidak pernah merasakan kesulitan atau sakit saat melakukanya?" gumamku pelan
" Pada awalnya memang sulit namun saat ini aku telah biasa. Aku minum dan makan dengan kedua kakiku. Walaupun hingga saat ini aku masih dibantu tapi aku terus mencoba melakukanya dengan baik agar dapat melakukanya sendiri tanpa harus dibantu lagi " jelasnya sambil terus berusaha menyelesaika gambaran tersebut dengan kedua kakinya
Mendengarnya aku langsung tersadar bahwa dibalik tubuh kecilnya yang tidak sempurna ia adalah sosok gadis yang kuat dan tegar. Aku pun tertunduk lesu karena mengakui kesalahanku yang sering kali tidak percaya diri dengan ketidaksempunaanku dan cenderung menyalahkan tuhan atas segala yang terjadi dihidupku. Melihat hal itu pak agus pun mengusap kepalaku seraya berkata kepadaku
" Menjadi berbeda bukanlah suatu kesalahan tapi keistimewaan " ujarnya sambil menatap mataku yang berusaha menahan tangis.
Aku pun langsung menganggukkan kepalaku dan mengucapkan sesuatu kepadanya sambil tersenyum
" Terima kasih pak". Pak agus pun langsung memeluku dan membimbingku kembali ke tempat mejaku agar aku dapat menyelesaikan gambarku.

--00000-

   Saat aku melihat ibu didepan rumah yang pulang dari berjualan, aku pun sangat senang dan tidak sabar untuk menunjukan sesuatu kepadanya yaitu gambar hasil mewarnaiku di sekolah
" Ibuuuuu...." ujarku sambil berlarian kearahnya untuk memeluknya sambil memegang kertas hasil mewarnaiku
" Hei ada apa sayangkuu? "tanya ibu sambil berlutut dan tersenyum kepadaku
" Ibu tadi shella belajar mewarnai di sekolah. Dan ini hasilnya" ujarku riang sambil memeluk leher ibuku dari samping dan menunjukan kertas gambarnya
"Oh benarkah...wah ini bagus sekali nak.ibu bangga terhadapmu" katanya sambil mencium pipiku yang gembul dan membimbingku untuk masuk kedalam rumah sambil membawa peralatan jualanya yang cukup banyak
Setelah ibu merapikan dan membersihkan diri ia langsung menemaniku yang sedang duduk di depan meja kayu kecil sambil memainkan pensilku mencoba untuk mengikuti garis titik pada buku yang telah diberikan bu sinta kepadaku sebagai tugas harian yang harus dikerjakan. Sambil mengerjakanya, aku bertanya kepada ibu
" buuu.."
" Iya putriku??" jawabnya yang sedang duduk disebelahku sambil melihat aku yang sedang mengerjakan tugasku
"Mengapa aku selalu berbeda?" tanyaku menghadapkan wajahku kearahnya seraya bertanya
"Apa maksudmu ?" kata ibuku berbalik bertanya kepadaku
" Apakah aku punya ayah ? tanyaku seraya melanjutkan
" Tadi aku melihat helen dijemput ayah dan ibunya saat pulang sekolah. Aku juga melihat ayu, rino dan andi melakukan hal yang sama. Aku ingin sama seperti mereka juga" jawabku sambil menunduk
Tampaknya ibu cukup terkejut dengan pertanyaan yang telah kulontarkan karena setelah pertanyaan tersebut ku berikan ibu masih diam dan hanya menatap ku dengan pandangan sedih lalu mencoba menjawab
" Apakah tidak cukup hanya ibu? Apakah kau tidak menyayangi ibu lagi sehingga kau menanyakan soal ayahmu?"
" Tidak..bukan seperti itu.. aku hanya merasa..." jawabku panik
" Ibu mengerti perasaanmu. Tapi bisakah kita menceritakanya nanti saja karna ini sudah malam dan kau juga belum menyelesaikan tugasmu. Ibu juga masih harus menyiapkan bahan -bahan untuk jualan besok. Ibu berjanji akan menceritakanya nanti "
Setelah mengatakan itu, ibu langsung berdiri dan pergi menuju dapur untuk menyiapkan berbagai persiapan jualanya besok. Dan itulah saat pertama dan terakhir kali aku membahas mengenai ayahku. Aku tidak ingin membuatnya sedih lagi.

--#####--

UnhappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang