Langit biru dipenuhi rindu. Sendu tapi penuh deru. Mungkin itulah alasan mengapa banyak muda-mudi yang nyaman dan betah berlama-lama dipinggiran gedung yang katanya menyimbolkan persatuan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum ini.
Kau tahu, dulu aku pernah berdoa kepada Tuhan, semoga kita disatukan dalam satu langit. Aku pernah berdoa agar kau tabah menemani perjuanganku sampai akhir skripsi. Bahkan aku pernah berjanji untuk menuliskan namamu di halaman persembahan skripsi sarjanaku nanti. Dan Tuhan mengabulkan, kita diizinkan berjuang dalam satu langit. Setidaknya aku takkan pernah merasa sendirian lagi kalau butuh tempat untuk bersandar dan pendengar semua ocehanku yang mungkin hanya berisi keluhan.
Siang menuju sore. Muka lelah dan kusut yang tergambar dari ekspresi mukamu. Tapi aku tak berani bertanya apakah kau lelah, biar saja. Seperti biasa, setiap senin jadwal kita bertemu. Belajar bersama mungkin satu dari sejuta alasan untuk menuntaskan rindu dan mendapatkan senyum manismu. Tidak, aku serius ingin belajar agar nanti dapat kauceritakan kepada anak cucu ketika jodoh telah memisahkan. "Dulu, ayah dipaksa setoran vocabulary setiap senin oleh budemu. Kalau ayah tak hafal, budemu pasti marah-marah dan minta dibelikan es krim matcha", mungkin seperti itu nanti kau akan menceritakan kenangan dan perjuangan.
"Dulu, aku tak punya teman. Banyak yang membullyku. Mencontekpun tidak bisa. Lalu aku bangkit, agar aku tak diremehkan lagi. Namanya juga manusia, pastilah pendendam. Jadinyaa aku balas dendam sama teman-temaanku. Pas ujian, mereka tidak kucontekki. Dan akhirnya mereka menjadikanku teman agar dapat contekan dariku. Setidaknya aku tak butuh mereka. Mereka yang butuh aku", spontan aku bercerita dengan tujuan awal untuk memotivasimu agar bangkit, tapi nyatanya ceritaku membuka aibku sendiri yang pendendam.
"Aku ga butuh kamu", kalimat itu kau ucapkan lirih tapi tegas. Aku hanya diam, otkku mencerna makna tersirat kalimat yang kau ucapkan. Sakit ternyata. Bahkan untuk beberapa waktu bahkan sampai sekarangpun aku masih ingat. Mungkin benar katamu, kau tak membutuhkanku. Aku tak punya cukup uang untuk membantumu. Bahkan mungkin pelukan dan kasih sayang yang kuberikan tak pernah kaubutuhkan. Mungkin juga kedatangan dan keberadaanku tak pernah kau butuhkan dan kauharapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAMIT
Teen FictionKita pernah sedekat saudara. Lalu cinta ada dan membawamu pergi entah kemana. Harusnya ketika kau menolak perasaanku. Kau luruskan semua. Tidak pergi tanpa pamit seperti ini. Aku bersusah payah mempertahankan semua. Mengajakmu pulang ke rumah diman...