Memang novel dan drama adalah media pembelajaran hati. Banyak adegan persahabatan yang kemudian tumbuh cinta lalu mereka pisah karena salah satu dari mereka ternyata tidak punya rasa yang sama. Drama klasik mulai dari film india jaman Sharukh Khan sampai jaman Shaheer Sheikh. Plot yang mudah ditebak pembaca. Sayangnya, aku yang penyuka novel tak bisa memetik pelajarannya. Atau mungkin antara novel dan kau adalah dua hal yang sama-sama kuberi rasa. Akhirnya aku jatuh pada plot berdrama pertemanan yang harus jatuh cinta.
"Ngapain sih peduli dia?, emang dia ngehargai kamu?, gak usah dilanjutin!", aku terbiasa dengan kata-kata seperti itu bahkan kadang lebih pedas dari semua itu. Dan aku dengan lugunya tanpa peduli harga diri pasti menjawab, "dia adekku".
"halah alasan adek tapi nyimpan rasa, kenapa seh mertahano dia", "sfytduwysskhiywqdi", "ajduydhgsy". Dan aku kebal dengan mereka. Teman kelas yang nyiyir, turah, dan lain sebagainya. Tapi aku tahu, mereka begitu karena mempedulikanku.
Beberapa diantara mereka ada yang lebih halus dalam menghadapi aku yang patah, "apa aku salah jatuh cinta?, toh aku tak pernah menginginkannya. Aku tak pernah meminta untuk jatuh cinta kepada dia", dan temanku akan datang dengan mengelus punggungku seraya tersenyum, "nggak salah, nggak ada yang bisa disalahkan. Cinta memang begitu. Kuatkan, kamu mampu. Bangkitlah temukan yang baru". "Tapi dia adekku, coba kamu tinggalin adekmu. Tega?", keras kepalaku dan sifat ngeyelku sudah terkenal di kelas. Teman-temanku hanya akan tersenyum dan nyinyir, "mesti lak ngeyelan!".
Aku menyesal menjawabmu jujur kala itu. Andai aku berbohong dan mengatakan aku tak pernah menganggapmu seperti seorang kekasih. Mungkin semuanya akan baik-baik saja seperti biasa. Aku masih bisa nebeng kalau ke Surabaya atau kita masih bisa menikmati es krim matcha di depan warung bapak di depan pondok sana. Bahkan kau masih mau menemaniku berjalan malam-malam melewati frontage dan menyuruhku agar aku jalan diatas disebelah kirimu. Aku baru tahu, kau menyuruhku seperti itu waktu itu untuk melindungiku. Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAMIT
Teen FictionKita pernah sedekat saudara. Lalu cinta ada dan membawamu pergi entah kemana. Harusnya ketika kau menolak perasaanku. Kau luruskan semua. Tidak pergi tanpa pamit seperti ini. Aku bersusah payah mempertahankan semua. Mengajakmu pulang ke rumah diman...