18 Januari di Bali.
Debur ombak di pantai Tegal Wangi Jimbaran sore ini terdengar seperti dawai yang mengalun dengan indah. Setiap suara debur ombaknya membuat orang-orang yang mendengar menjadi merasa nyaman dan damai. Ditambah lagi dengan suasana matahari terbenam yang menakjubkan. Langit sore ini terlihat berwarna jingga cerah. Warna-warna yang ceria, seolah-olah langit ikut bersuka cita sore ini.
Seorang lelaki masih tetap berkutat dengan pekerjaannya. Berada di tepi pantai, membiarkan celana levis di atas lutut dengan baju kemeja putihnya basah oleh air laut. Kemeja putih itu mencetak tubuh yang indah.
"Yo, sekali lagi ya Andre. Coba lo tengok kesamping, terus itu bajunya agak kebawahin lagi. Biar keliatan bahunya ya" arah sang fotografer kepada modelnya yang sudah basah kuyup.
Andre menurunkan bajunya, bahunya yang mulus terlihat.
"Ok sip, tahan ya. Satuu.. dua.. tiga.." Satu potret ia dapatkan lagi.
Sang fotografer itu mengecek hasilnya. Setelah mengamati, ia tersenyum dan mengangkat jempolnya ke udara. Lalu bertepuk tangan untuk mengapresiasi kerja timnya yang baik hari ini. Semuanya bubar. Menjauh dari air laut yang asin. Kecuali Andre yang masih betah bercengkrama dengan air laut.
Ia kembali mengancingkan kemejanya. Setelah itu, tangannya menyapu air laut. Matanya memandangi matahari yang sedikit demi sedikit mulai menghilang. Ia tersenyum melihat keindahannya. Tiba-tiba saja, teringat dalam benaknya sebuah bayangan pria yang selama ini selalu ia pikirkan.
"Vindra.." panggilnya lirih.
Ia lalu mengangkat tangannya, menatap gelang yang ia sayangi. Gelang pemberian Vindra. Semenjak saat itu, Andre belum pernah melepaskan gelang pemberian Vindra dari pergelangan tangannya. Kemanapun ia pergi, ia selalu memakainya.
Gelang itu pernah menghilang beberapa kali sehingga membuat Andre harus mencarinya pontang-panting. Namun akhirnya selalu ia dapatkan kembali. Seolah-olah gelang itu memang ditakdirkan untuk terus ia miliki. Setelah memandang gelang itu cukup lama, ia mennciumnya. Meskipun terasa asin di bibir tapi ia tetap tersenyum. Ia merasakan Vindra selalu hadir bersama gelang itu.
Andre P.O.V
Hari menjelang malam dan jalanan cukup lenggang. Seharian ini aku disibukkan dengan pekerjaan yang sudah aku jalani sejak SMA dulu. Meskipun kini aku bekerja di perusahaan mertuaku, tetapi aku selalu menyempatkan diriku agar bisa menjadi model untuk majalah. Pekerjaan itu seperti tidak bisa dipisahkan denganku. Aku terkenal berkat pekerjaanku sebagai model. Karena itu, aku selalu merasa berhutang budi terhadap pekerjaan sampinganku ini. Karena dunia model lah aku bisa mendapatkan kesenangan materi yang berlimpah.
Jangan terkejut ketika aku mengatakan kata 'mertua'. Dua tahun yang lalu, aku menikah dengan seorang gadis. Anak teman ayahku semasa ia hidup dulu. Gadis itu bernama Vika. Ia gadis yang baik, memiliki mata yang indah dengan senyum menawan. Pada saat itu, aku terpaksa menikah dengannya karena kedua orang tuanya datang ke rumahku. Memohon kepada ibuku untuk mengawinkan diriku dengan anaknya yang sudah hamil duluan.
Pada awalnya aku menolak. Tetapi teman ayahku yang saat ini telah menjadi mertuaku itu terus mendesak. Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti apa yang mereka inginkan atas dasar persahabatan diantara ayahku dengan dirinya.
Kami menikah di Bali pada saat itu. Dengan perayaan yang cukup mewah dan tamu undangan yang banyak sekali. Selama acara pernikahanku dulu, aku terpaksa memasang senyum bahagia. Meskipun sejujurnya, hatiku merasa sedih karena teringat seseorang yang sedang berada jauh disana. Pernikahanku dengan Vika berjalan biasa saja. Tidak ada yang spesial. Setelah sah menyandang gelar suami istri, aku tetap tidak ingin satu kamar dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRANTA
Romance"Jika mencintaimu adalah sesuatu hal yang salah, maka hatiku tidak mau hal yang benar" Sebuah cerita tetralogi yang mengisahkan dua pria saling mencintai dalam diam.