4 pm

903 168 29
                                    













"Aku hanya punya 10% peluang keberhasilan," kata Jimin sembari menggengam tanganku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

















"Aku hanya punya 10% peluang keberhasilan," kata Jimin sembari menggengam tanganku. Aku tidak tahu mengapa, tapi kata-kata itu seperti merampas udara dari paru-paruku, aku tidak dapat bernapas dengan benar.



























Aku dapat merasakan tangannya yang gemetar di genggamanku saat ia melanjutkan perkataannya.





















"Aku akan memutuskan untuk operasi. Jika tidak, aku akan mati saat ini juga."





















Aku tidak dapat melakukan apa-apa untuk menyelamatkannya. Bahkan kenyataan dia telah menyelamatkanku berulang kali, tak terhitung. Aku hanya mampu melihatnya mati perlahan.





















"Jangan tinggalkan aku sendiri...... Jimin-ah."

Aku menangis di dadanya pada malam itu. Rasa sakit di dadaku terasa lebih hebat dari sebelumnya yang pernah aku rasakan, ini adalah rasa sakit yang menimbulkan tungkaiku seakan lumpuh. Merah tua yang mewarnai pergelangan tanganku saat pisau menggoresnya, tidak dapat disamakan dengan rasa sakit ini.

























Dan Jimin membawaku dalam pelukannya, tidak mampu mengucapkan apa-apa. Dia hanya memelukku erat, sampai aku tertidur. Aku merasakan ibu jarinya yang mengusap lembut pergelangan tanganku, kata-kata tersumbat di kerongkongannya.

Aku tahu, bahwa jika salah satu dari kami mengungkapkan perasaan kami, itu akan sulit untuk pergi secara keseluruhan.






















Jadi, perasaan kami tidak akan pernah terucapkan —tersampaikan



















"Ada jalan panjang hari ini di langit lagi," Jimin menunjuk ke arah langit, mengalihkan perhatianku untuk sementara. Aku menatap ke arah yang ia tunjuk, air mata menumpuk seakan akan siap jatuh kapan saja. Kehangatan sudah meninggalkan tubuh dia, dan aku tahu waktu sudah dekat.



























"Bukankah bagus, jika suatu hari, kita dapat duduk di pesawat bersama?" Jimin berkata untuk terakhir kalinya, sebelum membiarkan aku pergi. Kata-kata yang bukan apa-apa, hanya sebuah mimpi.
































Keputusasaan memenuhi hatiku saat aku melihat Jimin dibawa oleh beberapa staf rumah sakit. Hatiku dingin sejak aku melihat dunia ini, dan menjadi hangat di saat aku bertemu dengannya, yang hanya menuntunku ke kehancuran serpihan dimana setiap moment di tarik paksa.





















Di saat pikiranku kembali pada kenyataan yang ada, aku mendapati diriku menatap kosong ke tempat tidur disamping milikku, jam terus berdenting ke angka 4.





















Aku tidak pernah bertemu dengannya lagi.
























Tungkaiku terasa lemas kembali, namun aku tetap berjalan. Aku berjalan pelan ke rooftop, kegelapan menyelimuti setiap langkah. Aku menatap ketinggian ngarai di bawahnya, kebisingan menenggelamkan rasa sakit yang bergejolak di hatiku menuju ke seluruh tubuh.

























Aku akan bertemu denganmu segera. Suara-suara dikepalaku mengatakannya untuk memintaku bergabung dengan mereka.




























Dan aku mengikuti mereka.
























━━━━━━━

the end

━━━━━━━









.

4 pm | pjm x jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang