"Daniel. Ayo kita pulang". Ajakku sambil menarik lengan kemeja panjangnya. Dia manatapku tak suka lalu menghiraukanku. Dan berlanjut mengayunkan ayunan yang sedang didudukinya.
"Menyebalkan sekali". Sungutku kesal.
Dan pada akhirnya aku ikut terduduk di bangku taman bermain yang berjarak hampir sepuluh meter dari tempat Daniel bermain ayunan.
Kulihat dari jauh wajahnya yang tersenyum menampakkan gigi kelincinya, lucu. Tapi langsung kutepis pikiranku barusan. Dia menyebalkan, benar-benar menyebalkan. Dia yang mengajakku kemari tapi malah mengacuhkanku.
Dasar anak kecil, dia susah sekali diajak pulang. Aku penasaran seperti apa masa kecilnya sampai sudah sebesar ini masih saja susah diajak pulang dari taman bermain.
Langit diatasku sudah mulai mendung. Tapi beruang besar yang asik bermain ayunan itu masih saja terus mengayunkan ayunannya kedepan dan kebelakang sambil tersenyum lebar.
Sesekali kulihat orang yang lewat menertawainya tapi dia tetap saja melanjutkan acara ayunannya tanpa rasa malu, benar-benar.
"DANIIIELL. AYO PULANG SEBENTAR LAGI HUJAN".
Teriakku dari tempatku duduk. Dia melihat kearahku lalu melanjutkan bermainnya. Fix, besok lagi aku tak akan mau kalau diajak ketaman bermain. Akhirnya aku kembali diam dan mengoceh didalam hatiku.
Langit mulai meneteskan air. Dan gerimis pun mulai menyapa lenganku. Aku bergegas menghampiri Daniel.
"Ayo pulang". Ucapku kesal, tapi responnya malah diluar dugaan. Dia hanya tersenyum.
"Iya iya, sebentar lagi". Balasnya santai.
"Ayo pulang. Sudah gerimis dan lagipula aku sudah bosan. Besok saja kau minta buatkan ayunan didalam apartemenmu". Kataku ketus. Karna rasa kesalku sudah memuncak. Aku memunggunginya dan melipat kedua tanganku di dada.
Akhirnya Daniel bangun dari duduknya dan tanpa kusadari dia memelukku dari belakang.
"Jangan marah. Kau seperti anak kecil". Katanya sambil menenggelamkan kepalanya diceruk leherku.
"Kau yang seperti anak kecil". Balasku singkat sambil menggerakkan pundakku berniat mengusir kepala Daniel dari leherku.
"Sudah kubilang jangan marah". Ucapnya dengan nada yang agak meninggi. Kekesalanku menambah dan kupukul perutnya menggunakan sikuku. Dia sontak melepaskan pelukannya dari tubuhku sambil memegangi perutnya. Rasakan.
"Aigoo. Jangan marah begitu. Kau terlihat menggemaskan saat sedang marah". Katanya menggodaku dan tangannya mulai mencubit pipiku.
"Aku marah padamu". Kataku kesal sambil menyingkirkan tangannya dari pipiku.
"Hei, jangan marah. Kau ingin kucium?". Tanyanya lagi. Aku berlalu menghindar darinya dan berjalan cepat meninggalkannya yang masih berdiri ditempatnya tadi.
Chup~
Daniel mencium pipi kananku tanpa seizinku. Lalu menggandeng lenganku dengan muka tanpa bersalah.
"Ayo jalan, hujannya semakin deras". Ucapnya sambil menarik lenganku. Tapi segera kulepas secara paksa dan kupukul tangan serta punggungnya. Tepat saat itu juga hujan turun lebih deras.
"Aduh, aww "
Daniel pun mengaduh karna perbuatanku. Lalu tanpa menunggu lagi, aku berlari meninggalkan Daniel menuju pohon besar yang ada didekat kami untuk berteduh.
Daniel berjalan menyusulku. Dan langsung menempatkan diri disampingku.
"Maafkan aku". Ucapnya dengan suara pelan. Aku tak menggubrisnya.
"Sayang, maafkan aku". Bujuknya lagi, aku masih mengacuhkannya dan membuang muka kearah lainnya.
"Sayang, aku minta maaf. Maafkan aku ya? Jangan marah padaku". Ucapnya lagi sambil mengayunkan lenganku. Kuhempaskan tangannya dari lenganku.
"Kau jahat". Ucapnya sambil mempoutkan bibirnya lalu berhenti meminta maaf. Dia menyenderkan badannya dipohon tempat kami berteduh.
Hening melanda kami sampai beberapa saat. Aku masih malas berbicara dengan Daniel. Hujan pun semakin deras. Aku mengusap lenganku yang mulai merasa dingin.
"Dingin?". Tanya Daniel. Aku tak menjawabnya dan mempoutkan bibirku kesal. Seharusnya dia tau kalau aku sedang kedinginan tanpa harus bertanya. Batinku menggurutu.
Daniel menarik tubuhku kedekapannya lalu tak lama setelah itu dia mendorong tubuhku hingga bersandar dipohon. Tangan kanannya berada dipohon sedangkan tangan kirinya yang berada dipinggangku menarik tubuhku agar merapat ketubuhnya. Dia menatap lekat mataku. Manik matanya bahkan terasa lebih dingin dari udara saat ini.
Aku menatapnya heran apa yang akan dia lakukan, batinku. Daniel mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku. Dapat kurasakan deru nafasnya yang mulai menerpa pipiku.
"Kiss?". Tanyanya sambil terus menatapku. Aku masih keheranan dengan apa yang barusan dia ucapkan.
Kenapa dia bertanya begitu? Selama satu tahun kami pacaran, dia sudah sering menciumku. Tapi kenapa sekarang harus meminta izinku?
"Kenapa meminta izin?". Tanyaku sambil mengerutkan kening. Daniel menatapku tak percaya.
"I'll kiss your lips baby". Ucapnya setelah menghembuskan nafasnya kasar kearah lain. Aku menganga kaget setelah mendengar ucapannya.
Jujur, Daniel memang sering menciumku tapi dia hanya sebatas mencium kening atau pipiku saja. I mean, kita tidak pernah berciuman bibir.
"Boleh tidak?". Tanyanya lagi sambil menatapku jengah karna tak kunjung berbicara.
"Kalau aku bilang tidak?". Tanyaku lagi dan dia langsung menampilkan ekspresi sedihnya.
"Aku ingin". Katanya manja. Aku hampir saja tertawa melihat tingkahnya.
"Tapi aku tidak ingin". Balasku sambil tersenyum memperhatikan wajahnya yang kini mulai murung.
"Kalau begitu aku memaksa".
Dan satu detik setelah dia mengatakan itu. Bibirnya sudah menempel tepat diatas bibirku. Aku kaget bukan main. Bahkan mataku hampir copot melihat wajah Daniel dari jarak sedekat ini.
Jantungku tiba-tiba berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Dan kurasakan berjuta kupu-kupu terbang diperutku.
Daniel mulai menutup matanya sementara aku masih tetap membelalakkan mataku. Kesadaranku belum sepenuhnya terkumpul.
Tangan Daniel yang tadi berada dipohon kini berpindah ke tengkukku. Sementara tangan satunya tetap berada dipinggangku.
Daniel mulai menggerakkan bibirnya diatas bibirku. Sontak akupun langsung memejamkan mataku. Dan ku ikuti permainan bibir Daniel.
Setelah pasokan oksigen kami habis, akhirnya Daniel melepaskan ciuman kita. Dan menatap wajahku. Seketika kurasakan pipiku yang memanas.
"Manis. Aku mau lagi"
Fine