Hari ini seharusnya adalah hari bersejarah dalam hidupku. Hari dimana aku akan membuka lembaran hidup baru, bersama lelaki disampingku.
Seharusnya aku bahagia, tapi melihat wajahnya yang seperti tak rela menikah denganku membuat perasaanku sedikit terluka.
Aku dan lelaki itu, Hwang Minhyun memang dipaksa menikah oleh keluarga kami karna suatu kesalah pahaman, saat itu aku tengah membantunya membawa berkas kantor yang sangat banyak kerumahnya, tapi karna tidak hati-hati kakiku terkilir dan hampir terjatuh. Tapi Minhyun menangkapku dan kita berdua jatuh kelantai dengan posisi yang cukup ambigu. Tepat saat itu juga, Ibunya Minhyun melihat kami dan memberitahu Ayahnya Minhyun.
Keesokannya Minhyun bersama kedua orangtuanya datang kerumahku dengan tujuan melamarku. Dan begitulah aku mendapati diriku yang sekarang menikah dengan bos dikantorku.
Sebelum menikah kita membuat perjanjian untuk kita berdua, bahwa kita hanya menikah sebatas kertas. Bisa dibilang pernikahan kita hanya sandiwara belaka demi orangtua.
Memang kehidupan terkadang penuh dengan drama yang tak terduga.
"Hey, kau mendengarkanku tidak?". Suara lembut milik Minhyun, bosku yang sekarang sudah menjadi suamiku menarik kesadaranku dari lamunan.
"A- apa Pak?". Tanyaku tergagap manakala wajahnya terlihat agak memerah dan rahangnya mengeras, aku sering melihatnya seperti itu. Itu tandanya dia sedang marah.
"Panggil namaku saja, kau tidak mungkin memanggil suamimu sendiri dengan sebutan Pak. Orang-orang pasti akan menganggap kita pasangan yang aneh kalau kau memanggilku seperti itu". Balasnya dingin.
Saat ini kami sedang berada dikamar hotel tempat kami mengadakan acara resepsi yang baru akan dimulai tiga jam lagi. Udara disini sangat bagus dan pemandangannya juga menarik, tapi sungguh terasa sangat menyiksa saat aku harus berdua bersama Hwang Minhyun. Pria tegas dengan penuh peraturan dalam hidupnya, bahkan siapa yang tau, aku bisa saja langsung dimakinya kalau menurutnya cara bernafasku dianggap salah.
"Kita nanti harus terlihat romantis, jangan kaku seperti saat digereja tadi". Ucapnya melanjutkan acara bicaranya yang tadi terputus karena aku tidak memperhatikannya.
"Baiklah, aku mau tidur dulu. Badanku pegal semua". Ujarku lalu berbaring dikasur dan mulai memejamkan mata, sementara Minhyun sendiri masih berada disofa sambil membaca sebuah buku.
***
Malam resepsi telah berjalan dengan sangat lancar, begitupun dengan akting kami yang bisa dibilang mengagumkan. Berpura-pura saling mencintai seperti pasangan suami istri pada umumnya.
"Aku ingin tidur dikasur". Ucap Minhyun sambil mengancingkan satu-persatu kancing baju tidurnya, langkahnya teratur menuju kasur.
"Lalu kau menyuruhku untuk tidur disofa? Begitu?". Tanyaku sarkas sambil menolehkan kepala kearahnya dari meja rias, Minhyun yang kini sudah dalam posisi tidur dikasur pun hanya menghela nafasnya sambil tersenyum.
"Aku tidak menyuruhmu untuk tidur disofa. Pilihan ada ditanganmu sendiri, terserah kau mau tidur dikasur ataupun disofa". Jawabnya santai sambil menutup kedua matanya, membuat kadar ketampanannya meningkat drastis.
"Aku akan seperti gadis murahan jika memilih tidur denganmu dikasur, juga aku tidak tau apa yang akan kau lakukan padaku saat aku tertidur nanti". Ucapku sambil menyisir rambut hitamku yang lumayan panjang.
"Cih, kau terlalu jual mahal. Aku ini suamimu, dari pandangan mana kau terlihat seperti gadis murahan jika tidur dengan suamimu sendiri? Lagi pula aku tidak bernafsu padamu. Asal kau tau juga, seks lebih baik dilakukan saat keduanya sama-sama ingin dan dalam keadaan sadar". Ujarnya tanpa beban meskipun mengatakan seks, sedangkan diriku sudah menelan ludahku sendiri karna gugup.