pierre tandean

55 4 8
                                    

OS
Genre: Fantasy
Karya: Ikatanion

-*-

Seakan semua ini hanyalah mimpi. Seakan semua ini akan cepat berakhir. Seakan semua ini tak ada artinya dalam keseharianku.

Awalnya, kupikir begitu. Tetapi, semakin hari, mimpi ini seakan enggan untuk berhenti. Terus berlanjut, terus berjalan dalam mimpiku di setiap malam. Dan semua itu, membuatku berada dalam kebingungan.

"Siapa kamu? Di mana Nasution?"

Entah kenapa, aku malah menjawab pertanyaannya. "Saya Nasution."

Setelah itu, semua berubah menjadi gelap. Aku tak mampu memahami lingkungan sekitar tempat aku berada sekarang. Hingga semua sudah terlihat karena bantuan sinar Sang Surya ...

"Om, lagi bikin surat buat siapa? Buat pacar Om, ya?"

Dan jawaban yang diberikan dariku adalah hanya sebuah senyuman.

Tunggu, kenapa aku harus tersenyum menjawab pertanyaannya? Siapa yang anak itu maksud dengan pacar? Kenapa dia memanggilku dengan panggilan 'om'?

Kenapa?

Kenapa?

"Hah!" Aku langsung terduduk di tempat tidurku. Tadi itu ... mimpi apa?

Tunggu, tadi itu mimpi yang sama dengan kemarin. Kenapa bisa sama dengan mimpi tadi? Apa maksudnya?

***

"Daffa!"

Mendengar seseorang memanggilku, aku memunculkan mataku yang terhalang oleh meja di depanku—aku tengah duduk di bawah. "Hm, kenapa?"

"Kamu mau gantiin Kiyo jadi Pierre Tendean? Soalnya, Kiyo lagi sakit dan dia belum sembuh juga," kata salah seorang temanku, Yatta.

"Tunggu, aku? Kenapa harus aku?" tanyaku karena tak terima dengan usulan mendadak itu.

"Kamu yang belum dapat peran apapun buat GKS, kan? Tolong lah, Daf. Demi kebaikan kelas." Mika juga ikut membela Yatta karena dia bendahara kelas. Kalau kalian bertanya apa hubungannya, pasti kalian mengetahuinya.

"Tapi, Ka, aku nggak bisa akting. Kamu tahu sendiri, kan?"

"Ish, cuma sehari doang juga tampilnya, lagipun nggak sampai berjam-jam. Cuma beberapa menit doang kamu tampil di depan banyak orang." Mika tetap kukuh dalam pendiriannya untuk menyuruhku sebagai pengganti Kiyo di acara GKS—Gelar Karya Siswa—yang memang diadakan setiap tahunnya di sekolahku.

Aku tetap dalam pendirianku. "Enggak, aku tetap nggak mau."

Kulihat, Mika mendekatiku dengan langkah lebar dan terlihat geram terhadapku. Setelahnya ...

BRAK!

"Kamu tetap nggak mau, hah?" Wajahnya berubah seram setelah menggebrak meja dan berhasil membuatku kaget bukan main. "Kalau gitu, kamu yang membayar denda karena ketidaksertaan kita dalam GKS. Mau?"

Sungguh, aku bingung menghadapi perempuan galak seperti Mika. Apalagi sampai dia menggebrak meja dan mengancamku untuk membayar denda jika kelas kami tidak ikut serta dalam GKS.

"Uhh ... oke, oke! Aku ikut." Tentu saja kujawab dengan penuh kepasrahan dan terpaksa.

Mika mulai meregangkan otot wajahnya. "Bagus, terima kasih Daffa. Kalau begitu, bisa kita mulai latihan dari hari ini?"

Aku hanya bisa mengangguk pasrah mengikuti instruksi dari sang bendahara kelas. Setelah aku bergabung dengan mereka—para pemain drama untuk GKS, aku disodorkan naskah dan disuruh untuk menghafalnya. Saat disodori naskah pun aku hanya bisa menggaruk kepalaku.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang