windy

69 10 2
                                    

'I close my eyes and I can see
The world that's waiting up for me
That I call my own..'

A million dreams milik Ziv Zaifman itu bersenandung, memaksaku untuk terbangun dari mimpi. Telepon dari nomor tidak dikenal. Ku tekan tombol hijau di layar.

"Selamat pagi, Zhou Jieqiong! Bagaimana tidurmu? Nyenyak?" Suara pria ini lagi.

"Ada apa? Kenapa kamu meneleponku? Ini masih jam 06.00" jawabku ketus.

"Aku meneleponmu karena ingin memberi pengumuman. Lelaki tertampan ini ingin mengajakmu pergi hari ini, Minggu, jam 10 pagi."

"Aku sibuk."

"Kalau sibuk kenapa suara kamu terdengar seperti baru bangun tidur?" Aku mendengus kesal. Kenapa dia pintar sekali memaksaku.

"Besok mamaku ulang tahun. Dan aku belum juga mendapatkan kado yang cocok untuknya. Bantu aku memilih, Je. Ku mohon." Aku menghela napas panjang lalu mengiyakan permintaannya. Lagipula aku membantunya karena itu untuk mamanya.

"Oke, tepat jam 10 aku akan menjemputmu. Kamu harus sudah siap."

"Memangnya kamu tau di mana rumahku?"

"Tidak. Tapi sebentar lagi aku akan tau."

"Bagaimana caranya?"

"Ini aku memintamu untuk memberitahuku. Beritahu aku alamat rumah kamu, Je."

***

Seperti apa yang dia ucapkan, tepat pukul 10 dia datang. Dan kami segera pergi.

"Je, kamu tidak ingin mengomentari sesuatu tentang penampilanku hari ini?" Dia bertanya padaku namun tatapannya masih fokus ke depan, memperhatikan jalan. Aku meliriknya dari atas ke bawah.

"Kenapa kamu memakai jas? Kamu akan pergi kemana setelah ini?" Hanya itu yang terpikir olehku.

"Aku pikir kamu akan memujiku karena aku tampan, ternyata kamu fokus ke jas merah muda ini." Keluhnya, "aku ada acara keluarga setelah ini. Tapi tenang saja, aku tetap akan mengantarmu pulang dengan selamat." Dia melihat ke arahku, tersenyum. Tiba-tiba aku teringat dengan sebuah pertanyaan yang menghantuiku semalam dan juga pagi ini, bagaimana dia bisa tau nomor telepon dan id kakaotalk ku.

"Itu semua kan tertera di buku presensi kelas, Je. Dari situ juga aku tau kalau kamu suka warna biru." Jawabnya santai. Aku baru ingat kalau buku presensi kelas berisi data diri siswa secara lengkap.

"Kamu suka warna biru yang seperti apa?" Tanyanya.

"Biru muda."

"Aku tau apa alasan kamu menyukai biru muda."

"Kenapa?"

"Karena kamu masih muda dan akan selalu muda. Walaupun kamu bertambah umur dan menjadi keriput, kamu tetap terlihat muda di mataku." Kenapa dia suka sekali berkata manis? Ditambah lagi dia tertawa kecil seperti itu, aku jadi semakin merasa tidak sopan jika tidak ikut tertawa.

Selanjutnya, aku hanya mendengar dia bercerita dan sesekali ikut tertawa hingga akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Kami berkeliling keluar-masuk toko. Dari sekian banyak toko, ada satu toko yang menarik perhatianku. Toko itu bertemakan luar angkasa. Kami memasuki toko itu. Dan benar saja, barang yang dijual sangat unik. Saat aku sedang asyik melihat-lihat barang, Wooseok sibuk dengan dirinya sendiri. Beberapa kali dia mendekatiku lalu menjauh dariku. Aku tak tau apa yang dia lakukan.

"Bagaimana jika ini? Ini unik." Aku menengok ke arahnya sambil menunjukkan lampu tidur yang menyerupai bulan.

"Ah, sebentar." Dia mengambil handphonenya  yang diletakkan di rak sebelah.

"Kenapa handphone itu kamu letakkan di sana?" Aku kernyitkan dahiku, heran dengan tingkah pria ini. Dan dia mengabaikan pertanyaanku.

"Lampu tidur ini bagus. Kamu suka? Pasti mamaku juga suka. Baiklah, ini untuk hadiah." Dia mengambil lampu tidur itu lalu membawanya ke kasir. Aku mengikutinya.

"Kenapa kamu sangat yakin kalau aku suka, mama kamu juga suka?"

"Karena aku melihat kemiripan antara kamu dengan mamaku. Sudah? Apa ada yang mau kamu tanyakan lagi? Apa kamu lapar? Ayo kita makan." Dia menarik tanganku. Aku hanya mengikutinya seperti anak ayam pada induknya.

Kami makan di restoran terdekat. Itupun terburu-buru karena dia harus segera pergi. Dia mengantarkanku pulang, dan akhirnya kami berpisah.

Beberapa jam kemudian, handphoneku berbunyi. Notifikasi kakaotalk.

"Je, apa kamu sibuk?"

"Tidak. Kenapa?" Tanda angka 1 di samping bubble chat ku langsung menghilang. Dia membacanya. Lalu layar handphoneku berubah, dia meneleponku. Tunggu, kenapa foto profile nya foto kami berdua? Kapan kami foto bersama? Aku tekan tombol hijau dilayar.

"Kenapa kamu lama sekali menjawab teleponku, Je?" Keluhnya.

"Aku melihat foto profile kamu. Kapan kita foto bersama? Dan lagi, kenapa suara kamu berbisik seperti ini?"

"Aku bosan, acara ini belum juga selesai." Dia mengeluh lagi. "Apa kamu tidak sadar tadi di toko aku sibuk sendiri?"

"Iya, tapi aku tidak tau apa yang kamu lakukan."

"Aku meminta bantuan pegawai toko untuk memfoto kita. Tapi dia tidak mau. Dia malah meledekiku."

"Meledeki bagaimana?"

"Katanya, aku harus berani memintamu untuk foto bersama. Tapi aku malu. Jadi aku menyandarkan handphone di rak sebelah dan menekan tombol timer. Aku kreatif kan?" Dia bangga sambil menertawai kebodohannya sendiri. Aku memijat keningku, kenapa aku tadi pergi dengan manusia sekonyol ini.

"Kamu cantik, Je." .... "...bang, ayo pulang. Ini udah selesai acaranya." nada suaranya berbeda. Lebih nyaring.

"Itu siapa?"

"Adikku, Guanlin. Je, terima kasih ya karena kamu mau menemaniku hari ini. Sampai ketemu besok di sekolah!" Belum sempat aku jawab, dia sudah mematikan teleponnya. Mungkin dia ingin cepat pulang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sunshine In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang