3 | Scintillation

98 19 7
                                    

Shavira dengan malu-malu pun menjawab, "Ah, iya. Kamu juga, ya."

• • •

Ujian Nasional mereka lalui dengan keruwetan tak terkira. Apalagi, untuk Shavira yang baru tumbuh.

Ujian ketiga pun telah berakhir. Shavira keluar dari kelasnya dan berteriak, "Akhirnya selesai!!!"

Teman akrabnya menepuk bahunya. "Shav, jangan terlalu keras berbicaranya. Itu liat."

Ratih--teman Shavira--menunjuk seorang guru yang baru keluar dari kelas sebelah, menatap mereka berdua dengan sadisnya.

Shavira dan Ratih segera berlari untuk menghindari tatapan guru pengawas itu.

Shavira dan Ratih mengambil sepeda ontelnya di parkiran dekat sekolahnya. Lalu, mereka menuntun sepeda mereka karena cuaca yang sedang mendung.

"Shav, kamu dekat ya sama Ihsan anak nakal di kelas XII IPS 1?" tanya Ratih di sebelah Shavira. Mereka melewati pepohonan yang menjulang tinggi nan sejuk.

Shavira bingung, dibilang dekat? Tidak juga. Shavira pun sekenanya menjawab, "Dekat, sih. Kan kita tetanggaan."

"Maksud aku bukan dekat tetanggaan, tapi anu." Ratih mengacungkan telunjuknya sembari berkata seperti itu.

"Anu?" tanya Shavira dengan alis yang diangkat tinggi.

"Aku nggak paham, Rat."

Ratih menghela napas pasrah. Memang teman akrabnya pemikirannya terlalu lemot tingkat akhir. Mereka menuntun sepeda hingga terpisah di persimpangan jalan.

"Shav, aku duluan, ya. Sampai jumpa." Ratih melambaikan tangan dan mulai menaiki sepedanya--tak lupa dengan mengayuhnya dengan kecepatan sedang.

"Yo, hati-hati, Rat. Sampai jumpa juga." Shavira ikut melambaikan tangannya dan mengayuh sepedanya karena terlihat awan sudah sangat mendung.

Setelah sedikit lagi ia sampai ke rumah. Tiba-tiba hujan mengguyurnya dengan sangat deras. Kepala Shavira terlalu sakit menerima percikan air yang terlalu tajam. Apalagi ada beberapa yang menusuk matanya.

Shavira terus mengayuhnya dengan secepat mungkin yang ia bisa. Hingga akhirnya ia sampai di pekarangan rumahnya dan memarkirkan sepedanya dengan secepat kilat.

"Shavira pulang," teriak Shavira membuka knop pintu dengan tergesa-gesa. Hingga terdengar deritan yang berasal dari ubin kayunya.

Shareefa menyambut Shavira dengan makanan yang telah dibuatkan olehnya. "Ayok, dimakan dulu, Nduk."

"Oh? Iya, Bu. Shavira ganti baju dulu, ya." Shavira berlalu dari hadapan Shareefa untuk mengganti seragam dengan baju rumahnya.

Setibanya Shavira ke meja makan, Shareefa tidak terlihat keberadaannya.

Mungkin ada di kamar kali, ya, batin Shavira. Ia melihat-lihat makanan yang tersaji di meja makan. Tetapi, baginya ada yang kurang. Ia berusaha mengingatnya. Tak lama ia berpikir, akhirnya teringat juga.

"Susu hangat!" Shavira bergegas ke kitchen set yang berada di dapur. Ia mencari keberadaan sekotak susu.

Hingga ia melihat sebuah kotak yang berukuran sedang bertuliskan susu formula. Tak tertuliskan batasan umur di kotak tersebut.

Shavira pun menuangkan bubuk susu tersebut ke dalam gelas, tak lupa menuangkan air hangat secukupnya, lalu, mengaduknya dengan sendok makan.

Kemudian, ia membawa susu hangat tersebut ke meja makan. Shavira pun menyantap makanan tersebut hingga tandas dan meminum susu hangatnya setelah memakan makanan pilihannya.

ScintillationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang