5. TERUNGKAP PERLAHAN

21.4K 1.7K 46
                                    

Bulan sudah mulai condong ke arah timur saat Tombak masuk ke dalam kamarnya di suatu malam itu. Pria itu melepas kaosnya, dan berencana merebahkan diri di atas ranjang sebelum kedua matanya menangkap eksistensi seorang perempuan yang terlebih dulu meringkuk tenang di atas sana. Di dalam remang kamar itu, Tombak memperhatikan setiap inci dari Aira tanpa sedikit pun tahu ia melakukan itu semua untuk apa.

***

Aira memandang ponsel berwarna putih di tangannya dengan tatapan kosong. Tombak sendiri yang memberikan ponsel itu untuknya tadi pagi seusai sarapan. Sesaat sebelum pria itu kembali pergi entah ke mana, pria itu membisikkan sesuatu yang mulai menjelma menjadi makanan sehari-hari untuk Aira.

"Gunakan hanya untuk menghubungi gue, dan keluarga gue yang ada di kota ini. Jangan ada kontak lain yang nggak gue kenal kalau nggak mau kenapa-kenapa."

Senyum getir Aira terukir. Bagaimana bisa ia berpikir mulai terbiasa menerima segala jenis ancaman Tombak. Bisa-bisa tak lama setelah ini ia mulai terbiasa melihat pistol dan darah.

Angin yang berhembus pelan di samping pintu masuk pasar itu membuat Aira kembali memperhatikan sekelilingnya. Hampir tiga jam perempuan yang memakai blouse putih dan rok berwarna peach itu berada di pasar ini, dan keberadaan seseorang yang ia cari tak juga membuatnya berhenti untuk menunggu. Aira sudah berkeliling pasar dua kali, lalu mengecek ke lapak penjual sayur langganan Laksmi lima kali. Tapi nihil. Sosok yang sempat ia harap bisa melepaskannya dari jerat neraka dunia ini nampaknya memang tak memiliki takdir untuk bertemu lagi dengannya. Menyeret langkahnya perlahan, Aira berjalan menuju gerbang pasar tersebut yang berada pas di pinggir jalan raya.

Ponsel Aira bergetar, nama Laksmi muncul di sana dan membuat Aira sedikit gelagapan. Perempuan itu berlari ke arah parkiran pasar, memilih tempat yang lebih sunyi untuk menjawab panggilan.

"Halo?"

"Assalamu'alaikum, Ndhuk."

Kedua mata Aira terpejam cepat menyadari kesalahannya berucap. "Wa'alaikumsalam, Bu."

"Dari mana kamu kok lama angkatnya? Ngos-ngosan lagi."

"Rara tadi di kamar mandi, Bu. Handphone Rara ada di halaman belakang."

“Ha? Kok bisa?”

Kedua mata Aira terpejam rapat. Gugup telah datang menerornya.

"Yo wes. Ini teman-teman arisan Ibu sudah datang semua, Ndhuk. Setengah jam lagi kamu berangkat ya? Biar Pak Umar Ibu suruh pulang jemput kamu."

"Nggak usah, Bu," sela Aira cepat. "Aira... biar naik ojek saja."

"Loh kenapa?"

Aira menggigit bibirnya. "Iya... itu... biar Rara paham daerah sini saja, Bu."

"Oh..."

Entahlah, tapi Aira sungguh ingin berdo'a kepada Tuhan agar Laksmi mempercayai perkataannya untuk saat ini.

"Ya sudah kalau begitu, Ndhuk. Jangan lupa sholat ashar dulu ya sebelum berangkat. Tanya aja nanti sama tetangga kalau ndak tahu di mana pangkalan ojek paling dekat."

"Iya, Bu."

"Coba suamimu nggak ke Banyuwangi gitu tak suruh anter dia. Udah nikah kok ya masih gila kerja, istrinya ditinggalin terus."

Bersauh (TAMAT & DIBUKUKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang