Bagian 5 : Pulang

2.5K 190 26
                                    

Cuaca yang terlihat mendung dengan hembusan angin pagi yang cukup kencang menerbangkan sedikit helai rambut Serana hingga menutupi sebagian wajahnya. Sepertinya akan turun hujan pagi ini, dan Serana harus segera sampai ke rumahnya sebelum ia terjebak hujan.

Hari ini kebetulan sekali Serana mendapatkan izin untuk pulang ke rumahnya yang sudah lebih dari satu bulan ini ia tinggalkan, karena Merlyn Berklyn akan kembali ke New York. Gracia Berklyn yang juga terlihat membawa koper, entah untuk tujuan yang sama dengan Ibunya atau wanita itu memiliki urusannya sendiri. Sedangkan Mersont Berklyn tidak lagi menampakkan batang hidungnya setelah aksi labrak melabrak yang dilakukan Dalbert secara langsung.

Serana tidak mengetahui secara pasti kemana perginya pria itu, bertanya kepada Nowella pun Serana hanya mendapatkan jawaban, "Mungkin sedang melakukan perjalanan bisnis? Kau tidak perlu kaget, tabiatnya memang seperti itu. Aku justru merasa aneh jika dia betah di rumah."

Nowella sepertinya memiliki dendam pribadi dengan Mersont, sama seperti yang dirasakan Dalbert. Bahkan, Serana sudah berusaha untuk berpikir keras terkait ancaman seperti apa yang Dalbert berikan kepada Mersont sehingga pria itu benar-benar kapok. Tetapi, Serana meyakini satu hal bahwa ancaman yang diberikan Dalbert bukanlah hanya sekadar persoalan terkait bisnis, namun ada hal yang lebih 'mahal' sehingga pria seperti Mersont lebih memilih untuk mengalah.

Tin tin!

Suara klakson mobil di belakangnya membuyarkan lamunan Serana. Ia lalu berbalik badan dengan sedikit menyipitkan kedua matanya untuk melihat siapa orang iseng yang membuatnya hampir jantungan.

"Hei-" Serana melangkahkan kakinya mendekat ke arah mobil mewah berwarna hitam tersebut dan baru saja akan menegur sang pemilik mobil, namun sesosok pria dengan setelan jas berwarna hitam lebih dulu keluar dari mobilnya dan menghampiri Serana yang sejak tadi sudah memasang wajah masam.

"Sepertinya kau selalu merasa puas, ya, jika melihatku terkejut ataupun kesal ketika bertemu denganmu." sindir Serana kepada pria yang kini berdiri di hadapannya dengan tersenyum miring.

"Kau tahu? Terkadang jika aku sedang melamun, bayangan wajah terkejutmu itu tiba-tiba terlintas di benakku, dan itu sangat menghiburku."

Serana mendengus, bisa-bisanya Dalbert membayangkan tentang dirinya seperti itu. "Apa tidak ada hal lain yang lebih bagus untuk kau ingat?"

"Tentu saja ada."

"Apa itu?" tanya Serana penasaran.

Dalbert merundukkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya pada Serana yang sedikit lebih pendek darinya. Tatapannya menyusuri setiap wajah Serana, mulai dari mata abu-abunya, hidungnya, pipinya yang lembut dan merah alami seperti bayi, dan bibirnya yang berwarna pink alami. Dalbert seperti candu melihat wajah Serana, bahkan dengan jarak sedekat ini pun rasanya Dalbert tidak bisa melepaskan tatapannya dari wajah cantik dan polosnya wanita itu.

Dalbert mengangkat jari telunjuknya dan meletakkannya di bibir Serana. "Aku ingat bagaimana rasa manisnya bibir ini ketika kita..." Dalbert sengaja tidak melanjutkan perkataannya untuk melihat bagaimana reaksi yang diberikan Serana. Betul saja, sepersekian detik kemudian matanya menemukan pipi Serana merona meskipun wanita itu hanya diam seperti patung.

Dalbert mengulum senyumnya, ia sangat suka melihat bagaimana Serana tersipu, tersenyum, tertawa, terkejut, dan apapun reaksi Serana, dan itu semua disebabkan karena dirinya. Dalbert merasakan hangat dalam hatinya, rasa yang belum pernah ia temukan pada wanita manapun selain Ibunya.

Dalbert memiringkan kepalanya dan mendekatkan bibirnya ke arah telinga Serana, ia lalu berbisik lembut, "Apakah kita perlu mengulanginya lagi di sini atau-" belum sempat menyelesaikan perkataannya, Serana tiba-tiba menutup mulut Dalbert dengan telapak tangannya. Serana spontan melakukan itu karena pipinya terasa panas menahan malu.

Serana&DalbertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang