2

1.1K 93 11
                                    

Suara injakan keras, menabrak genangan air diatas jalanan membuat cipratan air sedikit membuat corengan kotor berwarna cokelat diatas sepatu fantopel hitam milik si pria manis yang sedang menghindari derasnya hujan.

Dia berfikir tempat halte bis itu, tempat yang tepat untuk berteduh. Sesekali dia mengacak rambutnta yang basah. Membenarkan kemeja putihnya yang lepek karena kebasahan akibat hujan pagi ini yang begitu deras.

Dia anggap ini adalah pagi yang buruk, diawali dengan penampilan yang sudah tidak rapih lagi. Dia lihat dokumen file yang dipegangnya sedaritadi juga kebasahan. Sedikit mengepakkan benda itu dengan sedikit hindaran wajahnya,  dokumen itu hanya kering sedikit.

Matanya menyipit,  hujan cukup deras, mobil pun dia sengaja tidak dia bawa serta karena takut mengantuk saat menyetir, dia semalaman mengerjakan tugas kuliah yang harus dikumpulkan hari ini. Sungguh sia-sia,  sudah mengerjakan semalaman suntuk dan sistem semalam,  inilah karmanya,  belum tentu dapat sampai kampus tepat waktu.

Dia melirik jam yang ada ditangan kanannya,  warna hitam bermerek rolex.

"Aish,  sudah pukul 07.25." gumamnya. Pria manis itu mengeluh. Dan dia sekarang selain marah dan mengutuk dirinya sendiri,  dia juga kedinginan.

Lalu kepalanya bergerak dengan mata bergerak menelanjangi daerah sekitar halte,  dia melihat ada sebuah cafe kecil sederhana minimalis tapi rapih dan terlihat bersih.

Dia berfikir, "Kopi di pagi hari dan hujan tidak begitu buruk."

Dia kembali berlari kecil dan menghampiri pintu cafe itu dengan diiringi bunyi lonceng,  langsung pelayan disana dengan seragam waiters mengucapkan,  "Selamat Pagi, dan selamat datang di Cafe kami." dengan senyuman tanda welcome dan ramah.

Pria tersebut mencari tempat duduk yang menurutnya paling nyaman. Kursi dekat jendela, yang dapat memandang jauh keluar,  pemandangan luar.

Datang waiter membawa menu menawarkan makanan dan minuman andelan mereka dan recommended. Pria manis itu tersenyum lalu memesan, "Saya mau secangkir cappucino hangat dan roti croissant satu." lalu di waiter tersenyum dan mengiyakan segera pergi dan menyiapkan pesanan pria manis tadi.

"Aah hujan, kapan hujan ini akan reda,  pakaian aku kebasahan,  sepertinya aku bisa sakit."

"Silahkan Tuan ini kopi dan croissant sesuai pesanan anda,  silahkan dinikmati terima kasih." begitu ucapan dengan senyuman ramah si waiter.

"Ya terima kasih ya." balas pria manis tadi lalu menyeruput menikmati rasa manis dan sekaligus sedikit pahit di sela sela lidahnya,  menikmati pagi dengan aliran hujan di jendela,  percikan percikan bulat bulat kecil disana.

"Hujan, tugas kuliah,  terlambat kuliah, lepek, kebasahan,  dan kesepian!  Lengkap sudah,  huh!" gumamnya.

Sesekali lagi,  pria itu melirik jam tangan, masuk kuliah jam 08.30. Pukul menunjukkan 07.40 aku masih juga disini. Belum lagi Thailand akan ditimpa kemacetan tingkat tinggi. Bad day.

Sekali lagi melirik ke arah jendela dengan pipi sebelah kiri ditopangnya dengan telapak tangan,  "Aku bosan,  sampai kapan aku harus menunggu hujan deras ini reda."

Dia menoleh sebentar ke atas meja,  merobek sebagian roti itu dan disuapnya besar besar ke dalam mulut. Disitu dia melihat tumpukkan tissu di dalam tempat berbentuk bulat dan tertata rapih.

Dia mengambil tissu itu, lalu mengambil pulpen yang dia selipkan dikantong kemeja putihnya,  sambil mengunyah,  dia menatap beberapa detik tisu itu,  dengan pikiran yang melalang buana menembus masa lalu yang belum juga dia lupakan,  bahwasanya dia sedang berperang terhadap dirinya sendiri dengan hormon dan kelainan seksualitasnya terhadap cinta dan hubungan.

Cinta Itu Seperti jelangkungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang