"Kita memiliki sebuah permainan takdir yang membawa pemiliknya terombang-ambing dalam kegundahan. Namun sadarilah. Setiap kisah memiliki akhirnya masing-masing. Dan ketika kisah kita berakhir, aku memilih akhir bahagia untuk kita berdua."
***
Jeongin menapakkan kakinya pada jalanan bersalju malam itu. Satu tujuannya, pulang. Meskipun yang ditunggunya tak kunjung pulang.
Jeongin melangkahkan kaki menuju halte. Dan bertepatan saat itu, bus yang menuju ke daerah dia tinggal sudah datang. Segera Jeongin menaiki bus itu.
Jeongin mengambil duduk di pojok belakang bus itu. Matanya melirik pada arloji hitam di tangan kirinya. Pukul 7 malam. Dia yakin ibunya pasti mencarinya. Segera dia keluarkan ponselnya lalu mencari nama ibunya.
"Yeoboseo? Eomma?" sapanya di telepon. Mendengar ada jawaban, Jeongin tersenyum. Bus yang ditumpanginya sampai di tempatnya turun. Dengan segera Jeongin melangkahkan kaki untuk turun.
"Aku dari kafe sebentar. Bertemu dengan Chan hyung," ucapnya sambil berjalan ke arah rumahnya.
"Tentu, aku-"
Ucapan Jeongin terhenti ketika melewati bangunan tua kecil yang gelap di sana. Bangunan kecil yang sama seperti yang tiga tahun lalu. Sudah lama sekali Jeongin tidak masuk ke sana.
"Aku akan pulang sangat larut. Eomma tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja," ucapnya lalu segera menutup sambungan.
Jeongin berlari kecil ke arah bangunan itu. Sampai di depannya, Jeongin memantapkan hati. Berusaha agar dirinya tak lagi hanyut dalam kenangan, meskipun ia yakin itu sulit.
Jeongin membuka pintu itu perlahan. Gelap. Segera dia mencari saklar lampu untuk menyalakan lampu di dalam ruangan itu.
Klik!
Ruangan tua itu terlihat. Masih sama seperti dulu. Hanya saja agak berdebu karena sudah lama Jeongin tidak memasukinya.
Perlahan, Jeongin menyusuri lantai berdebu itu menuju ke pojok ruangan, tempat favoritnya dengan Somi dahulu. Di sana, Jeongin terhenti. Sebuah senyum terkembang indah di wajah manisnya. Sebersit kenangan hampir di kepalanya. Saat dia dan Somi masih bersama.
Jeongin mengambil sebuah buku bersampul kuning di rak itu. Sebuah buku yang menyimpan sejuta kenangannya bersama Somi. Perlahan dibukanya buku itu. Semuanya seakan berkumpul menjadi satu, Jeongin larut dalam kenangan di malam itu.
Lama Jeongin duduk dan menyelami ingatan lama di sana. Berjam-jam. Hingga tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul 11:57. Tiga menit lagi.
Jeongin bangkit. Dipandanginya buku diary itu. Seulas senyum terbentuk di wajahnya.
"Kau tahu, aku menyesal mengatakan ini. Namun ku rasa aku benar, bahwa aku adalah orang yang sangat bodoh. Aku... Terlambat. Kau tahu? Terlambat. Aku terlambat menyadari bahwa aku mencintaimu," ucapnya lalu memandang buku itu sekali lagi, sebelum akhirnya memilih untuk mengembalikannya pada rak tinggi itu.
"Tiga tahun, sesuai tantangan. Kau sudah bisa mengambil dan mengembalikannya, Jeongin-ah."
Jeongin tercekat. Nafasnya seakan berhenti. Sebuah suara yang selalu ia rindukan di setiap detiknya. Suara yang selalu menemani harinya di masa yang lalu. Suara yang begitu ingin ia dengar kembali.
Jeongin menoleh. Pintu terbuka itu menampakkan seseorang. Seseorang yang selama ini dia tunggu. Seseorang yang selama ini dia rindu. Seseorang yang selama ini dia cintai. Seseorang yang selalu ada dalam setiap doanya sebelum dia meniup lilin kue ulang tahun, berharap agar dia segera pulang.
Pukul 12 tepat, Jeongin mendapatinya. Gadis itu kembali. Gadis yang membawa warna cerah bagi hidupnya. Gadis yang selalu dia jadikan hadiah terindah untuk ulang tahunnya jika gadis itu pulang.
"Selamat ulang tahun, Jeongin-ah."
Ah, kebahagiaannya lengkap sudah.
-END-
Happy Birthday Jeongin oppa💕💞
KAMU SEDANG MEMBACA
The Child | ✔
Short StoryTiga tahun bukan waktu yang singkat. Namun sampai sekarang Jeongin bahkan belum bisa melupakan masa lalunya. Seseorang yang benar-benar membuatnya jatuh sejatuh-jatuhnya tanpa diberi kesempatan untuk bangkit kembali. Ya, Jeongin memang jatuh cinta. ...