CATATAN 4 - BISKUIT

334 42 3
                                    

Dear diary,

Aku dapat catatan yang lain! Ngomong-ngomong, mengapa dia selalu membawa buku catatan dan pulpen?

Dia selalu menulis catatan untukku, catatan itu adalah yang ketiga, dan kurasa masih terus berlanjut.

Oh ya, Marlene memberiku kegiatan yang harus kuhadiri. Harus kuakui, cukup mengejutkan.

"Kau harus datang!" teriak Marlene. Tifa dan Marlene tengah menyantap makanan penutup kesukaan mereka, chocolate sundae.

"Mengapa aku harus datang?" tanya Tifa yang setelahnya menyantap sesendok kecil es krim ke mulutnya.

Marlene menghembuskan napas. "Karena guruku bilang aku harus mengajak orang yang kukagumi!"

"Apa kau tahu aku harus bolos kerja?"

"Ayolah, sekali saja! Kau juga akan melihat Denzel nanti!"

Kalimat terakhir dari Marlene menarik perhatian Tifa. Akhirnya, Tifa setuju dan membuat Marlene menari kegirangan.

Hari berikutnya,

"Itu bagus sekali!" kata Elena yang berjalan bersama Tifa dan yang lain seusai pelajaran.

"Tapi aku harus bolos kerja."

"Justru itulah yang kau butuhkan, kau harus beristirahat setelah stres bekerja!" seru Yuffie.

"Semangatlah, mungkin sesuatu yang bagus akan muncul nanti," kata Zack sambil menepuk punggung Tifa, yang disetujui oleh Vincent.

Tifa tidak punya pilihan lain lagi setelah teman-temannya setuju, dan kini dia tengah berjalan menuju gedung sekolah Marlene. Karena di sekolah ini, tiap tingkat didirikan secara terpisah. Mulai dari TK, SD, SMP, SMA, Universitas, bahkan bagian administrasi. Karena masing-masing memiliki bangunannya tersendiri, bisa dibilang kalau sekolah ini besar sekali, dan seharusnya ditulis dalam huruf besar semua menjadi BESAR SEKALI.

Ketika Tifa tengah berjalan, tiba-tiba saja sesuatu memasuki pikirannya.

"Hari ini berjalan begitu normal," pikirnya, "di kelas, Cloud duduk di belakangku, sepertinya tidak ada catatan baru kali ini."

Tanpa disadari, Tifa sudah sampai di depan kelas Marlene. Setelah menghembuskan napasnya, Tifa segera membuka pintu dan masuk.

"Tifa!" teriak Marlene sambil memeluk Tifa, wajahnya tersenyum sembari mengajak Tifa ke kursinya. Ada dua kursi kosong juga di samping mereka.

"Jadi, mana Denzel?"

"Dia menunggu di luar, menunggu sepupunya."

"Begitu," jawab Tifa sambil mengangguk. Tifa mengobservasi seisi kelas, dan sama sepertinya, ada banyak yang sama seperti dirinya. Teman-teman sekelas Marlene banyak yang juga mengajak kakak mereka yang kebanyakan seumuran dengan Tifa.

Beberapa menit sudah berlalu, namun anak yang bernama Denzel masih belum muncul juga. Ekspresi cemas terlihat di wajah Marlene. Bahkan ketika Wali Kelas sudah datang, Denzel masih belum muncul.

"Wah, banyak sekali yang datang," kata Sang Wali Kelas sambil tersenyum. "Kita bisa langsung memulainya, kalau begitu."

Sesuai perkataannya, acara akhirnya dimulai tidak lama kemudian. Tiap-tiap murid memberikan 'presentasi' mengenai orang-orang yang mereka kagumi. Namun, karena kebanyakan dari mereka masih kecil, terkadang ucapan mereka terdengar lucu dan konyol.

"Kakak perempuanku, karena dia cantik."

"Dia adalah sepupuku, dan dia pintar bermain gitar!"

"Dia pintar menggambar, dan aku ingin seperti dia!"

CATATAN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang