01

19 3 0
                                    


12 IPA 5

Keadaan kelas masih terbilang sepi karena dua perusuh kelas belum juga datang, padahal jam sudah menunjuk ke angka 06.57. Miris.

Dari arah jam 1 terlihat dua sejoli, ralat. Dari arah jam 1 terlihat dua orang lelaki berparas sama sedang berlari menuju kelasnya sambil sesekali saling tarik menarik, seakan-akan sedang berbuat curang untuk perlombaan alay seperti 'siapa yang nyampe kelas duluan, dia yang menang'. Dan sepertinya hal itu bukanlah dugaan belaka, mereka memang melakukan itu.
Disisi lain terdapat seorang laki-laki berbadan jangkung sedang tersenyum kearah mereka, dia bernama Arthur.

Fernando menginjakkan kaki terlebih dahulu di dalam kelas, dan berarti dia yang memenangkan perlombaan alay ala kembar rusuh tersebut. "Yesssss dapet mie ayam" teriaknya.
Kemudian disusul oleh Rernando yang tepat berada di belakangnya.

"Wah curang lo dasar, masa badan gue ditutupin begitu kan gue jadi ga bisa masuk duluan. " Bantahnya

Fernando mengabaikan celotehan kembarannya, dan ia menyapa Arthur yang berdiri di depan kelas.
"Bengong mulu lo, awas jadi bego kaya Rer. "

"Pagi-pagi udah bikin ribut lo! "
Ia melihat jam tangan yang melilit pada pergelangan tangan kirinya. 06.59
"Satu menit lagi telat lo."

"Yang santai dong pak Ketuklas" Sahut Rer yang entah sejak kapan sudah berada di dalam kelas.

"Udah pada bikin pr belom?" tanya Arthur dengan senyum jahatnya

"Udah.  "Belom."
Jawab keduanya kompak, tapi beda jawaban, keterlaluan.

"Nyontek dong Bang. "

Fernando mendengus,  "Giliran ada maunya aja manggil bang. "

"Hehe" Jawab Rernando watados

Tidak ada sahutan

"Buruan ih Pak Eman dateng ntar!"

"Sabar sayang" jawab Fernando dengan nada dilembut-lembutkan

"Geli bego"

.

.

Jam kelima.
Beberapa siswa memperhatikan dengan seksama pelajaran yang membosankan itu. Setengah dari mereka mencatat entah apa yang keluar dari mulut guru tersebut, setengahnya lagi menatap lurus pada papan putih yang hampir tertutup oleh tulisan abstrak.
Sedangkan Rernando?
Beberapa kali menguap, menempelkan dahinya diatas meja,  memejamkan kedua matanya.
Menghiraukan Darren yang sedari tadi berceloteh tentang bagaimana cara menghitung gelombang, yang sebenarnya tidak Rernando pedulikan sama sekali.

"Dengerin bu Erni tuh Rer"
Darren memperingatkannya kembali. Karena merasa terganggu,  Rernando mengangkat kepalanya, menatap Darren lekat.

"Berisik ah. "

"Yee nyolot banget" Diiringi dengan toyoran yang tidak cukup keras.

Rer meringis. "Diem ah"
Dan ia kembali menempelkan dahinya ketempat semula.

Pusing, itu yang Rernando rasakan saat ini. Entah mengapa akhir-akhir ini ia sering merasa pusing, badannya lemas, dan nafasnya tidak teratur.
Ingatannya kembali pada kejadian 8 tahun silam, saat ia berusia 9 tahun. Ayahnya dengan sadis memukuli kedua putra kembarnya. Menginjak kaki dan tangan mereka tanpa ampun. Menimbulkan lebam yang terlihat sangat jelas kala itu. Kedua anak itu menangis, tetapi tetap saja pasrah oleh keadaan, seakan hal itu adalah santapan mereka tiap hari. Tak terkecuali ibunya, yang setiap malam selalu tersiksa. Bahkan setiap harinya ia harus mengenakan pakaian yang sangat tertutup untuk menutupi lebam pada tubuhnya.
Masa kecil yang sukar untuk dihapus dan melekat dengan kuat. Dan hal itu mungkin membuatnya trauma yang cukup mendalam.

"Rer lo gapapa?

Rer?

Woy? "

Dengan panik Darren mengguncangkan tubuh teman sebangkunya, ia melihat Rernando berkeringat sejak tadi. Meringis, seperti menahan sakit. Suhu tubuhnya normal, tetapi kondisinya tak terlihat baik sama sekali.

"Rer mau ke UKS?

Rer lo laper ya?

Lo mimpi apaan sih?

Woy Fer adek lo kenapa nih"

Fernando yang semula duduk di bangku paling depan segera berjalan menuju ke barisan belakang.

"Rernando kenapa?"

"Gatau nih dari tadi diem aja, kesakitan kayaknya. "

Perlahan Rernando mengangkat kepalanya, menatap Darren dan Fernando bergantian. Menunjukkan ekspresi seperti orang yang tengah kebingungan. "Ada apa ya?" katanya lirih

"Hah??"
Setelah kata tersebut keluar dari mulut Darren, Rernando sudah menempelkan dahinya kembali, ke tempat semula.

"Kok tidur lagi si bego" Kata Fernando geram

"Kenapa dia nih." tanya Darren

"Gatau dah, kaga pernah begini ni bocah. " jawabnya dengan nada panik

"Biar istirahat aja dia, ntar kalo udah bangun gue tanyain. "

"Yoi dah"
Fernando menepuk bahu Darren dan kemudian ia berlalu ke tempat semula.

Aneh. Itu yang Darren pikirkan.



.

.

T
B
C

😕

CATACLYSMIC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang