Restya menatap Zio dengan santai, di balik tatapannya itu tersirat sebuah kemenangan. Kapan lagi dirinya bisa menjatuhkan Zio. Mempermalukan pria itu tanpa penolakan secara langsung darinya. Namun, lelaki itu akan mundur dengan sendirinya.
Restya yakin permintaannya yang begitu mewah, tak akan dikabulkan oleh Zio. Perempuan ini tahu kalau Zio adalah pria sederhana yang tak suka kemewahan. Apalagi, membuang uang hanya untuk kesenangan sesaat. Lelaki itu pasti lebih memilih mengeluarkan didonasikan untuk kesehatan. Kemurahan hati neneknya yang ada di diri ayahnya juga ada di hati Zio. Meski untuk beberapa hal dia begitu kaku.
Restya tak peduli kalau Zio akan menganggap dirinya pemuja kemewahan dunia yang penting dengan cara seperti itu, ia bisa terbebas dari Zio. Perempuan ini sama sekali tak punya mimpi untuk menikah dengan kemewahan yang hanya ada satu hari karena itu hanyalah semu. Dirinya berharap menikah dengan pria yang ia cintai. Namun, sayangnya lelaki itu telah pergi meninggalkannya.
"Saya tahu setiap wanita pasti punya mimpi yang indah untuk pernikahannya. Apakah pernikahan seperti itu memang gaya bangsawan seperti Anda? Saya hanya rakyat jelata yang tidak punya apa-apa. Seharusnya saya sadar kalau perempuan seperti Anda mana sudi menikah dengan saya," kata Zio merendah.
Bibir Restya terasa kelu. Ia terbungkam. Jawaban Zio di luar perkiraannya. Lelaki itu malah merendah.
"Saya yang terlalu tidak tahu diri. Seharusnya saya tidak boleh lancang mengutarakan ingin menikah dengan Anda. Anda itu bagaikan bunga di dalam istana, sementara saya hanya kumbang yang terbang tak menentu," lanjut Zio dengan nada sendu. Mimik wajahnya terlihat begitu sedih. Entah itu rupa bentuk atas rasa sakit penolakan atau hanya buatan saja.
Restya hendak berbicara, tetapi Zio kembali berkata lagi.
"Mohon maafkan kelancangan saya, Dokter Restya. Permisi," ujar Zio seraya membungkuk hormat, lalu pergi.
Restya benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Zio. Seorang dokter perfeksionis sepertinya bisa merendah seperti itu. Dikiranya lelaki itu akan mendebatnya atau merendahkannya lebih darinya mencela Zio.
***
Restya terdiam sepanjang menikmati makan malamnya bersama para rekannya. Kali ini ia tak makan di rumah karena ulang tahun dari dokter kepala. Mereka merayakan di sebuah restoran dekat dengan rumah sakit.
Devan yang tadi membuat suasana makan menjadi ceria. Sesekali lelaki itu bergurau. Berbeda dengan Zio yang hanya diam tak seperti biasanya banyak berkomentar. Diam-diam Restya melirik Zio yang duduk di samping Emma. Lelaki itu tadi datang terlambat bersama Devan dan ia terlebih dulu memilih tempat duduk karena hanya ada dua tempat yang tersisa di sebelah Restya atau di samping Emma. Emma sedari tadi senyum karena bisa berdekatan dengan Zio.
"Masakan di sini enak sekali, ya. Terima kasih, Dokter Key," ucap Emma dengan nada ceria.
"Saya yang terima kasih karena kalian sudah mau datang," balas Dokter Key dengan nada tegas.
"Ini cumi-cuminya gurih sekali, ya. Dokter Devan mau," tawar Emma dengan ramah yang melihat manik mata teduh itu tengah memperhatikannya menyendok cumi-cumi.
Devan menggeleng.
"Zio suka cumi-cumi. Aneh, kenapa tidak ambil cumi-cuminya. Coba tawarkan saja cumi-cuminya kepada Dokter Zio," terang Devan dengan santai seraya melirik Zio
Emma tersenyum kikuk. Ia yakin pasti Zio akan menolaknya. Namun, untuk sekedar sopan-santun ia menyodorkan cumi-cumi itu.
"Dokter mau?" tanya Emma ragu. Takut lelaki itu menolak.
Zio mengangguk. Ia mengambil tangan Emma untuk menyuapinya. Emma kaget karena lelaki itu melakukan tindakan di luar perkiraannya. Sama dengan Devan, ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sementara Restya malah tersenyum melihat tindakan Zio kepada Emma. Senyuman mencela lebih tepatnya.
"Dokter Emma sepertinya cocok sekali dengan Dokter Zio. Kenapa tidak menikah saja," celetuk Dokter Kepala yang mengamati kedua anak manusia itu.
Zio meletakkan sendok dan garpunya. Kemudian, ia menoleh ke arah Dokter Kepala dengan senyum mengembang.
"Dokter Key, bisa saja. Saya dan Dokter Emma hanya rekan," jelas Zio dengan nada datar.
"Banyak rumor tentang Anda Dokter Zio. Dari berita kalau Anda yang mau merebut istri saudara Anda sendiri, skandal dengan model, sampai terakhir yang saya dengar, Anda memiliki hubungan khusus dengan Dokter Restya. Bukan maksud saya lancang dan sok ikut campur. Anda memang dokter berbakat, tetapi citra juga penting. Jangan hanya karena satu hal bisa merusak reputasi Anda," tegas Dokter Key dengan nada serius. Pria paruh baya itu sangat menyayangi Zio seperti putranya. Ia takut kalau lelaki itu akan hancur hanya karena gosip murahan.
Restya terdiam sejenak. Ia yakin kalau kabar kedekatannya dengan Zio itu, bermula dari para perawat yang salah menafsirkan perbincangannya dengan Zio.
"Maaf, Dokter. Hubungan saya dengan saudari ipar saya hanya sebatas saudara. Kami memang punya masa lalu, tapi bukan berarti kami mau mengulang masa lalu. Untuk masalah skandal itu hanya kesalahpahaman. Saya tidak punya hubungan apa-apa dengan para model itu lebih dari teman," sahut Zio dengan nada rendah.
Zio melirik Restya sebelum meneruskan pembicaraannya.
"Masalah hubungan saya dengan Dokter Restya selama ini juga hanya rekan kerja saja. Mana mungkin Dokter Restya yang nyaris sempurna itu memiliki hubungan spesial dengan pria seperti saya," lanjut Zio diakhiri senyuman.
Emma mengernyit. Dirinya mencium sebuah masalah besar terjadi diantara Zio dan Restya.
"Maafkan saya, Dokter Restya. Gara-gara saya nama Anda tercemar. Anda seorang Dokter berbakat dan bertanggung jawab. Saya yakin wanita seperti Anda pasti akan menikah dengan seorang pangeran. Berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya," ucap Zio kepada Restya dengan nada lembut.
Restya menghela napas sejenak. Kemudian, memasang raut wajah setenang mungkin.
"Dokter tidak salah, kok. Mungkin rumor itu semua datang dari orang yang tidak punya kerjaan. Makanya mengosip. Saya yang harusnya minta maaf. Saya yang tidak pantas disandingkan dengan Dokter," sahut Restya santai.
"Saya memang tidak pantas untuk Dokter. Pria yang pantas dengan Dokter Restya, pastilah yang punya takhta dan bergelimang harta agar bisa mewujudkan impian pernikahan Dokter yang begitu mewah," sindir Zio dengan tatapan mencela.
Restya mencoba tetap tersenyum. Walau dalam hati ia kesal sekali. Emma semakin curiga dengan apa yang terjadi dengan Zio dan Restya. Sementara Devan kebingungan dengan perkataan Zio. Sedangkan Dokter Key yakin kalau ada masalah tersembunyi antara kedua dokter muda itu.
"Pernikahan yang begitu mewah? Apa maksudnya, Dok?" tanya Emma memberanikan diri.
"Dokter Restya itu ingin menikah dengan menggunakan cincin berlian yang mahal dan satu-satunya di dunia. Gaun pernikahannya harus dibuat oleh perancang busana terbaik dilapisi berlian. Gedung resepsinya harus dibuat ssmegah mungkin seperti istana," ucap Zio mengulang ucapan Restya padanya.
Semua yang ada di situ, terkejut mendengar penuturan Zio. Mereka tak percaya seorang Restya bisa menginginkan hal semacam itu.
"Zio, bisa bercanda juga," ucap Devan berusaha memecah ketegangan.
"Tidak. Itu benar adanya. Dokter Restya sendiri yang mengatakannya," terang Zio dengan menatap kesal Restya.
"Itu pasti hanya bercanda ya, Dok. Dokter Restya bukan wanita seperti itu," sangkal Devan.
"Kau pikir aku berbohong, Dev. Aku sudah bertanya berulangkali dengan Dokter Restya tentang syarat untuk menikahinya. Aku sudah melamarnya dan jawaban itu yang ia berikan. Kalau tidak diwujudkan dia tidak mau menikah denganku. Yah, aku ditolak karena tak mampu memberikan apa yang dia mau."
Tbc...
Yang mau beli e book Romantic Hospital bisa beli di google play book, ya. Kalau mau beli pdfnya cuma Rp 35.000 bisa hubungi wa 087825497438
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Hospital
Literatura FemininaDua dokter berbeda pemikiran saling memendam apa yang mereka inginkan. Restya Wijaya adalah dokter berhati beku yang tak mudah jatuh cinta. Ia mungkin tersenyum manis kepada pasiennya, begitu pula kepada rekannya. Namun, raut itu akan cepat sirna ka...