1. Winter

391 18 2
                                    

Memikat tapi terlalu dingin.

Kasih beranjak dari sofa ruang keluarga setelah menonton acara perkiraan cuaca hari ini. Kemungkinan akan ada hujan salju dan berpotensi terjadi badai. Dia memutuskan untuk segera menjemput buah hatinya di sekolah sebelum hujan salju turun lebih deras.

Musim salju tahun ini tidak seperti tahun kemarin. Entah mengapa terasa lebih dingin dan sering terjadi badai salju. Bahkan kemarin setelah pulang dari restorannya, hampir saja Kasih dan anaknya terjebak badai salju. Untunglah mereka cepat menepi ke sebuah minimarket.

Setelah meneguk habis sisa cokelat panasnya di dapur, Kasih segera memakai mantel bulu abu-abunya. Dan segera menjemput anaknya, Sabiya. Rencananya hari ini mereka berdua ingin berkunjung ke rumah nenek angkat Sabiya, oma Grace. Tapi melihat cuaca yang seperti ini, Kasih mengurungkan niatnya dan akan menjelaskannya nanti kepada Sabiya.

◇◇◇

"Bundaaa.." Sabiya berlari menuju ibunya sambil merentangkan ke dua tangan. Kasih merasa lebih hangat ketika Sabiya memeluknya erat.

"Kita jadi kan ke rumah oma?" Sabiya bertanya dengan antusias.

"Sepertinya kita undur saja dulu ya, sayang.  Lihat, kemungkinan akan ada badai salju." Kasih menjawab sambil menunjuk luar gedung sekolah anaknya. Sabiya tentu merasa kecewa, dia sudah sangat merindukan nenek angkatnya itu. Terutama merindukan kukis coklat keju buatan oma Grace.

"Besok saja, ya. Berdoa sama Allah agar besok cuacanya bagus." bujuk Kasih, mengelus rambut lurus anaknya. Sabiya menghela napas lalu mengangguk. Mereka berdua pun berjalan menuju parkiran sekolah.

"Apa kita langsung pulang ke rumah? Padahal aku ingin makan atau minum sesuatu di luar." ucap Sabiya sesudah mereka masuk ke dalam mobil.

"Memangnya Biya mau makan apa?"

"Tidak tau."

"Loh, kok nggak tau?" Kasih heran, Sabiya hanya menggendikkan bahu. Dia masih kesal karena tidak jadi ke rumah oma Grace. Dia ingin marah kepada badai salju tapi dia pikir itu tidak mungkin, jadi dia melampiaskannya kepada bundanya.

"Hm, bagaimana kalau kita mampir ke restoran bunda aja? Ada menu baru loh di sana." seru Kasih.

"Nggak, ah." Sabiya masih belum bisa menghilangkan rasa kesalnya.

Saat Kasih hendak membujuk anaknya lagi, tiba-tiba dari arah depan pejalan kaki berlarian, mobil-mobil pun menepi. Kasih ingat akan kejadian dimana dia hampir terjebak badai salju dan itu sepertinya terulang kembali. Jantungnya berdetak lebih kencang, dia sebenarnya ketakutan tapi berusaha untuk tetap tenang di depan anaknya.

"Ada apa, bun?" Sabiya memperhatikan jalan di depannya.

"Tidak apa-apa. Tenang ya, sayang." Jawab Kasih menenangkan anaknya.

Kasih akhirnya memutuskan menepi di depan sebuah caffe dua lantai. Kasih melepas seat belt Sabiya. Dia segera menggendong anaknya, lalu berlari masuk ke dalam caffe. Banyak pengunjung yang menatap ke luar caffe, berharap badai salju itu cepat selesai. Kasih mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat duduk sambil menurunkan Sabiya dari gendongannya. Namun, ternyata sudah penuh karena ramainya orang yang berlindung di caffe tersebut.

"Maaf, Nyonya. Di lantai dua masih ada beberapa meja yang kosong." ujar salah satu pelayan yang melihat Kasih.

"Oh, iya. Terima kasih." sahut Kasih, lalu mengajak anaknya naik ke atas melalui tangga yang berbentuk spiral di tengah caffe.

Setibanya di atas, Kasih langsung mengambil tempat duduk. Kemudian memesan dua gelas coklat hangat dan satu porsi kukis coklat.

"Bunda, ini ada undangan." Sabiya memberikan sebuah kartu undangan sambil menggigit kukisnya.

Makmum ke Dua (New)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang