sweet talk (boy)

88 4 2
                                    

"So, how was your day?" tanya gue kepadanya ketika beranjak dari lemari buku menuju layar laptop yang gue taruh di atas tempat tidur .

Komunikasi yang dulu pernah berjalan sangat intens, kini sudah sangat jarang sekali terjadi. Bentuknya bisa hanya sekedar pertanyaan "lo apa kabar?" via aplikasi chatting berwarna hijau sebulan sekali atau sesi facetime seperti ini.

Sebuah jam kecil berdetik di bagian bawahnya. Menandakan aktivitas video call ini yang sudah hampir menyetuh dua puluh menit.

"Good, tadi di kampus ada kejadian lucu, terus..." dia mulai bercerita tentang kegiatannya hari ini.

Gue cuma mendengarkan ceritanya dengan muka serius, tapi sejujurnya pikiran gue melayang entah kemana.

Dia adalah gadis paling rapuh yang pernah gue temui. Cantik, baik, tapi rapuh. Seolah ada tanda 'Handle With Care' tertulis di hatinya.

Entah kenapa gue mulai menyukai rutinitas ini. Rutinitas yang awalnya cuma berawal dari sebuah grup kepenulisan. Butanya dia terhadap tata cara menulis yang baik dan benar bertemu dengan passion gue terhadap aktivitas ini. Semuanya menjadi klop, bersatu tanpa effort.

Pembicaraan kami mengalir lancar tanpa paksaan. Pembicaraan yang perlahan bercampur perasaan.

Gue tau ada beberapa rahasia yang belum diceritakannya kepada gue. Mungkin butuh waktu, hingga akhirnya dia bisa percaya. Untuk berani membuka diri.

Perbedaan jarak sejauh 1147 km seolah bukan menjadi masalah buat kami berdua.

"Eh, akhirnya gue dah beli buku The Little Prince versi bahasa indonesia loh, ternyata bener kata lo, banyak yang jual di online shop."

"Kan gue udah bilang dari kemaren. Hadeeuuhh, nggak percayaan!" dia melampiaskan kekesalannya.

Dan setiap kali dia kesal, buat gue dia terlihat menggemaskan. Gue hanya bisa tersenyum lucu melihat tingkahnya.

"...ih kok malah senyum-senyum?"

"Gapapa kok." kata gue sambil menyunggingkan senyum kepadanya.

"Eh, udah lewat tengah malem nih. Gue tidur ya?"

"Hmm... wait."

"Kenapa? Ada apa?"

"Gue pengen bilang sesuatu."

"Apa?"

"Ehm.. yang pengen gue bilang adalah.. sebenernya.. barangkali mungkin, gue adalah orang yang.. sangat berharap.. lo sukses. Ya, gue sebenarnya sangat berharap, sangat. Karna bagi gue entah kenapa, ketika ntar lo sukses itu ngebuktiin kalo sebenernya dunia juga ngasih kesempatan buat orang yang baik, gak melulu untuk diinjak. Yang ngalah juga gak melulu bakal ngerelain segalanya tapi gak dapet apa-apa. Seriusan. Gue berpikir malah.. kalo misalkan suatu ketika ntar gue kaya.. banget atau sukses banget, gue rasa itu bakal sangat menyedihkan kalo misalkan.. elo.. gak bahagia, ataupun lo gak mencapai apa yang lo pengen."

Lega. Itu yang sekarang gue rasakan setelah mengatakan itu semua.

"Hmm... yaudah. Gitu aja. Besok ngampus ya? Semangat." kata gue sedikit kecewa harus mengakhiri percakapan ini.

"Iya. Yakin udah?"

"Udah kok."

"Yaudah, gue tidur ya? Dadaaah.. talk to you later."

"Daahh, talk to you later."

Tuttttt..

Empat puluh menit lewat sedikit. Percakapan menyenangkan yang berlalu tanpa terasa.

Hhhhhhhhhhh...

Gue menarik nafas panjang. Diam sejenak dalam keheningan yang kamar ini tawarkan. Mata gue masih menatap layar laptop itu, berharap gue bisa melihat wajahnya sedikit lebih lama lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang