Prolog

2.9K 186 89
                                    

New ROHIS on The Way

Cowok beralis tebal itu tengah berada di antara dua pilihan. Menuruti keinginan orang tuanya, atau justru menjadi Malin Kundang versi zaman now. Meskipun cowok 16 tahun itu merasa tampan, tapi dia takut kalau dikutuk jadi kanebo kering.

Berkali-kali dia meminta Papanya agar meringankan hukuman. Namun sia-sia. Keputusan tak bisa diganggu gugat. Tak ada celah bagi seorang Andre Sakti Wiguna untuk membantah hukuman yang sudah diberikan.

Selama seminggu ini, Andre mendapat wajah masam dari orang tuanya. Keduanya menjadi kompak melakukan perang dingin. Sama-sama bungkam bila ditanya. Beragam cara dilakukan cowok itu supaya keadaan kembali normal. Seperti membelikan makanan favorit mereka, hingga mengeluarkan gombalan-gombalan jitu miliknya. Tak lupa dengan ekspresi wajah yang minta dikasihani.

Namun apa daya, hasilnya nihil.

Puncak dari kegelisahan Andre adalah tadi malam. Dengan mendadak, Papa-Mamanya datang ke kamar dan langsung menginterogasi. Saat itu juga Andre harus menentukkan pilihan. Apa memilih tinggal di pesanten atau justru pindah sekolah?

Untuk opsi pertama, sudah Andre buang jauh-jauh. Baginya pesantren identik dengan peraturan-peraturan mengikat. Ditambah dengan setumpuk pelajaran yang pastinya memusingkan. Bukannya sombong atau apa, tapi Andre termasuk siswa yang lumayan malas bila disuruh belajar. Alhasil ada beberapa pelajaran yang pas dengan nilai KKM.

Kalau ditanya tentang kemampuan mengaji, Andre tak ingin dinilai ujub. Apalagi sampai dielu-elukan. Dia masih betah dengan Iqro enamnya. Untuk itulah Andre memilih opsi kedua yang dirasa lebih aman. Pindah sekolah.

"Andre mau dipindahin ke sekolah mana, Pa?" tanya Andre. Wajahnya dia sandarkan pada jendela mobil. Rasanya malas untuk sekedar menegakkan tubuh. Sejak kemarin hingga dia duduk di kendaraan yang tengah melaju, orang tuanya sama sekali tak membicarakan satu hal pun mengenai sekolah barunya.

Wiguna yang tengah mengemudi menyahut, "Kamu bakal tau sebentar lagi."

"Mama harap kamu bisa belajar dari kesalahan kamu, Dule," susul Mamanya dari samping kemudi.

Andre menghela napas. Pasrah. Dia berharap kalau sekolah barunya tidak membosankan. Cowok itu hanya ingin menjalani kehidupan remajanya dengan normal. Bukan dengan berdekatan dengan buku serta pelajaran yang entah apa manfaatnya.

Setengah jam melahap aspal jalanan, mobil yang ditumpangi Andre menepi di sebuah parkiran sekolah. Jaraknya lumayan jauh dari kediamannya. Cowok itu segera turun dari kendaraan, mulai menyapu pandangan, menelisik keadaan.

Di tengah pengamatannya, Andre dikejutkan dengan kehadiran seorang pria dewasa yang langsung bersalaman dengan Papanya. Mereka tampak akrab, saling menyapa. Setelah dijelaskan, barulah Andre tahu kalau pria itu adalah kepala sekolah.

Andre hanya mengangguk kecil saat pria berkacamata itu menjelaskan bahwa seluruh syarat kepindahannya sudah terpenuhi. Dan cowok itu hanya perlu masuk ke kelas, berkenalan, tebar pesona, lalu menjadi murid idola di sekolah ini. Dan itu akan menjadi kenyataan esok hari.

Dilihat dari fisik bangunan, fasilitas sekolah ini terbilang lengkap. Ruangan kelas bertingkat, lapangan olahraga, kantin, aula serta masjid yang berukuran cukup megah berada di tengah-tengah. Belum lagi pepohonan serta beragam tanaman yang tersusun rapi.

Kesibukan Andre dalam mengamati susana sekolah membawa langkahnya menuju ke arah masjid. Tampak sekumpulan remaja tengah duduk melingkar di pelataran. Satu orang cowok terlihat berbicara, sedang yang lain menyimak serius.

Dilihat dari tampilan dan gayanya, Andre menebak bila mereka adalah anak-anak ROHIS. Kerudung lebar plus rok panjang dan celana kain menjadi ciri utama. Super kolot. Baginya, mereka hanya sekumpulan siswa sok alim dan merasa lebih baik dari yang lain. Tutur kata mereka dibuat-buat. Memakai bahasa arab pas-pasan. Berlagak bak ustaz.

Cih! Andre membuang wajah malas. Dia segera bergegas memenuhi panggilan orang tuanya dibanding harus melihat pemandangan ini. Memuakkan. Tujuannya sekarang adalah ruang kepala sekolah.

Sebuah dokumen langsung menyambut Andre begitu dia duduk di depan kepala sekolah. Cowok itu lantas membuka benda itu kemudian membaca tulisan paling atas di lembaran pertama.

"Madrasah Aliyah Alhidayah." Membaca kalimat itu sontak membuat Andre menepuk-nepuk pipi dengan mulut menganga. Tak mungkin! Ini pasti mimpi. Bagaimana mungkin cowok keren sepertinya bisa masuk ke sekolah model begini?

Aliyah? Apa kata dunia persilatan? Kalau sudah begini apa bedanya dengan tinggal pesantren. Dari segi pelajaran maupun suasananya takkan jauh berbeda. Pokoknya Andre tak mau. Dia harus protes keras pada Papanya. Ini pelanggaran. Mana bisa dia melihat rok di atas lutut dan baju ketat di sekolah macam ini.

"Kenapa?" Papanya seketika bertanya. Ada nada sinis saat kalimat itu terucap. "Mulai besok kamu sekolah di sini."

"Andre gak mau!" Cowok itu lantas berdiri, sedikit menggebrak meja. Tentu saja kabur jadi pilihan. Sekolah model begini bukanlah seleranya. Tak cocok.

Tapi baru saja Andre berjalan beberapa langkah, dehaman Papanya menyedot tubuh tingginya agar kembali duduk. Cowok itu masih ingat konsekuensi bila tak mengikuti hukuman ini hingga tuntas.

Namun kekesalan Andre tak sampai di sini. Sebuah kalimat menyebalkan yang terucap dari Papanya seakan menambah hal pahit di hidupnya saat ini.

"Kamu harus masuk ROHIS!!"

Andre melongo, menahan napas beberapa detik. Tangannya terkepal kuat. Dia berusaha agar emosinya tak lepas kendali.

Masuk ROHIS? Ogah!

---

Gadis bermata jeli itu tengah duduk di bangku dekat gerbang sekolah. Bersiap pulang setelah rapat terkait pendaftaran anggota ROHIS baru. Banyak hal yang harus dipersiapkan. Posisi di bidang kaderisasi membuat dirinya harus bekerja ekstra dalam merangkul calon anggota baru.

"Aisyah!" panggil seorang gadis berkacamata dari atas motor. "Ayo!"

Aisyah yang tengah mengecek laporan hasil rapat tadi seketika mendongak. Dengan asal ia memasukan benda itu ke dalam tas kemudian menaiki motor sahabatnya.

Selama perjalanan, Aisyah mendengar bila sahabatnya terus bercerita tentang seorang laki-laki yang sejak selesai rapat tadi jadi bahan perbincangan. Aisyah tak mengerti mengapa sahabat-sahabatnya antusias membicarakan hal itu.

"Pasti anak baru, Syah," ujar gadis berkacamata.

Aisyah berdeham pelan. Setelah sampai dan mengucapkan terimakasih, gadis itu segera masuk ke dalam rumah, menyimpan tas, kemudian merebahkan diri di atas kasur. Ia hanya melihat sepintas bagaimana sosok itu melintas. Wajahnya ditekuk seakan tengah menghadapi masalah sulit.

"Mudah-mudahan dia mau masuk ROHIS," gumam Aisyah tak sadar.

***

Komentar kalian, mblo?

Suka atau ...?

(New) ROHIS on The WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang