"Perasaan sama hati manusia emang benar-benar penuh misteri, berubah tanpa bisa diterka ke mana arahnya."
Pertemuan ROHIS dengan pihak sekolah akhirnya digelar. Pak Ruswin bersama para guru yang membidangi kesiswaan dan keorganisasian banyak bertanya mengenai persiapan MUFEST yang seminggu lagi akan digelar. Andre bersama anggota lain secara bergiliran memberikan laporan. Hampir satu jam waktu dihabiskan di ruang multimedia. Setelah selesai, anggota ROHIS kembali ke sekretariat.
Andre sendiri masih berada di depan ruang multimedia, mengobrol bersama Ustaz Bambang mengenai laporan yang harus segera direvisi. Keduanya berjalan di koridor sepanjang ruang guru. Begitu dekat dengan ruang kesiswaan, Ustaz Bambang kembali ke ruangannya, dan Andre melanjutkan perjalan ke sekretariat.
Bel pulang sudah berbunyi dua jam yang lalu. Kondisi sekolah saat ini terbilang sepi dari aktivitas para murid. Suasana ini begitu menenangkan, hening, yang terdengar hanya deru kendaraan di jalan.
Andre tiba-tiba berhenti begitu Pak Falah keluar dari ruangannya. Pria tambun itu berdiri di depan pintu sembari memegang tumpukan buku, dan menjingjing sebuah tas, bersiap pulang. Wajahnya yang mulai dhiasi keriput itu mengukir senyum pada lembaran kertas yang tengah dibacanya.
Pak Falah lantas mengunci pintu. Tak disangka, lembaran kertas yang tadi dibacanya terjatuh saat berjalan. Meski begitu, pria tadi terus melahap koridor. Andre yang melihatnya segera berlari, kemudian memungut kertas itu.
"Ini," ucap Andre. Pandangannya seketika tertuju pada arah Pak Falah. "Pak!" panggil Andre.
Namun, Pak Falah sudah ditelan tikungan.
Andre berusaha mengejar hingga parkiran, tapi Pak Falah sudah melaju dengan motor.
Andre mengembus napas panjang. Ia simpan lembaran kertas itu ke dalam saku, lalu kembali berjalan menuju sekretariat.
***
Waktu berlari kian cepat. Tinggal dua hari lagi MUFEST akan digelar. Seluruh anggota ROHIS tampak sibuk mempersiapkan segala hal terkait acara. Setiap hari, waktu mereka akan lama dihabiskan di sekolah. Tak hanya sampai sore, tapi beberapa kali hingga larut malam. Mereka antusias menyambut dan mensukseskan acara.
Di pelataran masjid, Andre terlihat memberi instruksi pada beberapa anggota. Di sisi lain, masing-masing ketua divisi tengah membahas bersama anggotanya terkait persiapan.
Waktu bergulir cepat hingga matahari sudah berada di ufuk barat. Anggota Rohis bersiap pulang. Beberapa diantaranya sudah melaju meninggalkan sekolah.
Fandi baru saja meneguk minuman. Ia mengambil jaket yang tergeletak di samping tas. Pandangannya tiba-tiba teralih pada Andre yang sedang memasang lampu kerlap-kerlip dengan bantuan tangga di sebuah pohon.
Fandi tersenyum tipis.
"Si Shinchan jadi sok keren sekarang," ucap Arifin yang muncul di belakang Fandi. Cowok berkacamata itu terkekeh.
Fandi menoleh, membiarkan Arifin berdiri di sampingnya.
"Perasaan sama hati manusia emang benar-benar penuh misteri, berubah tanpa bisa diterka ke mana arahnya." ujar Arifin lagi, "dulu dia bilang kalau ROHIS itu aneh, ketinggalan zaman, gak menarik, kolot. Dan sekarang, dia malah kemakan omongan sendiri. Syukurin!"
"Lu bener, Bro," balas Fandi sembari merangkul Arifin.
Ifan, Nando dan Ray muncul tak lama kemudian.
"Gak ada cape-capenya tu anak," celetuk Ifan, "dulu mana mau dia ngurusin hal ribet kayak gini."
"Kasian banget si Shincahan," timpal Nando, "tapi sebagai temen baik, gue pasti bantuin, tapi lewat doa doang."
KAMU SEDANG MEMBACA
(New) ROHIS on The Way
أدب المراهقينAndre Sakti Wiguna, remaja 16 tahun yang harus menerima hukuman karena kenakalannya. Pindah ke sekolah baru yang berbasis agama membuat hidupnya ketar-ketir. Terlebih saat orang tuanya memaksa dia untuk menjadi anggota ROHIS. Sebuah organisasi yang...