Terdiam

63 2 0
                                    

"Jangan bersedih, engkaulah surga bagi suamimu dan anak-anakmu"

Perempuan, kau sudah waktunya untuk berumah tangga.
Perempuan, sudah seharusnya engkau membawa calon suamimu pulang.
Perempuan, kau sudah harus memikirkan masa depanmu membangun rumah tangga surga.
Perempuan, kebahagiaan orang tuamu adalah melihat kau menikah dengan laki-laki yang baik akhlak dan agamanya yang bisa memuliakanmu dan membahagiakanmu.

Ku tatap bintang malam yang berusaha memberi sinar pada malam hari atau sekedar menjadi hiasan langit nan luas. Aku menikmati malamku di balik tirai kamarku. Sesekali ku intip notif smartphone, aku sengaja menyenyapnya. Ingin menikmati malam ini dengan gugusan bintang yang beraneka macam.

"Apa iya aku sudah waktunya untuk membangun rumah tangga? Sedangkan sampai saat ini tanda-tanda bertemu jodoh belum terlihat." Kalimat itu terus berputar dalam otakku. Aku merasa masih kecil untuk menjadi istri bagi suamiku dan ibu untuk anak-anakku.

Ku seruput teh hijau yang masih panas. Lalu aku kembali pada anganku. Membayangkan sosok calon imamku di masa depan. Sedang apa dia? Apakah di sana ia juga sama sedang memikirkanku. Atau malah ia sedang memantaskan diri dihadap-Nya. Aku teringat kalau aku belum menunaikan sholat Isya'. Dengan cepat aku menuju kamar mandi untuk wudu.

Ku ambil mukena pemberian kakakku yang menetap di Yogyakarta. Ku gelar sajadah dan akupun mulai laporan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Tak lupa ku berdzikir memohon ampun dan memohon agar aku segera dipertemukan dengan dia. Jangan pertemukan aku dengannya sekarang yaa Allah, tapi pertemukan kami di pelaminan.

"Khiyaaa...." Mama memanggilku dari luar kamarku. Segera ku rapikan mukena dan sajadah. Aku menghampiri ibuku.

"Ada apa Ma?" Aku duduk di sebelah Mama.

"Mama tanya, jawab dengan jujur!" Perkataan Mama membuatku ketakutan.

"Iya Ma, Mama mau tanya apa?" Aku berusaha tenang dan tidak emosi agar tak ada yang tersakiti di antara kita.

"Kamu benar sudah ikhlas melepas dia?"

Deg.

Dia siapa yang Mama maksud? Aku merasa tak punya hubungan dengan siapapun. Kini aku paham yang dimaksud Mama. Ya, dia seseorang yang dikenalkan oleh seseorang kepadaku dengan harapan kami bisa bersama seiring berjalannya waktu. Tapi, perempuan mana yang mau digantung dan yang mau menunggu ketidakpastian dengan waktu yang tak bisa ditentukan? Aku bukan perempuan bodoh yang mau bersabar atas ketidakpastian. Aku juga tidak ingin mempersulit segala urusan. Allah saja selalu memudahkan urusan hamba-Nya. Kenapa kita sendiri yang sok ribet?

"Mama ngerti perasaanmu, tidak mudah menerima seseorang yang sama sekali belum kamu kenal. Tapi, apa kamu mau menuruti permintaan mama?" Mendengar ucapan Mama aku ingin memeluknya.

Yaa Allah, aku ingin mama bahagia, aku ingin orang lain menghormati Mama, aku tidak ingin Mama melakukan kesalahan yang berulang-ulang. Aku tak ingin Mama dipermalukan secara tidak langsung dengan cara Mama yang mengobral anaknya untuk dikenalkan dengan pria manapun. Aku tak mau Ma. Sungguh aku malu. Lebih sedih lagi jika hal itu menjadikan Mama tidak dihargai oleh orang lain. Apa Mama tau wajah orang itu saat senyum seperti mengejek Mama? semoga itu salah. Tapi, aku tak terima Ma, dengan perlakuan mereka. Mereka sok baik mengenalkan anaknya pada Mama dan padaku tapi firasatku ini hanya jebakan, Ma.

"Khiyaaa jawab pertanyaan Mama!" Ucap Mama membuyarkan lamunanku.

"Apa permintaan mama?" Aku tak tahu harus jawab apa nanti, sedangkan aku belum punya keberanian jika memang iya.

"Nak, Pakde kamu ingin mengenalkan seorang laki-laki kepadamu. Inshaa Allah kali ini tidak membuatmu sakit hati. Kalau iya kapan bisa dimulai ta'arufnya?"

"Secepat itu Ma? Sakit hatiku saja belum 100% pulih." Gerutuku.

"Ya kan ingin melihat saja, siapa tahu cocok. Dia anaknya baik biasa ngaji sama pakde kamu. Terus dia juga nurut dengan pakde kamu." Ucap Mama meyakinkanku. Yang terakhir kurang enak, ini berarti mau tidak mau dia harus menikah. Bagaimana denganku? Apa aku bisa menikah dengan orang yang tidak ku kenal. Kalau urusan pakde aku tak enak hati untuk menolak. Beliau sudah ku anggap seperti orang tuaku sendiri. Pengorbanannya pada keluargaku tak terhitung. Mereka sangat menyayangi keluargaku.

"Kasih aku waktu untuk berpikir, Ma." Mama menyetujui dengan syarat jangan lama-lama.

"Tunggu, kalau kamu diinginkan oleh orang lain, apa yang kamu lakukan?"

"Ya, aku memilihnya Ma, itu kan berarti masih ada yang mau sama aku, tapi aku tetap mengikuti takdir yang Allah berikan, Ma. Kalau jodoh ya bersanding di pelaminan. Kalau tidak jodoh ya datang di resepsian."

"Jangan biarkan dia menunggu lama!"

Aku pun terdiam, diam dengan kegundahanku sendiri. Dari diriku sendiri aku sadari belum siap. Tapi mau menunggu sampai kapan lagi kalau tidak sekarang disiapkan. Di sisi lain, orang tuaku inginkan aku segera MENIKAH.
________________

"Semoga kau tetap menjadi inspirasiku untuk menulis dan aku akan menjadi apa yang kau baca".

Detik-detik menuju halal

By: Zaruny

Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang