Prolog

397 38 16
                                    

Di jalanan, sudah malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di jalanan, sudah malam. Aku masih sedikit risih dengan dengkuran seorang lelaki paruh baya yang suaranya  menggelegar. Mungkin beliau adalah seorang kepala keluarga dengan lima orang anak dan semua anaknya bersiap masuk kuliah sepertiku, serta istrinya adalah sosialita yang lupa pada kondisi ekonomi keluarga sehingga mengamini semua yang dipakai kelompok arisannya.

Senang juga bermain Tuhan-Tuhanan. Permainan ini adalah permainan yang aku ciptakan sendiri, aku yang memainkannya sendiri dan aku sendiri yang tahu. Mungkin sekelompok orang akan merasa terusik dengan nama permainan ini. Namun aku rasa bukan seperti itu, ini hanya permainan untuk menciptakan alur hidup seseorang menurut versi ku sendiri. Membebaskan apa yang terjadi di dalam pikiranku.

Sampai lah aku di terminal yang cukup ramai walau sudah hampir tengah malam. Leuwipanjang. Yang dalam bahasa Indonesia adalah lebih panjang. Sebuah terminal yang banyak ditapaki pelancong dari luar maupun dalam kota Bandung ini. Segera saja aku turun dari bus, mencari tukang ojek online yang sudah aku pesan sedari tadi.

Setelah mencari dan tidak kunjung bertemu aku putuskan untuk mampir di warung kopi pinggiran. Memesan secangkir kopi dan merokok. Memutar kembali kejadian-kejadian yang membuatku sampai disini : Bandung, kota tempat keindahan tidak pernah pudar.

Setelah menikmati libur yang tidak menghibur, aku yang di terima di sebuah universitas negeri di kota Bandung cukup bahagia, bayangkan saja, aku yang berdomisili kabupaten bandung saja cukup kesulitan mencari kemungkinan-kemungkinan yang bisa diraih untuk memilih universitas. Bahkan teman-temanku saja gagal untuk masuk universitas negeri. Banyak sekali yang memutuskan bekerja walau hati  memilih untuk berpendidikan. Setelah ditetapkan masuk universitas negeri, Aku berlibur ke rumah kakek, tempat untuk menyejukan pikiran dari obrolan teman-teman yang berkeluh kesah tentang dirinya yang gagal atau keluarga yang terlalu membanggakan anaknya yang belum tentu berhasil di kampus negeri ini. Sungguh tidak sopan kah? Biar saja. Aku jengah dengan situasi macam itu. Tanpa pulang ke rumah aku langsung pergi ke tempat kos ku, tanpa memberi tahu ibu. 

Tak selang beberapa lama, sampailah tukang ojek itu, dari perawakanya ku kira dia sedikit lebih tua dari ku. Disini permainan ku di putar. Aku memikirkan dia sebenarnya adalah seorang yang lebih dari mapan, namun karena orang tuanya terlalu banyak menuntut, kabur lah ia dari rumah mewahnya. Hanya membawa tekad dan nekat dia berjelajah di kota Bandung, lalu bertemu dengan seorang kakek yang sudah tua dan berniat mengurusnya. Mencari kerja dan disinilah ia sekarang. Orang yang mengantarkan ku ke awal hidup yang baru. Aku cekikikan sendiri, lucu juga membayangkanya. Seperti cerita di sinetron.

"Kenapa a?" Tanya tukang ojek itu mendengar aku tertawa kecil

"Engga, engga. Maaf ya." Jawabku

"Wah kalau nyetir saya kurang enak bilang aja ya."

"hahaha. Siap. Ini sudah enak kok" aku sekarang tertawa lebar

Memang ajaib kota satu ini. Kami jadi berbincang seperti orang yang sudah kenal selama bertahun-tahun. Keramahan seperti nilai jual yang biasa disini. Hebat.

"Ini ongkosnya, terimakasih"

"Sama-sama, a. Sukses ya ngekosnya."

"Hahaha. Mas juga, semoga cita-citanya membeli rumahnya tercapai" ucapku sambil tersenyum

Dari perbincangan selama di jalan, ternyata tukang ojek itu adalah seorang lulusan SMP yang bisa dibilang berandal pada masanya. Beliau kawin lari dengan pacarnya dan menikah. Setelah itu baru lah hatinya tergugah untuk merubah jalan hidup dan memperbaiki diri. Mulai lah beliau mencari kerja, menjadi tukang ojek online untuk membiayai kehidupan sehari-hari serta memberikan kehidupan yang layak untuk keluarga. Apalagi istrinya sedang mengandung. Romantisme seorang lelaki terkadang memang datang terlambat.

Namun kisah beliau jauh sekali kan dari permainanku. Haha, biarlah. Toh kisah hidup beliau yang sebenarnya jauh lebih menarik dan baik.

Sampailah aku di sebuah rumah yang bisa dibilang sederhana, namun cukup. Bangunan dengan gaya 2000-an awal. Ber cat semu oranye, bernomor sepuluh. Aku cek kembali alamatnya di ponsel ku. Aku sudah berada di jalan yang tepat, jalan Sersan Badjuri Dalam.

Awal yang baru akan di mulai. Dalam remang Bandung yang mengabu.

Artileri HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang