Djisa POV
sebuah kelas di siang hari.
"Djisa, kau tidur saja kerjanya. Cepat bangun!"
aku merasa diguncang oleh dua lengan lembut yang pemiliknya duduk disampingku. Azzura Surgawa, gadis manis yang sudah lama jadi sahabat dekatku.
"Apaan sih, mengganggu saja.'' ucapku lalu kembali menelungkupkan wajahku di meja. Siang ini adalah pelajaran fisika dan sangat wajar kalau aku berhibernasi senyenyak ini. Semua orang tahu kalau Djisa Roseine adalah seorang penidur hebat, dan mereka paham itu. Termasuk Azzura. Dia bersyukur aku terlelap pada pelajaran ini sehingga aku tidak perlu mencontek pekerjaan miliknya.
Tapi ada apa kali ini?
"Ayolah Djisa, kau dicari guru tuh.. bisakah kau tahan sedikit kantukmu itu?" tanyanya dengan geram, lengannya semakin kuat mengguncang bahuku.
"Guru? aku kan tidak ada bimbingan olimpiade hari ini?" jawabku tetap dengan posisi kepala menelungkup.
''Mana kutahu? Djisa, kau harusnya bersyukur. Kau itu cerdas.. jangan sia siakan kesempatan dong"
kalimat Azzura sedikit mengusikku, karena kutahu dia ingin sekali menjadi diriku, yang malas dan cerdas, tetap disayang guru dan berprestasi. Justru kukira itu karunia Tuhan dan sebenarnya aku ingin menjadi seperti Azzura yang tidak perlu pulang lebih lama karena bimbingan olimpiade, bisa tidur siang di hari sabtu karena tidak perlu mengerjakan tugas tambahan untuk lomba dan bisa hangout bersama teman karena tidak perlu technical meeting yang membosankan.
''Kau melamun, Djisa? Oh ayolah, cepat temui gurumu di perpustakaan... kasihan beliau menunggu lama''
"Iya iya, dasar cerewet.''
Azzura hanya menatapku dengan sinis, tapi tak lama dia menyunggingkan senyum di wajah orientalnya. "sudah sana cepat pergi ke toilet.''
''Toilet?"
''Bersihkan dulu wajahmu, bodoh. kau tampak payah''
Aku memberikan tatapan ingin - menerkam, tapi Azzura hanya tertawa kecil. ''Kau boleh memakai sikat rambutku, Djisa''
''Nah, itu baru temanku'' ucapku lalu berjingkat meninggalkan kelas.
Ferdie's POV
Aku sudah ratusan kali menguap - menunggu calon muridku yang akan kulatih hari ini. Tapi, keterlambatannya memberiku sedikit keuntungan. Sambil menyusuri tiap kata dalam buku hukum ini, aku bernostalgia akan kenanganku dulu. Sewaktu aku masih jadi siswa di sekolah ini. Ya, Ferdie yang lugu dan aneh. Kerap dijahili dan dibully. Hanya ruangan perpustakaan ini, rak buku - buku sejarah dan novel berdebu yang jarang dijamah anak - anak, menjadi teman sekaligus pelarianku.
"Permisi..." suara lembut memecah lamunanku. Aku mengangkat kepala untuk melihat pemiliknya.
Ya, gadis mungil dengan rambut lurus - setengah ikal yang digelung rapi dengan pita mawar merah muda. Ia tersenyum ragu, memandangku takut - takut dengan manik mata cokelatnya. Aku melihat pipinya bersemu, menyembunyikan rasa malunya. Imut sekali.
''Ya, duduklah. Apa kau muridnya Bu Lisa?" tanyaku, berusaha menyembunyikan kekagumanku. Bagaimana pun aku masih trauma dengan makhluk Tuhan yang bernama wanita. Masih segar diingatan ku ketika aku dicampakkan begitu saja oleh mantan pacarku lima bulan lalu. Aku hanya bisa mengagumi mereka tanpa ada perasaan lainnya. Aku masih belum selera.
"Iya benar." gadis itu meremas dua tangannya bergantian sebelum menatapku.
"Panggil aku Ferdie, gadis muda. Kau tahu kan kalau aku akan mengajarmu untuk olimpiade?"
Gadis itu menatapku tak percaya, tapi ia memaksakan diri untuk menunjukkan cengiran khas.
Untunglah, di saat genting itu Bu Lisa datang.
"Wah, Ferdie bagaimana kabarmu, nak?" tanyanya antusias. wali kelasku tiga tahun lalu. Ia tampak menua namun tetap menyelipkan sisi keibuan di senyumannya. Sama seperti dulu.
"Saya baik kok, bu. Ibu bagaimana kabarnya?" aku balik bertanya,
''Sama ibu juga baik. Oh iya nak, ini murid yang ibu ceritakan padamu tempo hari.'' Bu Lisa mengalihkan pandangannya ke gadis muda yang lembut itu.
''Djisa, ini gurumu. Dia alumni sekolah kita juga. Kau sudah tahu namanya?"
Djisa hanya tersenyum kecil ''Bang Ferdie, ya kan?"
"iya.'' bu Lisa lalu memandang kami berdua, bergantian. "Baiklah, kalian latihan ya, ibu tinggal dulu.''
Dan aku pun tinggal dalam kesunyian bersama gadis cantik ini. Darimana aku harus memulai?
KAMU SEDANG MEMBACA
In Love Again
RomanceYou make me love again, After a long, long while. In Love again. And I'm glad that is you... _______________________________ Ketika cinta datang dan kau tidak mengenalinya. Berkat dialah kau bisa mengingat namanya kembali.