Ferdie's POV
Aku terbangun tepat saat weker bodoh itu meraung - raung minta dimatikan. Dalam arti kata, aku harus bangun. Dengan malas aku membuka selimut yang seharusnya masih menutupi badanku.
Aku mengerjapkan mata, mengusapnya beberapa kali sambil mengumpulkan nyawaku yang sebagian masih tertinggal di bantal. dengan langkah gontai aku beranjak menuju dapur, mencari apa yang bisa kumakan atau kuminum, tentu saja yang siap saji.
Dan.. eng ing eng. Aku TIDAK menemukan apapun. Seharian kemarin aku habiskan diluar flat, tapi lupa dengan isi kulkas. Aku malah sibuk memikirkan apakah gadis itu sudah makan atau belum. Berkali - kali aku menimpuk kepalaku sendiri untuk menghilangkan bayangan gadis itu, bukan berarti aku tidak suka, hanya saja aku bingung dengan semua ini. Lain kali aku harus bertanya pada Djisa sihir apa yang dilancarkannya padaku.
Mataku terfokus pada sebuah piring kosong, Ya Tuhan aku lapar sekali tapi aku benar - benar tak ingin beranjak. Andai saja Djisa datang tiba - tiba, memasakkan scramble egg atau omelette keju untukku.
Haha, Ferdie. Impian konyol lagi. Sejak kemarin siang tampaknya aku telah bertransformasi menjadi pungguk jantan yang merindukan bulan- yang sama sekali tak ingin dirindukan olehku-
Aku tersadar oleh ringtone handphoneku yang ternyata masih ada di dalam jeans yang kupakai tidur.
"'Morning, Ferdie. Aku di depan flat mu, Mau membukakan pintu?"
Sejurus kemudian aku menekan tombol merah di handphoneku karena malas menjawab. Aku setengah berlari ke arah pintu dan menemukan seorang gadis seusiaku, ya tentu saja itu Cindy karena hanya dia satu - satunya yang tahan pada aura dingin apartemenku. Ia masuk sambil mengibaskan rambutnya yang kemerahan. Hari ini dia tampak fresh dengan cardigan jingga plus skinny jeans putih.
''Kau tampak payah sekali, Rosefield. Belum mandi dan sarapan?" cecar Cindy, alisnya bertautan.
''Belum'' ucapku pelan sambil menggeleng. Ia hanya tersenyum remeh dan melenggang ke dapur. "Omelette atau scramble egg?" tanyanya langsung.
''Terserah'' jawabku dingin, tapi ia tak peduli. Tatapannya masih berseri padaku. ''Tunggu saja, akan kubuatkan special omelette untuk sahabatku yang sedang jatuh cinta''
Aku terkekeh, ya dipaksakan untuk tertawa alih - alih suasana akan semakin awkward.
''Kau tahu Ferdie, motorku rusak. Andika tak bisa mengantarku pergi karena bibinya sakit''
''Aku tahu pembicaraan ini akan bermuara kemana-''
''Yap. Right, antar aku hari ini, boleh?Kau ahli sekali membaca keinginan orang lain'' jawabnya sambil mengambil piring yang tergeletak di pantry.
Aku hanya bergumam, gumamanku selalu berarti kata 'baiklah' atau 'iya' baginya. ''Lalu, kau membuatkan ku sarapan karena itu?" tanyaku dengan nada sarkastik.
''Sebagian iya, sebagian tidak. Kau butuh tenaga untuk menyetir, bukan?Lagipula, aku juga ingin bertemu Djisa hari ini-''
''Jangan'' ucapku menginterupsi pembicaraannya. ''Untuk apa kau menemuinya? Aku tak ingin perasaanku terbaca''
''What? Terbaca?"
"Ya.''
Cindy menghela napas. ''kalau perasaanmu tidak terbaca olehnya, bagaimana bisa dia menjadi milikmu?"
''Aku harus memastikan dia adalah wanita yang cukup lembut dan setia, tidak seperti-''
Giliran dia yang memotong bicaraku.
''Tuhkan!'' suaranya meninggi. ''Kau yang selalu menghubungkannya dengan masa lalu. Dia berbeda Ferdie, dia berbeda. Dia tidak sama. Dia adalah Djisa Roseine bukan Vina mahasiswi cantik yang pernah menyakitimu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
In Love Again
RomanceYou make me love again, After a long, long while. In Love again. And I'm glad that is you... _______________________________ Ketika cinta datang dan kau tidak mengenalinya. Berkat dialah kau bisa mengingat namanya kembali.