Part 6

44 2 0
                                    

Ferdie's POV

Mobilku berhenti tepat di depan pagar sebuah rumah, rumah bergaya minimalis berwarna abu - abu. Tepat sekali, ternyata rumah Azzura tidak terlalu jauh dari rumah sakit seperti yang dikatakannya tadi.

"Makasih ya Fer, atas bantuannya'' ucap gadis ini dengan sopan. Tumben, biasanya dia bicara meledak - ledak dan menusuk hati.

"Don't mention it'' jawabku segan sambil tersenyum seadanya. Azzura mengedipkan mata, lalu menutup pintu mobilku. Tangannya lalu mencoba membuka pagar rumah. Pagarnya berwarna silver dengan hiasan bunga - bunga aster dan mawar.

mawar?

''Hei Az!'' teriakku dengan agak kencang, berharap Azzura mendengarku walaupun pagarnya sudah hampir rapat tertutup.

''Ada apa lagi?'' katanya sambil me roll eyes. Gadis itu makin gusar karena aku mendadak ragu atas pertanyaan yang ingin kulontarkan tadi.

"Tadi kau bilang, Djisa suka mawar apa?'' tanyaku dengan susah payah. Ya, kau angkuh sekali Ferdie bahkan untuk bertanya hal sepele saja susah.

Mata Azzura menatapku, sambil menyeringai kejam - dia mencecarku dengan seribu pertanyaan yang akan dia lontarkan kepadaku.

''Tuhkan, perkiraanku tepat. Kau tadi tidak mau mengantarku ke toko bunga karena kau yang ingin memberinya untuk Djisa kan?"

Ya Tuhan dia menebak pikiranku dengan tepat, tapi aku harus membungkam mulutnya sebelum benda itu akan koar koar kemana mana, dan akhirnya Djisa akan kehilangan selera kepadaku.

"Aku serius, aku tak tahu apa rasanya yang sekarang aku rasakan. Aku sudah lama kehilangan keinginan pada wanita terutama setelah aku dicampakkan mantanku..''

Azzura diam, dia mematung sambil tangan kanannya menggenggam grendel pintu. Dia ingin bicara tapi mulutnya kelu, dia masih menantikan lanjutan kalimatku.

''Aku belum paham mengapa Djisa bisa membuatku mengalah, mengapa Djisa bisa menumbuhkan sedikit kepedulianku, mengapa Djisa membuatku gila dalam setengah hari,'' ucapku tercekat ''Setidaknya aku ingin dekat dengannya, mengenal hati dan kepribadiannya..''

Azzura menghela napas, dia memejamkan matanya dan membukanya dengan perlahan. "Djisa gadis terlembut yang pernah kukenal. Kau tidak akan pernah tahu isi hatinya, kau tidak akan pernah membaca emosinya, Ferdie. Dia tertutup sekali, tidak semua hal bisa ia bagi dengan sembarang orang. Kau bisa dapatkan sahabatku, Ferdie.''

''...''

''Kalau kau berhenti mencoba, kau akan selamanya sendirian. Kau akan menemukan pasangan yang tepat. Kau tak bisa selamanya hidup sepi. Harus ada yang mendampingi hidupmu. Dan kuharap itu sahabatku.''

Aku masih terpaku dibalik setir, menatap klakson lamat - lamat dan berusaha menahan air bening bodoh yang ingin menetes dari mataku. Ferdie, apa yang salah? Ini air mata pertama yang berhasil menetes dalam setahun terakhir, dan kau meneteskannya karena apa?

Aku menstarter mobilku tanpa kusadari, lalu meninggalkan karib Djisa itu, yang masih kebingungan dengan ucapanku. Aku melirik ke kaca spion, gadis itu masih berdiri di tempatnya. Wajahnya menyiratkan ketidak percayaan.

Bahkan aku sendiri belum percaya bisa mengatakan hal itu. Aku menatap wajahku sendiri di kaca spion, lalu mengedarkan pandanganku ke jalanan. Ini jalan kemana? Aku tidak paham. Aku terus saja mengemudi, berbelok ketika ingin dan lurus tanpa disadari.  Setidaknya mungkin sampai bensin mobilku ludes.

Ferdie, ditunggu di cafe perpustakaan please, ada aku n Cindy disini.

Daniel

In Love AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang