"Absenmu tidak masalah kalau kau bolos lagi, Luhan?" tanya Sooyoung pada Luhan yang sedang menikmati sarapan.
"Tidak masalah. Aku sudah melengkapi semua absen yang aku butuhkan. Jadi kalau aku mengumpulkan tugas tepat waktu, semua akan aman," Luhan memotong daging steak di piringnya dan melahap satu potongan besar, "kau sendiri tidak ikut pergi dengan Kris?"
Sooyoung meminum kopinya, "Dia bilang urusan hari ini akan dia selesaikan sendiri."
Luhan tak bicara lagi. Dia memandang ke luar jendela ruang makan, salju menumpuk di halaman, mewarnai semua dengan putih yang tak bercela. Sudah lebih dari satu bulan waktu berlalu sejak semua tentang Sehun terungkap. Waktu pertama kembali ke rumah, Sehun masih tampak biasa saja. Masih bisa berkumpul di ruang tengah. Menonton televisi atau DVD, makan bersama, sesekali ke dapur untuk membuat makanan ringan.
Tapi sejak dua hari lalu, jangankan berjalan ke ruang tengah, Sehun bahkan tak sanggup untuk meninggalkan tempat tidurnya. Luhan yang kini selalu tidur di kamar Sehun melihat perubahan saudara kembarnya itu dari hari ke hari. Tubuh Sehun yang semakin kurus, wajahnya yang semakin pucat ... hanya bias mata Sehun yang masih sama dengan apa yang Luhan ingat. Mata yang masih memiliki mimpi, mata yang masih memiliki harapan.
Mereka memang tak pernah akrab sebelum ini, tapi sejak lama sebenarnya Luhan kagum ... dia iri pada Sehun yang memiliki tujuan dalam hidupnya. Memiliki mimpi. Sedangkan dia sendiri hidup hanya memikirkan hari ini, tak pernah sekali pun dia memikirkan apa yang ingin dia lakukan di masa depan nanti. Luhan sudah terlalu nyaman dalam balutan kemewahan, yakin bahwa dia masih bisa hidup tenang meski tidak bekerja.
Sekarang ... Luhan malu pada pemikirannya itu.
Karena itu Luhan mulai belajar tentang bisnis keluarganya. Dia sering bertanya pada Sooyoung yang di luar dugaan, mau mengajarinya dengan sabar ... walau sabarnya hanya bertahan di lima menit pertama. Setidaknya Sooyoung masih mau menjawab apa yang ditanyakan oleh Luhan.
Selesai sarapan, Luhan langsung bergegas kembali ke kamar Sehun.
Di sana dia lihat Hyuna sedang duduk di tepi tempat tidur, membacakan sebuah buku cerita pada Sehun.
"Seperti anak kecil saja pakai dibacakan buku," Luhan berjalan mendekat.
Hyuna menutup buku yang dia baca, "Kebetulan kau di sini. Temani Sehun dulu! Aku mau mandi."
"Oke," Luhan berjalan ke sisi lain tempat tidur lalu berbaring tengkurap di sebelah Sehun setelah Hyuna keluar dari kamar. Luhan mengambil buku yang ada di meja dekat tempat tidur.
Sehun memiringkan tubuhnya, "Apa yang kau baca?"
"Buku ekonomi. Sekalinya aku bilang mau belajar, Sooyoung langsung memberiku 'bacaan ringan' ini," Luhan memandang Sehun, "Kalau kau mengantuk, tidur saja!"
"Aku memang mau tidur," Sehun membenahi selimutnya. Tak lama setelah memejamkan mata, dia langsung terlelap.
Luhan jadi urung membaca buku hibahan dari Sooyoung. Dia juga merebahkan tubuhnya dalam posisi miring, dalam diam memandang sosok saudara kembarnya. Sejak dulu orang selalu bilang kalau mereka seperti dua kutub yang berbeda. Luhan anak yang aktif sementara Sehun lebih pendiam. Luhan lebih senang main bola sedangkan Sehun lebih suka membaca buku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Fanfiction[PRIVAT ONE OF PART] - [Family-Twoshoot] Setiap awal pasti akan ada akhir. Dan setiap ada kelahiran pasti akan ada kematian. Usia dan waktu tak akan ada yang tahu. Semua menjadi rahasia Tuhan. Dan ketika waktu itu tiba, bukan tangis yang mengiringin...