Hari minggu kyungsoo menghabiskan waktu dirumah menyelesaikan novelnya. Gadis muda berusia 23 tahun ini bekerja sebagai penulis lepas namun karyanya selalu ditunggu-tunggu. Kyungsoo sudah menyelesaikan studynya satu tahun yang lalu dan tepat satu tahun yang lalu keluarganya tidak lagi utuh, ayah dan ibunya berpisah.
Ayahnya—Do Siwon adalah seorang dokter bedah umum, sedangkan kyungsoo adalah sarjana sastra Bahasa. Dia mengambil jurusan itu karna kecintaanya pada menulis. Dengan menulis, ia bisa menceritakan segala hal yang ingin ia ceritakan. Segala hal yang tak mampu ia ungkapkan secara lisan pada seseorang, karena baginya mempercayai seseorang itu adalah sebuah boomerang yang bisa kembali padanya setiap saat untuk menghancurkannya. Angannya, mimpinya, tujuannya dan harapannya, ia tuangkan kedalam karyanya. Sebuah karya yang sudah banyak ia buat dan dinikmati banyak orang. Namun sampai sekarang dia masih merahasiakan dirinya sebagai penulis, banyak pembaca yang ingin sekali mengetahui siapa orang dibalik karya yang terbilang menyedihkan, walaupun ada karyanya yang berakhir bahagia. Namun sebagian besar karya kyungsoo berakhir dengan menyedihkan—memilukan—bahkan bisa membuat para pembacanya ikut merasa seperti tiokoh dalam karya kyungsoo. Penasaran, yah banyak yang menanti bedah buku—bedah isi buku yang kyungsoo tulis.
Ibu kyungsoo— Do Yoona adalah seorang predir perusahan Do yang dibangun dari nol oleh dirinya sendiri. Dari saat pertama mengenal suaminya, Do siwon. Ah iya marganya sekarang berubah menjadi Lee yoona semenjak menikah dengan seorang pengusaha dari perusahaan Lee. Lee donghae nama suaminya yang kini bersamanya setelah ia memutuskan untuk meninggalkan sebuah ikatan yang pernah ia ikrarkan bersama Do siwon—mantan suaminya itu. Dia memilih membawa kun, putra bungsunya bersama. Dia tahu jika putri sulungnya sangat kecewa padanya karna keputusannya itu. Dia tahu karna dia seorang ibu yang sudah merawat putrinya sejak kecil, sejak dalam kandungannya selama Sembilan bulan hingga putrinya kini menjadi wanita dewasa yang sangat cantik. Dia tahu itu. Tapi, dia juga tidak ingin memaksa putrinya itu untuk tidak membencinya, karna dirinya tahu—dirinya salah dengan bermain dibelakang suaminya karna terlalu lelah diabaikan dengan kesibukan suaminya dulu.
“Kun, ibu menjemput jam berapa nanti?” Tanya kyungsoo, dia mulai menutup lembar kerjanya, pandangannya ia alihkan kearah kun yang sedang membaca sebuah komik ditempat tidurnya.
“Tidak tahu.”
“Huh, kau tanyakan pada ibu. Ibu mau menjemput jam berapa” perintah kyungsoo menahan kesal. Orangtua kyungsoo sudah bercerai, kyungsoo tinggal bersama ayahnya sedangkan kun tinggal bersama ibunya. Walaupun orangtua mereka berpisah, kyungsoo dan kun masih sering bertemu, terkadang kun akan menginap dirumah kyungsoo jika ibunya sedang perjalanan bisnis diluar kota.
“Nunakan bisa bertanya sendiri.”
“Yak! Kau ini menyebalkan.”
“Memangnya kenapa? Biasanya nuna tidak peduli ibu menjemput jam berapa” Tanya kun tanpa mengalihkan pandangan pada kyungsoo. Kyungsoo memang tidak begitu akur dengan ibunya, dia dan ibunya bila bertemu hanya bicara seperlunya tampak seperti bukan seorang ibu dan anaknya.
“Aku mau ikut mobil ibu pergi kekedai kopi.”
“Lagi?” Tanya kun tak percaya, entah mengapa nunanya itu hobi kekdai kopi itu.
“Iya, kenapa?.”
“Aku ikut hehe.”
“Dasar!” kyungsoo melempar sebuah buku kearah kun namun tak sampai.
Jangan salahkan kyungsoo jika dirinya masih belum menerima sebuah kenyataan bahwa keluarganya tidak utuh. Kyungsoo ingin marah saat itu, ketika ayah dan ibunya memutuskan berpisah satu tahun yang lalu. sakit—sedih—entah bagaimana lagi kyungsoo menggambarkan perasaannya saat itu. Dia masih dalam usia muda namun sudah harus menjadi dewasa, dia wanita—butuh sandaran—kekuatan untuk bertahan menopang dirinya dengan keretakan keluargannya itu. Tapi kyungsoo tidak memiliki siapapu selain malaikat kecilnya yang selalu bersamanya, yaitu adiknya. Mereka memang sering bertengkar, tapi sebenarnya mereka saling menyayangi, melindungi satu sama lain. Satu alasan kyungsoo sampai saat ini bertahan adalah karena kun, adiknya. Dia tidak ingin masa kecil adiknya yang harusnya membahagiakan malah hancur. Dia tidak ingin adiknya itu merasakan sebuah rasa pahit, pedih yang seharusnya belum dirasakan adiknya. Kyungsoo ingin kun, adiknya bahagia. Tidak kehilangan masa kecilnya.“Nuna” panggil kun, ia menutup buku komiknya dan memusatkan perhatian pada nunanya itu. “Nuna, tidak punya kekasih? ehm—maksudku.”
“Memangnya kenapa kau bertanya seperti itu, hm?” potong kyungsoo, dia mendekat keadiknya dan mengusak lembut surai rambut kun.
“Tidak, hanya saja. Ehm, apa nuna tidak kesepian saat tidak bersamaku?.” Tanya kun dengan hati-hati, dia tidak ingin menyakiti perasaan nunanya dengan pertanyaan yang ia tanyakan.
“Kesepian?”kyungsoo menatap lekat wajah kun. Kun mengangguk. “Nuna punya kamu, kun. Jadi tidak ada alasan untuk nuna kesepian” kata kyungsoo, dia tersenyum. Senyumnya menutupi semua luka dihatinya yang ia simpan sendiri. Kyungsoo memang tidak pernah jatuh cinta, dia takut—terlalu takut untuk sebuah perasaan itu. Perasaan yang menyakiti hati ayahnya, yang membuat ayahnya sekarang terlihat workaholic. Ayahnya bekerja hingga lupa waktu, mencoba mengalihkan perasaan sakitnya. Kyungsoo memang belum pernah jatuh cinta , tapi dia tahu bagaimana rasanya disakiti. Disakiti, ketika semua kepercayaan yang dibangun untuk sebuah perasaan cinta namun sebuah pengkhianatan balasannya. Terkadang ini tidak adil, tap inilah hidup. Terlihat indah, namun mematikan bagi siapapun yang terlalu menitik beratkan sebuah kepercayaan. Kepercayaan yang bisa menimbulkan sebuah luka yang penyembuhannya sangat lama.“Baby!” sebuah suara panggilan dari arah luar kamar kyungsoo. “Ah, itu ibu” kun beranjak dari tempat tidur kyunsgoo, meninggalkan kyungsoo sendiri. “Hah!” kyungsoo menghela nafasnya kasar, dia beranjak dari duduknya dan menyusul kun yang menghampiri ibunya.
“Ibu!” seru kun senang dengan berhambur kepelukan ibunya. “Kau merindukan ibu ya? Oh anak ibu.”
“Ibu, sedang sibuk tidak?” Tanya kun melepaskan pelukannya, “Kun, ingin mengajak ibu dan nuna untuk minum kopi. Kata jongin hyung, hari ini kedai kopinya akan meluncurkan rasa kopi baru.”
“Boleh, kebetulan ibu juga sedang ingin minum kopi” yoona melirik sekilas kearah kyungsoo. “Tapi apa nunamu mau?” bisik yoona. Kun berbalik menatap tajam nunanya, “Nuna, tidak ada penolakan! Atau jika nuna tertidur lagi aku tidak akan membawa nuna pulang.”
Kyungsoo menghela nafasnya, “Baiklah.”
“Kita berangkat sekarang, ibu!” seru kun menarik tangan ibunya dengan semangat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Pecinta Kopi
Short StoryGadis pecinta kopi Kopi... Memiliki rasa manis tersendiri dari gulanya, rasa gurih dari cream susunya, rasa pahit dari kopi itu sendiri. Kopi begitu menenangkan bagiku, menemani disetiap kesendirianku. Tapi kopi bisa sangat beracun jika terdapat si...