[18] Appointment.
Syahilla terduduk karena mengingat sesuatu yang amat penting. Tidak seharusnya Syahilla melupakannya pada hari ini, ialah janji. Dia memiliki janji untuk bertemu dengan Gio pada jam istirahat kedua. Akan tetapi ... lupakan saja. Hidupnya sedang rumit dan ada yang lebih penting untuk dipikirkan. Gio akan dikesampingkan terlebih dahulu. Bicara tentang kerumitan hidup, Syahilla tidak ingat jika memiliki musuh. Dia baik pada siapa pun. You can call Syahilla flawless. But, nobody's perfect. Syahilla tak cukup kuat untuk menghadapi ini semua. Semuanya sangat sulit untuk dipahami. Semuanya ... sangat melelahkan. Mungkin Syahilla perlu beristirahat sejenak.
“Kak,” panggil Ilham.
Panggilan Ilham menyadarkan Syahilla agar segera mengakhiri pergelutan pikiran yang mengakibatkan multithinking, pemilihan kata yang lebih elegan dibanding overthinking; insecure dan negative thinking. Pergelutan pikiran yang dapat menjadi racun bagi diri sendiri.
“Ya?” Syahilla menoleh, mendapati Ilham sudah duduk tepat di sebelahnya. “Bukannya sekalian mandi malah ganti baju doang, buat apa coba? Bau keringat, idih!”
“Lah mengatur,” cibir Ilham sembari komat-kamit meledek Syahilla.
Padahal niat untuk mandi yang susah payah Ilham kumpulkan, ternyata dikalahkan dengan mudah oleh rasa penasaran pada cerita dari sudut pandang Syahilla, si pemeran utama dalam tragedi tahun ini. Ilham sangat menantikan kebenaran yang sebenar-benarnya dari orang tepercaya. Bukan berasal dari rumor yang menyebar secara kalang kabut dan tidak jelas asalnya dari mana. Entah mana yang benar.
“Oh, ya, Ham. Bagaimana? Tadi lancar sama si doi?” Syahilla tersenyum jahil, ingin mengetahui kelanjutan kisah Ilham sekaligus mengalihkan pembicaraan. “Eh, enggak ya. Soalnya lu kabur pulang duluan, yah ....” Syahilla menyayangkannya. “Bego! Melewatkan kesempatan di depan mata.”
Padahal kemarin Ilham bersikeras ingin pulang bersama Dedek Crush, walaupun harus merasakan pahitnya penolakan berimbas menggalau semalaman. Akan tetapi, ketika kesempatan datang, Ilham dengan mudah melupakan kata-kata yang diucapkan kemarin dan sengaja pulang lebih cepat dari biasanya guna menemui Syahilla. Memang keluarga lebih utama dibandingkan cinta. Heran sekali mendengar pertanyaan kakaknya.
Ilham menautkan kedua alis menatap Syahilla. “Kok malah bahas gituan sih, Kak?”
Seketika, Ilham pun membulatkan matanya dan mengingat telah melanggar janji pada Sarah hari ini. Maaf Sarah, keluargaku adalah prioritas. Besok Ilham perlu menjelaskannya pada Sarah agar tidak semakin runyam hubungan mereka. Ilham menggeleng dan mengembalikan konsentrasinya secepat mungkin.
Syahilla berpura-pura tidak tahu apa yang Ilham maksud. “Lah, memang apaan? Kita mau bahas lu sama doi, kan? Bukannya mau curhat makanya mengajak gue ke kamar lu?”
Ilham memegang kedua bahu Syahilla dan menatapnya lekat. “Gue nggak bisa basa-basi, tentang bagaimana perasaan lu. Sudah pasti lu nggak baik-baik saja, bahkan bisa saja hancur. Gue sendiri nggak tahu penghiburan macam apa yang harus gue ucap atau lakukan untuk lu. Gue nggak tahu pasti apa yang terjadi. Satu hal yang pasti, gue percaya sama lu. Karena lu kakak, keluarga sekaligus sahabat terbaik bagi gue. Nggak mungkin lu kayak begitu. Jadi, kita harus cari tahu orang berengsek mana yang sudah main-main sama kehidupan lu.”
Mendengarnya saja membuat Syahilla merasakan ketenangan. Ilham seperti kerasukan Yusha bila Syahilla sedang dilanda masalah. Begitu bijak pada masalah orang lain, tetapi masalah sendiri malah pusing tujuh keliling. Sungguh pesona yang menggemaskan.
Syahilla melepaskan pegangan tangan Ilham dari bahunya dan mengelus lembut puncak kepala Ilham. “Mandi terus belajar sana. Tingkatkan nilai lu, terutama pelajaran Bahasa Inggris.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Luv
Ficção Adolescente[Semua karakter, organisasi, tempat, kasus, dan insiden dalam tulisan ini fiktif.] Akibat secarik foto tidak senonoh yang sampai ke pihak sekolah, membuat kehidupan Syahilla Almaira mengalami perubahan drastis. Terpaksa menikah dengan Arvel Dhariun...