Aku terlahir bukan dari keluarga menengah atas, hingga sekarang. Naik turun perjuangan sudah kurasa, melatihku hingga menjadi sosok yang kata mereka dewasa sebelum umurnya. Aku tidak masalah dengan itu karena menurutku apanya yang salah dari menjadi dewasa?
Dulu aku hidup bersama ayah, ibu, dan adikku. Lalu ibuku pergi, bersama adikku terlebih dahulu, adik keduaku. Kurasa tidak perlu kuperjelas kemana ibu dan adikku pergi.
Semenjak hari berkabung itu, kami pindah rumah. Kami pindah di rumah nenek dari ayahku.
Hidup disana keras, sangat keras. Bahkan tidak adil, sering kali kau temui penindasan, padahal kami semua masih satu darah. Itulah bertahan hidup dan itu juga yang melatihku hingga menjadi seperti ini, pemberontak, keras kepala, dan broken home mungkin.
Tapi siapa yang peduli, ini hidupku. Nanti juga aku mati.
Aku sekolah di sekolah menengah pertama negeri yang ada di Lampung. Dengan situasi yang berat pastinya. Tapi beruntungnya sekolah itu hanya tiga tahun.
Dan sekarang aku sedang menempuh pendidikan menengah atas yang masih berada di Lampung.
"Sok atuh ke masjid" suara dengan logat khas sunda tersebut membuyarkan kenangan masa laluku.
Katanya namanya, Lala. Entahlah tapi sering dengar dari orang orang. Lala bukan mengajak aku, melainkan perempuan yang berdiri tepat dihadapanku.
Sebenarnya perempuan ini hendak mencari masalah denganku, tapi kau tahu aku si pencinta damai. Jadi selagi ujung jari kelingkingnya belum menyentuh sedikit bagian tubuhku aku akan tetap diam.
Lalu tiba tiba rambutku ditariknya sambil berucap, "kurang ajar banget gue dikacangin"
Akupun langsung berdiri, memelintir tangan yang tadi berani menarik rambut yang dari kecil sudah kuurus bahkan tanpa ibuku. Ia mengerang kesakitan, temen teman disekitarnya ikut merintih tapi tidak ikut membantu.
Lalu tangan itu kuhempas hingga punggung tangganya mengenai meja, yang aku yakin seratus persen sangat sakit.
"Sialan" perempuan itu kembali mengumpat.
Ia hendak menjambak atau entahlah, intinya ia hendak melakukan perlawanan lagi kepadaku tetapi ditepis oleh Lala.
"Allahuma, orang diajak sholat eh malah disini berantem pula" katanya berkacak pinggang.
Layla yang melihatnya tak banyak bicara hanya bergumam tak jelas yang membuat Lala semakin geram.
"Cepet atuh." Ucap Lala lagi sambil menarik tangan Laila bekas kupelintir tadi.
"Ah!!" Laila menjerit namun tak dihiraukan oleh Lala.
Setelahnya aku kembali duduk sambil merapihkan tatanan rambut yang sedikit rusak oleh Laila. Teman teman Laila yang masih berada disekitarku hanya melihatku tanpa berucap sepatah kata pun.
Lalu ketika aku melihatnya mereka tersenyum dan bergegas dari tempatku.
Itulah hari seninku disekolah. Tidak lagi kutemui cerita epic seperti dulu saat SMP. Tapi setidaknya ini lebih baik dari pada hari minggu dirumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sucker
Short StoryJulia tahu, ia tidak sendiri. Ia tahu, ada banyak orang yang pernah merasakan seperti yang ia rasakan. Makanya ia membagi cerita ini, berharap ada pembaca yang merasakan apa yang Julia rasakan.