3. Keluarga Julia

11 2 0
                                    

Sudah tahu soal celana levis ku yang hilang? Oke, mari dengarkan, aku punya cerita unik sekaligus menyebalkan hari itu.

Mulai dari aku yang kehilangan dua pasang kaus kaki warna hitam dan putih yang aku letakkan diatas sepatu bau dan dekil milikku. Aku bertanya tanya, siapa yang mengambilnya. Seantero rumah sudah aku tanya, mulai dari yang paling tua, hingga adik sepupuku yang masih berumur empat tahun.

Itu menyebalkan, aku membeli kedua kaus kaki itu dengan banyak perjuangan, dimulai dari mengumpulkan duit untuk membeli kaus kaki, hingga harus ke pasar jalan kaki yang jaraknya lumayan jauh, dan saat hujan.

Sehingga tadi pagi aku harus menggunakan kaus kaki milik kakak sepupuku waktu SMP, dan sekarang ia sudah kerja. Kaus kaki putihnya sudah berwarna kekuning kuningan dan kendor.

Tak apa, yang penting aku sekolah pikirku.

Malam ini aku harus pergi menemui Syifa untuk mendaftar bimble, dan aku akan menggunakan satu satunya celana levis yang masih bagus yang aku miliki.

Aku pikir aku akan menggunakannya untuk nanti malam jadi harus kusetrika terlebih dahulu. Namun naas, celana yang kujemur kemarin pagi sudah tidak ada ditempatnya.

Aku bertanya kepada adikku satu satunya. "Gin, liat celana levis gua gak?"

Gina terlihat asik dengan gadget dihadapannya, kalau tidak salah sedang bermain Mobile Legend. "Gatau gak liat" jawabnya acuh.

Lalu aku bertanya kepada nenekku. Jawabnya justru tuduhan terhadap ayahku. Katanya aku harus bertanya kepada beliau karena ialah yang sering usil di rumah ini.

Bagaimana bisa aku terima itu, mau bagaimanapun ia adalah ayahku. Setiap hari ada saja yang membuatku bertambah membenci dirinya.

Lalu kutemui adik sepupuku. Ia selentingan dengan adikku, dan sama sama suka main mobile legend. "Tasya liat levis gua gak?"

Ia menoleh dan balik bertanya kepadaku. "Levis yang mana?"

"Ada yang biru itu."

"Gatau nanti Tasya cari dulu ya mba"

Waktu itu aku hanya mengangguk lalu segera bergegas menuju kamar.

Tak lama setelahnya, aku kembali bertanya kepada Tasya tapi setelah ia pergi dan balik lagi kerumahku. Omong omong, rumah Tasya berada tepat didepan rumahku.

Saat itu ia berkata ia belum mencari celana itu. Lalu pamit untuk pulang dan mencarinya. Baiklah, aku menunggunya. Tak lama kemudian, ia datang dengan raut wajah yang sedikit berbeda dari sebelumnya, entahlah matanya tampak berkaca kaca.

"Tas ada gak?"

"Kata ibu gak ada mba"

"Yaudahlah, makasih ya." Ada rasa sedih didalam hatiku. Kau tahu, itu adalah celana termahal yang pernah aku beli, tidak tidak maksudku, ayahku yang membelikan dan sungguh tak menyangka akan hilang begitu saja tanpa jejak.

Selang beberapa menit aku mengambil jemuran, tiba tiba ada suara. Dengan intonasi tidak suka ia berkata. "Heh, levis lu yang ilang itu apa sih?"

"Kok nuduhnya gue mulu?"

Aku diam, speechless. Berusaha memproses kata kata tajamnya secara singkat. Lalu kudengar Tasya bersuara. "Kan nanya bu, bukan nuduh"

"Iya tapi apa apa kalo ada yang ilang yang dituduh yang disini mulu."

Hatiku mulai memanas mendengar kalimat kalimat yang ia lontarkan dengan nada nyinyir. "Kan nanya, bukan nuduh." Jawabku enteng.

"Ya Tasya ngambil juga buat apa, sama dia masih kepanjangan, sama gua pinggangnya gak muat. Buat apa juga ngambil, hah?"

Aku mendesah kesal. "Gak nuduh, nanya."

"Lo tanya kek sana sama Riska, jangan apa apa yang ditanya disini mulu, udah kaya gua yang maling aja."

Aku sudah panas, benar benar panas. Ada rasa gedek, rasa rasa ingin menonjok dirinya. "Gak bisa bedain apa, nanya sama nuduh?"

Aku pergi dari tempatku berdiri, tidak mendengarkan mulutnya yang masih berbicara. "Bacot, gak guna sumpah"

Lalu aku menunjukkan jari tengahku sambil berkata "fuck off, mati sono"

Entah apakah ia mendengarnya atau tidak. Aku tidak perduli. Aku memang jahat. Dan kau tahu, ia adalah adik bungsu dari ayahku, yang mana kurasa tidak pernah menyukaiku semenjak aku datang di rumah ini.

"Apa katanya?"

Di depan kamarku aku bertemu dengan ayah. Ia mendengar percakapan kami.

"Biasa bacot" kataku dengan suara bergetar.

Sesampainya dikamar, air mata yang sedari tadi kutahan jatuh. Jatuh, banyak sekali. Entahlah aku mungkin hanya sedang lelah. Lelah dengan semuanya. Termasuk keluargaku.

Aku sering berpikir, apakah mati lebih baik dari hidup ini?.

Dan pikiran itu kembali muncul. Aku hanya membenci orang orang disekitarku, bahkan keluargaku sendiri. Benar benar membenci mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 21, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SuckerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang