9. Sakit Gigi

760 30 5
                                    

Ceritanya Radit lagi sakit gigi. Sebenernya gue males banget buat bawa dia ke dokter gigi. Tapi gue lebih males denger dia aduh-alah terus tiap hari. Mau enggak mau gue mesti bawa dia ke dokter.

Awalnya Radit enggak mau ke dokter gigi, katanya takut.

"Aku enggak mau!" kata Radit setengah teriak. "Aduh-duh-duh," lanjutnya kesakitan sambil pegang pipi kanan.

"Tuh 'kan, ngomong aja lu sakit," gue coba sabar, "yuk, ke dokter, biar sembuh."

"Sekali enggak tetep enggak!" Sekarang suaranya pelan. "Kecuali ...."

"Kecuali?"

"Kecuali pulang dari dokternya beli mainan." Radit ngangkat alis beberapa kali.

"Yaelah, katanya udah gede, masih aja mau beli mainan."

"Tapi kan belum segede Om Rama," tukas Radit.

"Terserah deh," kata gue ngalah, yang penting Radit mau berobat. "Udah, ganti baju gih."

Singkat cerita, kami udah sampai di RS, gue awalnya lega karena Radit mau juga diobatin. Tapi ....

Di sana ternyata ngantri. Enggak banyak sih, seenggaknya ada tiga anak yang ngantri buat berobat. Tapi, yang namanya ngantri itu nyebelin.

Anak pertama masuk, gue sama Radit nunggu di ruang tunggu (yaiyalah, masa di halte?). Samar-samar gue denger anak itu nangis teriak. Sampai selesai dan keluar, tuh anak masih nangis. Radit mulai parno. Yang kedua, anak itu malah makin kenceng nangisnya. Radit makin paranoid.

"Om, pulang yuk, aku udah sembuh kok," bisik Radit.

"Serius?" tanya gue pura-pura bego. Radit ngangguk-ngangguk yakin.

"Beneran? Kalo gitu, kita beli es krim yak?"

"Om mau bunuh aku?" dengus Radit.

"Kenapa? Katanya lu udah sembuh."

"Tapi ...." Ucapan Radit kesela sama anak kedua yang keluar dari ruang dokter. Anaknya nangis kenceng banget. Jelas bikin Radit makin parno separno parnonya. Seenggaknya enggak tarno lah.

"Udah, ayok masuk." Gue seret Radit yang enggak mau masuk.

Ternyata dokternya cewek, namanya dokter Ana. Cantik banget, gue mau jadi lakinya dia. Tapi, apa mau dia jadi laki gue .... Oke, ini mulai enggak nyambung. Kembali ke Radit. Radit malah melongok enggak jelas sambil mangap natap tuh dokter cewek.

"Kapan kita mulai, Bu?" tanya Radit semangat. Gue cuma bisa nepuk jidat.

Radit si Pemikir AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang