BAB 2

519 41 1
                                    

"Kalian tahu nggak? Katanya setahun yang lalu ada anak SISPALA yang hilang gitu aja tanpa ada kabar. Bahkan ada yang bilang dia jatuh saat naik gunung," salah seorang anak perempuan yang duduk di belakang kami. Suara yang terdengar sedikit cempreng itu.
"Ih masa, sih? Serem.." ujar salah seorang lagi dengan nada lebay dibuat-buat, membuat siapa saja yang mendengarkan merasa jijik padanya.
"Tapi, gue nggak peduli. Gue akan tetap ikut ikut eskul ini. Karena seniornya cakep banget." kata seorang lagi.
Aku dan Dinda hanya diam bete dan saling pandang mendengar percakapan anak-anak cewek itu yang sangat nggak ada manfaatnya. Mau bagaimana lagi, kami terpaksa harus mendengarkan karena suara mereka terdengar sangat keras seperti memakai microfon.
"jadi lo mau ikutan Sispala karena seniornya cakep? Lo serius, Mar?"
Cewek yang ku ketahui namanya Maria itu dengan gaya tangan di lipat di dada berkata "iya, dong! Senior itu udah jadi target gue. Pokoknya gue harus dapetin senior itu. Gimana pun caranya" katanya dengan sangat percaya diri.
Aku dan Dinda bergidik sendiri melihat bahwa di kelas kami ternyata ada cewek seperti itu.
"Dasar nggak tahu diri! Dia kayak nggak punya harga diri, ya. Ngejar-ngejar cowok" bisikku pada Dinda.
"Iya, kok ada ya cewek kaya gitu?"
"Siapa cewek yang kalian maksud?" tiba-tiba suara seseorang mangagetkan kami dari arah sampingku..
Oh, ternyata Maria ada di samping kami. Ia memandang kami dengan tajam, dagunya terangkat seolah dialah yang berkuasa disini.
"Elo" jawab Dinda singkat. Matanya membalas tatapan tajam Maria tanpa ada rasa takut sedikit pun.
Mataku terbelalak mendengar jawaban Dinda. Berani sekali Dinda langsung bicara begitu. Tapi, cewek menyebalkan seperti itu memang patut di begitukan. Cewek sombong, belagu begitu nggak boleh di kasih hati.
"Kalian berdua punya masalah apa ya sama gue?"
"Kita nggak punya masalah, tapi sori kalau lo kesinggung. Kita cuma lagi bicara soal fakta aja." ucapnya datar.
Brakk...
Aku terpelanjat kaget ketika tak di sangka Sechil menggebrak meja kami. "Maksud lo apa bicara begitu, hah? Lo mau cari ribut sama gue? Tadi pagi temen elo nyari ribut sama gue. Dan sekarang elo!" tunjuknya padaku dan Dinda secara bergantian.
"Hey, itu elo yang salah" belaku tak mau kalah.
Dinda berdiri, kini tinggi mereka hampir sebanding, "sori, gue nggak mau punya musuh, kalau emang lo nggak merasa kenapa lo harus marah?" ujar Dinda dengan tenang.
Oke, sekarang semua mata siswa di kelas kami tertuju pada Dinda dan Maria. Mereka yang tadinya sibuk dengan kegiatan masing-masing kini mengalihkan pandangan sepenuhnya pada Dinda dan Maria. Aku yang hanya bisa diam menonton merasa bersalah, karena aku yang salah memulai bicara begitu.
Tapi untunglah, ada seorang guru yang datang. Dan alhasil Maria kembali duduk ke tempatnya kembali. Guru itu mengaku sebagai wali kelas kami. Ia kemari bukan untuk mengajar, melainkan mempersilahkan kami maju ke depan satu persatu untuk memperkenalkan diri sampai jam istirahat.
***
Saat istirahat, aku dan Dinda pergi mencari para senior anggota SISPALA untuk memberikan data formulir kami.
Setibanya di basecamp, pintu basecampe terbuka memperlihatkan segerombolan para anggota SISPALA yang sedang berkumpul.
Aku mengetuk pintu, "permisi, Kak. Kita mau kumpulin formulir anggota baru."
Salah seorang senior menghampiri kami, bernama Daffa yang ku tahu dari perkenalan diri tadi. Ia bertubuh tinggi kurus dengan kacamata menghias di matanya. Kacamata yang menurutku terlihat culun di pakai olehnya. Kalau saja kacamatanya di lepas, ia pasti terlihat lebih gentleman.
Setelah memberikan formulir itu, aku dan Dinda pamit untuk kembali ke kelas.
Malamnya aku langsung di kirimi pesan singkat bahwa besok sepulang sekolah kita di suruh berkumpul di basecampe SISPALA untuk memulai kegitan pertama kami.
Hoammmm... Aku menguap lebar. Waktunya tidur. Aku segera menyimpan ponselku di samping tempat tidur. Dan merebahkan diri ke kasur. Ku tarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhku kecuali kepala. Sebelum mataku benar-benar terlelap, antara sadar dan tidak. Samar-samar mataku menangkap sesosok bayangan di balik tirai jendela. Namun, aku tidak menghiraukannya karena kantuk sudah tidak bisa di tahan. Dan aku pun terlelap.
***
Wajahku yang tadinya ceria mendadak berubah ketika Maria datang. Cewek itu ternyata benar-benar ikut eskul ini.
"Lo kenapa, sih. Dari tadi manyun terus?" tanya Dinda yang duduk di sampingku.
"Kenapa, sih dia harus satu eskul sama kita? Apa lagi alasannya karena pengen dekat-dekat sama Kak Ferry." aku berdecak kesal.
"Lo kesal karena dia satu eskul atau karena dia suka sama Kak Ferry? Atau jangan-jangan lo naksir ka Ferry?" bisiknya.
Aku segera memukul pelan tangannya. "Apa, sih? Ya jelas dong gue bete karena satu eskul sama dia." kataku dengan wajah memerah. Ah, sial. Dinda sepertinya sudah mulai mengenali diriku.
"Udah, anggap aja angin lewat. Dan lagi pula dia itu bukan tandingan kita. Orang kaya gitu sih nggak ada apa-apanya," ucap Dinda meremehkan.
Aku senyum mengangguk.
Sekarang ini kami sedang berada di dalam ruangan SISPALA. Ternyata ruangan ini lumayan luas. Terdapat poster besar logo SISPALA menempel di dinding. Dinding yang kosong dihiasi oleh photo-photo kegiatan SISPALA. Di sudut ruangan ada sebuah lemari kaca yang isinya peralatan pendakian, panjat tebing dan yang lainnya. Di sisi pintu terdapat pot-pot sebagai hiasan ruangan.
Mula-mula kami di suruh memperkenalkan diri masing-masing berdiri di depan menghadap ke arah senior. Setelah itu kami di jelaskan tentang apa itu SISPALA serta sejarahnya. Selesai menjelaskan sejarah tentang SISPALA, lalu Kak Ferry memberitahukan nama-nama benda yag wajib di bawa pada saat melakukan pendakian ke gunung. Dan alat-alat yang wajib dipakai saat melakukan panjat tebing. Misalnya jika ingin aman dalam kegiatan panjat tebing kita harus menggunakan tali karantel. Dan hardness untuk menopang tubuh yang terikat di pinggang sebagai pengaman yang nantinya dihubungkan dengan tali.Kami di suruh mencatat tentang pembelajaran kami hari ini sebagai bahan ilmu kami bila nanti sudah mulai kegiatan pendakian.
Entah mengapa mataku yang tak tahu malu ini berkali-kali melirik ke arah Kak Ferry. Beberapa kali aku melirik selalu mendapati kak Ferry yang sedang memerhatikan Dinda. Dan kenapa juga hatiku ini tak bisa menerimanya. Seharusnya aku sadar diri, wajar saja jika kak Ferry lebih mengalihkan perhatiannya ke Dinda. Di bandingkan dengan Dinda, tentu saja aku tahu diri.
Aku sampai di rumah tepat pukul 05.00 sore. Sesampainya di kamar aku segera merebahkan diri sejenak di kasur empukku menghilangkan penat sejenak.
Tiba-tiba ada sekelebat bayangan diluar jendelaku. Sontak saja aku terkejut, dan langsung bangkit.
siapa itu? teriakku sambil berjalan hati-hati mendekati jendela.
Tak ada jawaban, aku langsung membuka tirai begitu tiba di dekat jendela. Dan tak ada siapa-siapa.
Duh, kenapa aku jadi merinding, ya. Aku segera menutup kembali tirai dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.

👉👉Makasih ya yg udah baca. Semoga kalian suka. Oh ya BAB 1 udh aku perbaiki. Setelah d baca ulang trnyata bnyak bnget yg salah ketiknya. Jangan lupa vote dan follow ya. Tenang aja nanti aku follow & vote balik kok. Karena aku tahu hubungan yg bertepuk sebelah tangan itu gk enak.... Eaaa... 😅😅

TEROR ANAK SISPALA(Siswa Pecinta Alam)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang