..
Musim dingin memang tidak secantik musim semi atau seceria musim panas, bahkan tidak seeksotis musim gugur. Hamparan putih yang menyelimuti setiap jengkal bumi menghembuskan dinginnya udara yang seakan menusuk tulang. Membekukan setiap tetes air di dataran.
Semua Orang mungkin berpikir dua kali untuk menyukai musim dingin, dengan melihat betapa cantiknya bunga-bunga di musim semi lalu merasakan serunya bermain di bawah teriknya matahari di musim panas dan berada di hamparan terpaan daun-daun yang gugur di musim gugur.
Tapi musim dingin mempunyai kecantikannya sendiri. Setiap butir salju yang turun dari langit memberi harapan. Setiap hembus angin yang menerpa memberi kesejukan. Musim dingin cantik dengan caranya sendiri.
Seperti gadis bersurai Indigo beriris lavender, mungkin dirinya tidak seceria Haruno Sakura, tidak semenarik Yamanaka Ino tapi Hyuuga Hinata cantik dengan caranya sendiri. Mungkin dia gadis lemah, penakut, pendiam dan pemalu tapi Hyuuga Hinata kuat dengan usahanya sendiri. Dia berani dengan kemampuannya sendiri, itulah Hyuuga Hinata.
Tapi cantiknya musim semi tidak bisa di singkirkan oleh dinginnya musim dingin apalagi untuk matahari yang memang besebrangan dengan musim dingin.
Dan disinilah Hinata berdiri dibawah guyuran hujan salju yang menerpa tubuh mungilnya. Sekali-kali gadis bersurai imdigo itu menghembuskan napasnya. Mengoyang-goyangkan tubuhnya untuk mengurangi hawa dingin yang mungkin bisa membekukan tubuhnya jika Hinata masih berdiam diri ditempat ini sepanjang hari.
Sudah satu jam gadis Hyuga itu berada disini di dekat taman kota. Menanti seseorang yang mampu mengalikan dunianya, yang memberi begitu banyak warna di hidupnya dan merasakan indahnya cinta pertama.
Iris lavendernya sesekali melihat jam di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukan lima sore sebentar lagi matahari akan terbenam, mungkin Hinata tidak yakin, yang ia rasakan saat ini hanya kapan pria itu datang.
Tap
Tap
Tap"Ohayo, Hime." Sapa pria bersurai kuning dengan cengiran khasnya.
"O-oha-yo, Naruto-kun." Balas Hinata dengan terbata, seperti biasa.
"Gomen, Hime. Aku terlambat - ttebayo." Ujar Naruto dengan suara khas miliknya dan langsung mendudukan dirinya di bangku yang berada tidak jauh darinya.
"Kau sudah lama?" Tanya Naruto melihat Hinata terlihat kedinginan.
Hinata hanya diam dan memainkan jari-jemarinya di depan dada, pertanda bahwa sekarang dia sedang merasa gugup.
Tentu saja Hinata gugup karena sekarang yang ada di sampingnya adalah Naruto laki-laki yang mampu mengalikan semua perhatiannya hanya tertuju pada si matahari kuning ini.
"Kau sudah lama disini?" Tanya Naruto lagi karena tidak mendapat jawaban dari Hinata.
Hinata berusaha mengatur detak jangtungnya yang seakan berlomba-lomba dan menghembuskan napasnya kasar untuk mengurangi kegugupanya.
Hinata mengelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan yang di ajukan Naruto beberapa detik lalu.
Hening, hanya terdengar deruh napas dari sepasang manusia yang menatap lurus kedepan.
"Kau ingin membeli kopi?" Tawar Naruto memecah keheningan yang berlangsung beberapa saat yang lalu.
Hinata menggeleng lagi dia hanya tersenyum kikuk dan menundukan kepalanya. Sekeras apapun usaha Hinata untuk bersikap biasa saja di hadapan Naruto, itu semua terasa percuma karena sekarang Hinata terlalu gugup untuk mengatakan satu kata saja.