Hinata menghembuskan nafasnya berulangkali. Sesekali iris lavendernya mencuri padang ke arah ponsel yang berada di tangan kanannya. Jujur dia kesal, kesal sekali. Ingin rasanya menyeret pria yang sudah menjadi kekasihnya selama satu tahun ini dan meneriakinya. Ya jika saja dia bukan Hinata Hyuga yang lemah lembut, pemalu, dan kaku pasti dia akan melakukan hal itu.
Gadis bersurai indigo itu menekan kontak nomer bertulis Sasu no baka itu lagi berharap ada jawaban dari sebrang sana.
Dan penantiannya selama dua jam terbalas lunas oleh suara dingin dengan dua kosa kata andalannya.
"Sasuke-kun kau ti-dak lupa-kan." Ucap Hinata pelan.
Dia berharap sang pangerannya tidak melupakan janjinya lagi kali ini.
"Ah, gomen aku tidak bisa. Aku sedang menemani Sakura membeli hadiah untuk natal." Ucap Sasuke
Hinata hanya mampu terdiam. Ini sudah sekian kalinya pria raven itu mengingkari janjinya hanya untuk menemani gadis musim semi itu. Dan bodohnya lagi Hinata selalu menunggunya.
"Ya, aku mengerti." Balas Hinata sendu dan panggilan berakhir begitu saja.
Hinata tidak tau sebenarnya hubungan apa yang dia jalani dengan Sasuke. Dia ingat bagaimana wajah stoic itu menemuinya dan menyatakan cintanya tepat sebelum ulang tahunnya yang ke dua puluh tahun. Dengan wajah datarnya dia menyatakan ingin menjadi kekasihnya. Hinata juga tidak tau dimana tepatnya hubungan ini berawal, hubungan yang sama sekali tidak bisa dikatakan indah.
Selama satu tahun ini ia pedam perasaan pedih ini seorang diri. Dia mencintai pria itu, sangat mencintainya. Tidak bisa dihitung berapa banyak luka yang dia dapat dari hubungan ini. Berapa banyak kecewa yang ia rasakan. Tetapi sekali lagi Hinata tidak bisa mengakhirinya. Tidak bisa karena hatinya tidak ingin pergi.
..
"Sudah berapa kali aku katakan putuskan saja hubunganmu dengannya. Banyak pria di luar sana yang mau menerimamu. Jika tidak ada aku kan masih ada." ucap pria bergigi runcing itu berapi-api.
Hinata hanya tertawa renyah mendengar perkataan sahabatnya itu. Tapi Hinata tau jika pria ini menyayanginya.
"Kau taukan, Kiba-kun jika aku tidak bisa melakukan itu." Ucap Hinata menyeruput coklat hangatnya.
"Kau hampir mati kedinginan karena pria bodoh itu. Menunggunya seperti orang gila dan apa yang kau dapat? Dia berkencan dengan sahabat rasa istrinya, huh? Sial sekali nasipmu Hinata." Ujar Kiba mengeram kesal.
Jujur Kiba merasa terluka melihat sang sahabatnya di permainkan seperti ini oleh pemuda es itu.
Hinata hanya diam tidak membalas ucapan Kiba karena pada kenyataannya memang seperti itu. Sasuke jauh lebih meprioritaskan gadis musim semi itu daripada dirinya. Sasuke jauh lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman semasa kecilnya itu.
Bohong jika dia tidak cemburu. Wanita mana yang tidak terluka jika sang kekasih lebih memilih pergi dengan wanita lain. Perasaan wanita mana yang tidak sakit melihat pria yang di cinta sedang berpelukan dengan wanita lain.
Tentu saja Hinata merasakan semua itu, merasakan bagaimana sakitnya saat dengan terang-terangan pria itu mengatakan lagi bersama dengan wanita lain. Melihatnya dengan kepala matamu mereka sedang berpelukan atau mendapati sang kekasih yang berbohong tidak bisa bertemu padahal dia lagi menghabiskan waktu bersama gadis lain. Tentu saja Hinata merasakan hal itu. Tapi dengan dungunya dia selalu tidak bisa pergi dari pria itu. Dengan bodohnya dia selalu melakukan kesalahan yang sama yaitu mencintai pria itu lagi.
. .
Hinata menatap pantulan dirinya di kaca. Dress ungu pucat dengan jaket bulu tebal melekat di badannya. Tak lupa polesan make up natural di wajah cantiknya. Dia siap untuk kencan hari ini merayakan ulang tahunnya bersama sang kekasih.